Mohon tunggu...
Nenden SuryamanahAnnisa
Nenden SuryamanahAnnisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Hanya seseorang yang sedang belajar menulis dan belajar menyampaikan opininya lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gadis Kecil Pecandu Doa

8 Mei 2021   17:00 Diperbarui: 8 Mei 2021   17:01 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seorang gadis kecil berlarian di antara padang ilalang yang luasnya tak terkira. Sesekali ia memainkan ilalang yang hampir setinggi bahunya. Dia tak punya apapun di sana, hanya ada lautan ilalang, langit biru dan indahnya matahari senja. Wajah gadis kecil itu selalu tenang, ia tak pernah merasa khawatir walaupun ia tak punya keluarga, rumah apalagi perhiasan dan jabatan. Bahkan gadis itu pun tak pernah punya nama untuk dipanggil. Ia hanya hidup untuk menunggu tumbangnya matahari di barat. Menurutnya, matahari senja adalah satu-satunya hadiah langit yang ia tunggu setiap hari.

Selama ini, gadis itu hanya mempunyai satu emosi, Bahagia. Namun, hari ini berbeda, dia sudah cukup dewasa untuk memahami emosi lain dalam hidupnya.

Lihatlah, senyum gadis kecil itu perlahan memudar, larinya melambat. Bukan karena kelelahan, tapi karena terhenti oleh sesuatu di hatinya yang ia tak tahu apa. Semakin ia memaksakan diri melangkah, semakin gusar hatinya. Semakin ia mengelak perasaan itu, semakin besar rasa sakitnya.

Gadis kecil itu memutuskan untuk menunggu terbenamnya matahari di bawah pohon rindang. Mengapa waktu terasa berjalan lambat? Hatinya lagi-lagi terasa gusar. Ia harus melakukan sesuatu yang lain, tapi ia tak pernah mengetahui cara menghabiskan waktu selain berlarian di padang ilalang.

Saat kegusaran hatinya mencapai puncak, semilir angin menelisik rambutnya. Bersamaan dengan semilirnya, sebuah suara lembut terdengar dari sana. Cobalah untuk meminta sesuatu pada Tuhanmu. Gadis kecil itu sedikit ketakutan --emosi yang baru saja ia rasa, selama hidupnya.

Hembusan kedua, ketiga dan selanjutnya terus membawa pesan yang sama hingga gadis kecil itu terbiasa dan tak merasa ketakutan lagi. Bahkan, ia sekarang berniat untuk menuruti suara itu. Meminta sesuatu pada Tuhan untuk mengobati kegusaran hatinya. Gadis kecil itu menengadahkan tangan, memejam mata lantas berbisik pelan.

"Duhai Tuhanku, Ya Allah, bisakah Kau memberiku sesuatu untuk menghilangkan perasaan aneh di hati ini? Agar aku bisa mengisi waktu dengan tenang saat menunggu matahari senja." belum genap satu menit, sebuah yoyo jatuh di hadapan gadis kecil itu.

Ia mengambilnya dengan perasaan takut bercampur bingung. Tentu saja ia tidak tahu benda apa itu atau bagaimana cara menggunakannya, tapi manusia dikaruniai kecerdasan yang luar biasa untuk sekedar memahami benda sederhana.

Sudah tiga jam berlalu, gadis itu masih berkutat dengan mainan barunya. Gusar di hatinya sudah hilang sempurna, menyisakan senyum lebar dan tawa kecil di bibirnya. Lihatlah, waktu sekarang berlalu begitu cepat, sampai-sampai gadis kecil itu lupa menyaksikan keindahan matahari senja yang biasanya ia tunggu setiap hari.

Sama seperti manusia lain yang terus berkembang, gadis kecil itu juga sama. Ia mulai menciptakan puluhan cara memainkan yoyo yang mungkin tak pernah terpikirkan oleh pembuatnya sekali pun. Semilir angin pembawa pesan itu datang lagi. Namun, tawa gadis kecil itu meredam suara lembutnya.

Satu hari berlalu, gadis kecil itu merasakan lagi gusar di hatinya. Yoyo itu sudah tak bisa menghiburnya. Ia kembali duduk di bawah pohon rindang, termenung. Waktu kembali berjalan lambat. Angin pembawa pesan menelisik lagi rambut gadis kecil itu, kali ini ia mendengarnya. Dengan wajah antusias --emosi lain yang baru ia rasakan, ia menengadahkan tangan, memejam mata, berbisik pelan.

"Duhai Tuhanku, Ya Allah, bisakah Kau memberiku mainan lain untuk mengusir gusar di hati ini lagi? Agar aku semakin tenang saat menunggu matahari senja." Padang ilalang itu lengang. Tak ada mainan yang turun dari langit. Bahkan setelah gadis kecil itu membisikan doanya berkali-kali.

Satu hari berlalu, gadis kecil itu terus mengulang doanya yang tak kunjung diberi "jawaban". Namun anehnya, walaupun keinginannya itu belum juga jadi kenyataan, gusar di hatinya perlahan menghilang. Ada ketenangan yang entah bagaimana terasa sama saat ia memandang matahari senja atau berlarian di padang ilalang. Perasaan tenang yang sama saat dirinya tak mempunyai apa-apa.

Gadis kecil itu terus menikmati sensasi perasaan tenangnya, hingga akhirnya, doa gadis kecil itu terkabul. Namun, bukan hanya mainan saja yang "datang". Di sekelilingnya, berbagai makanan lezat terhidang di atas piring-piring, sebuah tenda mewah berdiri gagah juga mainan-mainan lain seperti kelereng, boneka, sepeda dan lainnya berjejer di hadapan gadis kecil itu. Ia hanya mematung, tak menyangka jawaban dari doa-doanya akan menjadi sebanyak ini. Ia meraih boneka teddy bear kecil lantas memeluknya --boneka itu akan menjadi mainan favoritnya.

Ia menikmati semua hadiah langit itu selama berbulan-bulan. sama seperti yoyo, semua barang dan makanan itu mengusir kegusaran di hatinya. Dan sama pula dengan kejadian sebelumnya, gadis kecil itu mulai melupakan matahari senja juga tidak lagi menghiraukan semilir angin pembawa pesan. Ia terus sibuk memainkan mainannya, menata tendanya juga menyantap makanan yang seakan tak pernah habis.

Sampai pada di suatu waktu, entah apa yang terjadi, saat gadis kecil itu membuka matanya di pagi hari,  semua barang dan makanannya lenyap. Kegusaran kembali menghinggapi hati gadis kecil itu, bahkan kali ini terasa lebih berat. Kedua matanya pun mengeluarkan air mata tanpa henti, garis bibirnya melengkung ke bawah. Ia sekarang merasakan emosi baru, kesedihan.

Semilir angin pembawa pesan tak pernah datang menelisik rambutnya lagi. Kehidupannya kembali seperti semula, tak memiliki apa-apa. Namun, gadis kecil itu sudah berbeda. Ia bukan lagi gadis kecil yang bisa tersenyum lebar hanya dengan berlarian di tengah padang ilalang, atau merasa tenang dengan menatap matahari senja. Maka "tak memiliki apa-apa" sekarang, menjadikan hatinya bertambah gusar.

Di puncak kesedihannya, ia memutuskan untuk menengadahkan tangannya dengan penuh keraguan, memejam mata yang berlinang air mata lantas berbisik pelan, bisikan doa paling khusyu yang pernah ia ucap.

"Duhai Tuhanku, Ya Allah, bisakah Kau mengembalikan ketenangan yang dulu aku rasakan, tak perlu mainan atau barang lain. Aku hanya butuh itu." Belum sampai lima menit ia mengulang doa, boneka teddy bear kesayangnya muncul di hadapannya. Gadis kecil itu ragu-ragu melirik, berniat untuk memeluknya. Namun ia kembali menarik tangannya, menggeleng. Bukan itu yang aku mau.

Satu hari, dua hari, satu minggu dua minggu. Gadis itu terus mengabaikan hadiah-hadiah dari langit, ia terus menengadahkan tangannya meminta tenang, dan hanya berhenti saat matahari sudah siap menghilang di kaki langit. Semilir angin pembawa pesan itu hanya datang untuk membelai lembut rambutnya, tanpa membawa pesan apapun. Namun itu sudah cukup membuatnya semakin khusyu.

Hadiah-hadiah langit di sekelilinya muncul hilang bergantian. Dua bulir air mata menetes dari dagunya, kali ini bukan karena ia kehilangan hadiah langit itu, tapi karena doa gadis kecil itu akhirnya terkabul. Ia diberi hadiah langit paling besar, sebuah ketenangan. Ketenangan yang berkali-kali lipat dari pada menatap matahari senja atau berlarian di padang ilalang. Juga kesenangan yang jauh lebih besar dari pada mendapatkan hadiah langit lain. Yaitu rasa tenang karena keistiqomahannya berbisik doa pada Tuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun