Mengapa pencerahan tidak sepenuhnya seperti yang diharapkan? Baiklah, dalam hal ini, kita akan mengacu pada pemikiran Horkheimer dan Adorno. Mereka mengatakan pencerahan bersifat totaliter. Pencerahan bertujuan untuk penguasaan; ia mendorong kekecewaan total terhadap dunia. Gambaran pencerahan tentang dunia mendorong kita untuk belajar dari alam hanya untuk mendominasinya, sekaligus untuk mendominasi orang lain. Mari kita ingat, bahwa Abad Pencerahan, dalam pengertian filosofis, bertepatan dengan bangkitnya kolonialisme dan kapitalisme. Bagi Horkheimer dan Adorno, ini bukan suatu kebetulan; sesungguhnya, yang endemik pada filsafat pencerahan adalah barbarisme.
Pencerahan mendorong dominasi alam, yang nantinya dominasi alam ini akhirnya berubah menjadi dominasi subjek yang berpikir atas dirinya sendiri. Jadi, pencerahan mendorong pengendalian dan penguasaan atas alam dan atas manusia; termasuk diri kita sendiri. Bagi pemikiran pencerahan, pengetahuan adalah kekuatan; dan kekuatan adalah pengetahuan. Dan ini bukanlah suatu hubungan yang baik; itu sebenarnya cukup berbahaya.
Salah satu hal yang menjadi fokus Horkheimer dan Adorno adalah gagasan bahwa pemikiran pencerahan gemar membayangkan dirinya sendiri sebagai lawan dari mitos. Jadi, pikirkanlah narasi yang bersifat umum di sini. Coba kita kembali ke Kant. Bagi Kant sendiri, pencerahan adalah jalan keluar manusia dari ketidakdewasaan.
Ras manusia sebetulnya belum betul-betul dewasa di sepanjang sebagian besar sejarahnya. Ia percaya pada mitos, menerima dogma, dan doktrin agama secara taken for granted. Dan sekarang, akhirnya, dalam posisi untuk mulai dibimbing oleh cahaya akal sehat, inilah yang disebut 'pencerahan'. Horkheimer dan Adorno berpendapat bahwa, sebetulnya, pemikiran pencerahan memiliki logika yang sama dengan mitos. Jadi, apa yang mendasari pemikiran mistisisme?
Dari sudut pandang pencerahan, pemikiran mistis didasarkan pada ketidakwajaran, dan bagian dari ketidakwajarannya adalah antropomorfismenya. Pemikiran mistis memproyeksikan hal yang subjektif, manusiawi, pada alam; melalui, misalnya, animism, dimana gagasan bahwa tanaman dan sumber daya alam itu memiliki jiwa.
Pencerahan datang dan berkata, "Ooh, anda membayangkan bahwa tanaman dan batu memiliki jiwa, betapa tidak tercerahkannya dirimu." Disini, Horkheimer dan Adorno membantah bahwa, sebetulnya, pemikiran mistis tidak jauh berbeda dari pemikiran pencerahan itu sendiri.
 Karena apa yang terjadi dalam pemikiran pencerahan adalah mimpi tentang persatuan, gagasan bahwa kita dapat memperoleh penjelasan menyeluruh tentang segala hal yang mungkin. Logika formal adalah contoh utama dari pemikiran pencerahan ini, yakni gagasan bahwa kita dapat mereduksi segala sesuatu menjadi nilai numerik, menjadi masuk akal dan valid, serta mengatakan apakah sesuatu itu benar atau salah.
Bila kita melakukan itu, kita sedang mengantropomorfikan dunia dengan mereduksinya menjadi pemahaman subyektif kita sendiri. Abstraksi, menurut Horkheimer dan Adorno, adalah alat menuju pencerahan, alam di sini dianggap sebagai sesuatu yang harus dipelajari secara matematis. Tetapi mengapa kita harus mengatakan bahwa alam lebih bersifat matematis daripada animistik? Bukankah konsepsi matematika kita tentang alam itu sendiri merupakan proyeksi cara manusia dalam memahami berbagai hal?
Horkheimer dan Adorno juga mengemukakan bahwa pencerahan adalah ketakutan mistis yang berubah menjadi radikal. Baik dalam pola pikir mistis maupun pola pikir pencerahan, kita sebagai manusia, pada dasarnya memiliki rasa takut terhadap hal yang tidak diketahui, dan kita berupaya untuk terus menguasai hal yang tidak diketahui tersebut. Hanya saja, kita berusaha menguasainya dengan cara yang berbeda dalam pemikiran mistis dan pemikiran pencerahan. Bagi pemikiran pencerahan, tidak ada yang bisa tetap berada di luar, yang sejatinya, yang kita takutkan memang adalah dunia luar. Sehingga mau tak mau, kita harus menjelaskan segalanya, mengesampingkan segalanya, untuk melawan rasa takut itu. Ini adalah salah satu cara di mana mazhab Frankfurt, yang merupakan mazhab tempat Horkheimer, Adorno, serta Marcuse berasal, memanfaatkan psikoanalisis.
Jadi, untuk berbicara secara luas sejenak, aliran Frankfurt adalah sekelompok pemikir yang berbasis di Frankfurt, Jerman; mereka menggabungkan Marxisme (materialisme dialektis) dengan psikoanalisis (karya Freud), dan menyatukan semuanya menjadi semacam hibrida untuk mengkaji isu-isu politik, sosial, dan berbagai isu filosofis lainnya pada zaman mereka.
Sekarang, mari kita sejenak melihat sejarah madzhab Frankfurt yang menarik, dan dalam beberapa kasus, juga tragis. Saya merekomendasikan anda untuk membaca sendiri tentang hal itu, tetapi saya hanya akan mengatakan bahwa madzhab Frankfurt ini pada akhirnya menjadi semacam istilah yang salah, karena banyak anggota aliran tersebut harus melarikan diri dari Jerman dengan bangkitnya Sosialisme, yang mana mayoritas dari mereka adalah orang Yahudi kala itu.
Kembali ke pokok bahasan, yakni pemikiran pencerahan, dalam pengertian Horkheimer dan Adorno, kita seyogyanya melibatkan mimpi tentang pemikiran sebagai sesuatu yang otomatis, seperti mesin. Akal di sini hanyalah sekadar instrumen, dan biasanya itu merupakan instrumen untuk kepentingan ekonomi, kepentingan kapitalisme.
Kapitalisme dan ideologi yang berkuasa di dalamnya, yang di sini disebut positivisme, ingin membuat subjektivitas sekecil mungkin, karena subjektivitas tidak dapat dihitung. Bahkan mereka ingin menghilangkan sepenuhnya jika memungkinkan.
Seperti Functional magnetic resonance imaging (fMRI) misalnya, yang menunjukkan kinerja otak terhadap mimpi. Yang jelas, kita tidak akan bertanya kepada orang-orang tentang apa mimpi mereka, karena kita tidak memiliki cara untuk benar-benar menilai kebenarannya dari sudut pandang subjektif mereka. Namun, bagi Horkheimer dan Adorno, ini adalah cara berpikir yang sangat reduktif tentang subjektivitas dan pemikiran. Menurut mereka tugas berpikir bukan sekadar mencatat. Jika perannya hanya sesempit itu, hasil pikiran tentu saja menipu ketika mencoba membayangkan dirinya hanya sebagai rekaman belaka.
Mereka menggambarkan pikiran sebagai proses negasi yang pasti, inilah komponen dialektika pemikiran Horkheimer dan Adorno. Mereka mengacu pada konsepsi negasi yang kita temukan dalam Hegel, juga dalam Marx, yang pada dasarnya adalah gagasan bahwa kemajuan hanya terjadi melalui ketegangan atas hal-hal yang saling berlawanan. Anda mungkin ingat bahwa itu adalah definisi dialektika. Jadi, dalam berpikir, kita mengalami ketegangan yang saling bertentangan, dan kemudian itu terselesaikan melalui negasi yang pasti.
Berpikir kadang memiliki kemampuan memecah belah. Namun, pencerahan mereduksi fungsi pemikiran yang terpecah belah ini dan mengenalinya hanya sejauh pemikiran tersebut mampu mendominasi apa yang ada di sekitarnya, untuk kemudian kembali pada keutuhan mimpi, dan menghilangkan ketakutan kita terhadap hal yang tidak diketahui. Hal terakhir yang perlu dicatat di sini adalah bahwa, bagi Horkheimer dan Adorno, tidak ada kemajuan yang benar-benar linear. kemajuan selalu membawa kemunduran. Perkembangan melibatkan regresi.
Hal inilah yang membuat mereka berpendapat bahwa pencerahan mengarah kepada barbarisme. Dalam hal ini, coba pikirkan tentang bagaimana kondisi kerja yang memungkinkan produktivitas maksimum akhirnya memaksa konformisme dan mengurangi kebebasan sosial. Paradoksnya, kesengsaraan bertambah seiring bertambahnya kapasitas kita untuk menghilangkan kesengsaraan. Horkheimer dan Adorno, dengan demikian, sangat tidak percaya. Tidak hanya pada pencerahan. Tidak hanya pada kapitalisme. Tidak hanya pada cara-cara ilmiah untuk mengetahui. Tetapi juga pada konsep kemajuan sebagai gerak maju yang linear.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI