Mohon tunggu...
Nayna Nagia
Nayna Nagia Mohon Tunggu... Lainnya - ⚖️

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tindak Pidana bagi Pelaku Bullying pada Media Sosial Instagram

19 Januari 2021   22:44 Diperbarui: 19 Januari 2021   22:46 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

ABSTRAK

Media sosial Instagram adalah satu aplikasi berbasis sosial media yang menyediakan aplikasinya untuk berbagi dan mengunggah foto maupun video. Kegiatan berselancar di sosial media bukanlah hal yang asing lagi bagi para penduduk dunia pada era globalisasi ini, selain bisa saling menjalin hubungan baik dengan para pengguna media sosial lain, Instagram juga memberikan kebebasan bagi para penggunanya untuk berkomentar tentang unggahan orang lain. Kebebasan dalam berkomentar yang diberikan Instagram inilah yang menjadi pemicu terjadinya tindakan bullying di media sosial Instagram. Di Indonesia terdapat peraturan Undang-Undang yang mengatur tentang kejahatan yang terjadi di media sosial yaitu, UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik). 

Pelaku dari cyberbullying bisa terjerat ke dalam hukum pidana apabila pihak yang merasa dirugikan melaporkan kasus tersebut kepada pihak yang berwajib. Hasil dari penelitian ini adalah para pelaku bullying di media sosial Instagram atau cyberbullying bisa terjerat ke dalam UU ITE apabila pihak yang merasa dirugikan melaporkan kepada pihak berwajib. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif melalui sumber-sumber data berupa jurnal ilmiah berdasarkan studi kepustakaan. Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk mengetahui tindakan pidana yang diberikan pada pelaku cyberbullying pada media sosial Instagram.

Kata Kunci: Tindak Pidana, Cyberbullying, Instagram, Media Sosial.

ABSTRACT

Social media Instagram is a social media-based application that provides an application for sharing and uploading photos and videos. Surfing on social media is not a strange thing for world citizens in this era of globalization, apart from being able to establish good relationships with other social media users, Instagram also gives users the freedom to comment on other people's uploads. The freedom to comment that Instagram provides is what triggers bullying on Instagram's social media. In Indonesia, there are laws that govern crimes that occur on social media, namely the ITE Law (Information and Electronic Transactions). The perpetrator of cyberbullying can be caught in criminal law if the party who feels aggrieved reports the case to the authorities. The results of this study are that the perpetrators of bullying on Instagram social media or cyberbullying can be ensnared into the ITE Law if those who feel they have been harmed report to the authorities. This research was conducted using a qualitative descriptive method through data sources in the form of scientific journals based on literature studies. The purpose of this study was to determine the criminal acts given to the perpetrators of cyberbullying on Instagram social media.

 Keywords: Crime, Cyberbullying, Instagram, Social Media.

PENDAHULUAN

Media sosial bukanlah hal yang asing lagi bagi manusia pada era globalisasi ini. Kehidupan sehari-hari yang selalu berdampingan dengan media sosial membuat media sosial bertransformasi menjadi suatu kebutuhan bagi banyak orang. Segala kebutuhan dan kegiatan yang beradaptasi dengan segala perubahan yang terjadi menuntut media sosial untuk menjadi media utama dalam kegiatan sehari-hari. 

Kegiatan seperti mengobrol dengan orang lain yang diperuntukan sebagai kegiatan tatap muka secara langsung kini dengan media sosial bisa berubah menjadi kegiatan yang dilakukan tanpa harus bertemu secara langsung atau online. Bahkan, kebutuhan sehari-hari seperti berbelanja ataupun transportasi bisa didapatkan melalui media dengan lebih mudah dan praktis. Keberadaan media sosial pun seolah-olah berubah, yang awalnya keberadaan media sosial sebagai media komunikasi berubah menjadi media sebagai kebutuhan bagi beberapa kalangan.

Para pengguna media sosial pada umumnya mengharuskan mereka untuk terkoneksi dengan internet yang memadai agar dapat terhubung dengan koneksi media sosial tersebut. Jumlah koneksi internet yang tersambung dengan ponsel yang digunakan masyarakat Indonesia cenderung meningkat di setiap tahunnya, khususnya pada saat krisis ini. Dilansir dari berita Kompas.id, menurut data yang telah dilaporkan dari Hootsuite, pada Januari 2020 telah terdata setidaknya ada 338,2 juta koneksi seluler melalui internet di Indonesia. 

Jumlah ini telah diperhitungkan meningkat jumlahnya daripada Januari 2019 sebanyak 4,6% atau setara dengan 15 juta penambahan diantara keduanya (Agustina, 2020). Melalui data yang telah dipaparkan oleh media Kompas.id membuktikan bahwa masyarakat Indonesia cenderung lebih banyak melakukan kegiatan mereka dengan ponsel yang terkoneksi pada internet. Tentu saja hal ini sangat berhubungan dengan penggunaan media sosial yang harus menggunakan koneksi internet dalam pengoperasiannya. Dari angka yang telah dipaparkan tersebut, para pengguna ponsel yang terhubung ke internet cenderung memiliki durasi yang lebih lama ketika menggunakan media sosial dengan intensitas penggunaan yang cukup sering.

Melalui peningkatan jumlah yang terjadi pada pengguna ponsel yang terhubung ke internet, media sosial menjadi media yang memiliki aktivitas paling besar pada penggunaan internet. Para pengguna ponsel yang terhubung ke internet, lebih banyak menghabiskan waktu mereka dalam penggunaan ponselnya dengan berselancar di media sosial dibandingkan dengan aplikasi lain. Merujuk dari berita Kompas.id, menurut Hootsuite (We Are Social), pengguna media sosial di Indonesia telah mencapai angka 160 juta pengguna pada Januari 2020. 

Jumlah ini diperkirakan meningkat dari Januari 2019 sebanyak 12 juta pengguna atau diperkirakan meningkat sebanyak 8,1% dari tahun sebelumnya. Melalui data ini juga menunjukan jumlah penetrasi penggunaan media sosial di Indonesia sebesar 59% per Januari 2020 (Agustina, 2020). Berdasarkan data tersebut, pengguna media sosial meningkat setiap tahunnya bersamaan dengan penggunaan ponsel yang terhubung dengan koneksi internet. Hal ini menjadi bukti pasti bahwa jumlah pengguna internet yang beraktivitas di media sosial lebih banyak daripada pengguna internet yang menggunakan koneksi internet untuk keperluan ataupun kebutuhan sehari-hari mereka.

Dari sekian banyak pengaruh positif yang diberikan oleh media sosial, tentu saja media sosial memiliki pengaruh negatif tersendiri dalam penggunaanya. Berdasarkan kebebasan yang didapatkan ketika para pengguna media sosial menggunakannya, tidak semua pengguna bisa menggunakan media sosial dengan bijak sebagaimana seharusnya. Masih banyak dari pengguna media sosial yang memiliki sikap egoisme tinggi dan objektif terhadap apa yang dibagikan oleh orang lain tanpa menyaringnya terlebih dahulu. 

Salah satu hal yang banyak menjadi sorotan adalah komentar-komentar yang diberikan para pengguna media sosial kepada akun pengguna media sosial lain, khususnya kepada akun media sosial yang diberi julukan 'Seleb Instagram'. Pada umumnya seseorang yang diberikan julukan 'Seleb Instagram' ini memberikan informasi melalui media promosi ataupun memberikan opini mereka yang bijak tentang hal-hal terkini. Namun, pada hakikatnya mereka adalah manusia biasa yang terkadang memiliki pemikiran yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan para penikmat media sosial, bahkan mereka terkadang juga membuat kesalahan yang tidak bisa diterima oleh para pengguna media sosial. 

Akun mereka yang terbuka untuk khalayak ramai, membuat segala kegiatan bahkan kehidupan pribadi mereka menjadi tersohor oleh para pengguna Instagram. Jika mereka melakukan kesalahan yang menyinggung pihak lain, banyak dari pengguna Instagram memberikan komentar yang buruk tentang mereka. Tidak hanya komentar negatif terhadap 'Seleb Instagram', para pengguna Instagram juga banyak berkomentar negatif tentang fisik pengguna lain yang tidak sempurna dan sesuai dengan standar kecantikan sosial. 

Ketika seseorang mengunggah foto atau video dirinya di media sosial instagram secara otomatis unggahan tersebut langsung menjadi konsumsi publik, dimana pengguna lain bisa menyukai ataupun memberikan komentar tentang foto tersebut. Namun, banyak kasus yang menunjukan bahwa beberapa pengguna Instagram meninggalkan komentar negatif di kolom komentar pengguna lainnya dan menyinggung fisik dari pengguna tersebut. Komentar-komentar negatif inilah yang banyak menyebabkan pengaruh buruk pada mental pengguna Instagram. Pengaruh negatif dari media sosial berupa peluang untuk berkomentar negatif tentang unggahan orang lain inilah yang biasa disebut sebagai cyberbullying dan pelakunya berhak mendapatkan tindak pidana.

cyberbullying berdasarkan ilmu hukum cyber bullying adalah kejahatan yang dilakukan secara sengaja dalam bentuk fitnah, cemooh, kata-kata kasar, pelecehan, ancaman, dan hinaan yang dilakukan di dunia maya (DSLA,2020). Kejahatan ini dapat diawali dengan tindakan para pengguna dunia maya dalam hal mengintimidasi dan merendahkan martabat orang lain dengan tujuan untuk mengkritik ataupun menghina. Bullying jenis ini lebih berbahaya daripada bullying secara verbal, karena bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja tanpa pemikiran panjang dan setiap saat karena peluang yang terbuka bebas di dunia maya. 

Cyberbullying sendiri memiliki ciri ciri tertentu dimana tindakan bullying ini tidak mengandung kekerasa fisik secara langsung melainkan menekankan kepada mental. Selain itu, cyberbullying juga melakukan tindakannya melalui media informasi dan telekomunikasi sehingga bisa diakses oleh banyak orang tanpa batasan sama sekali. 

Kalimat komentar penuh kemarahan; pesan berantai; pencemaran nama baik di media sosial; tindakan memata-matai secara intensif; peniruan pribadi secara berlebihan; serta menyebarkan data-data pribadi yang sifatnya rahasia merupakan bentuk dari tindakan cyberbullying. Para pengguna media sosial yang menerima perlakuan tersebut, bisa langsung melaporkan kasus ini kepda pihak yang berwajib dengan bukti-bukti fisik yang valid. Sedangkan, bagi para pelaku tindakan ini bisa terjerat tindak pidana sesuai dengan hukum yang berlaku.

Tindak pidana yang bisa didapatkan oleh pelaku cyberbullying berdasarkan UU ITE Pasal 45 ayat 3 yang menyatakan setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). 

Sedangkan pasal ini saling berhubungan dengan Pasal 27 ayat 3 yang menyatakan pidana tentang pencemaran nama baik melalui media sosial (Sitompul, 2018). Dalam hal ini, apabila ada pihak yang merasa dirugikan melapor kepada pihak yang berwajib, maka suka tidak suka pihak lain yang melakukan tindak pidana akan terjerat dengan pasal-pasal tersebut sesuai dengan ketentuan hukum positif yang berlaku.

METODE

Penelitian artikel ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan bullying pada media sosial sebagai objek penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dimana penelitian kualitatif sebagai tata cara ilmiah seringkali digunakan oleh para peneliti dalam bidang ilmu sosial. Beberapa alasan juga dikemukakan yang menyatakan bahwa penelitian kualitatif melengkapi hasil penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif dilaksanakan untuk membangun pengetahuan lewat uraian serta temuan. 

Bogdan dan Taylor mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2002). Pada penelitian ini peneliti membuat sesuatu cerminan kompleks, mempelajari perkata, serta melaksanakan studi pada situasi yang sebenarnya.

Dalam penelitian kualitatif tidak dikenal adanya populasi dan sampel. Penelitian ini dilaksanakan melalui internet atau online di tengah pandemi Covid-19 dan masa PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Adapun waktu penelitian dimulai pada 10 Januari 2021 s/d 20 Januari 2020.Penelitian kualitatif dilakukan pada keadaan alamiah yang diadakan dengan bersifat penemuan. Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan peranan paling penting. 

Oleh karena itu, peneliti diharuskan memiliki perbekalan teori dari beberapa ahli serta pengetahuan yang luas tentang hal yang diteliti sehingga dapat menganalisis objek dengan lebih luas. Penelitian ini lebih menekankan pada pengertian serta terikat dengan nilai-nilai tertentu. Hakikat penelitian kualitatif adalah dengan meneliti objek yang ada dalam lingkungan hidup peneliti yang berhubungan dengan judul penelitian, mendekati ataupun berhubungan dengan objek-objek yang memiliki hubungan dengan riset yang bertujuan menggali pemikiran serta pengalaman mereka untuk menemukan informasi ataupun data yang dibutuhkan.

Penelitian deskriptif dilakukan untuk mendapatkan penjelasan ataupun deskripsi tentang bagaimana tindak pidana yang didapatkan oleh para pelaku cyberbullying. Sedangkan analisis kualitatif, berlaku sebagai prosedur penelitian yang menciptakan informasi deskriptif yang dapat dianalisa. Metode pengumpulan informasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, studi kepustakaan yang merupakan penjelasan mengenai perilaku bullying di Instagram dengan jurnal ataupun literatur selaku bahan teks. Sesudah dilakukan studi kepustakaan, kemudian dilanjutkan dengan kualifikasi fakta berdasarkan data-data yang tersedia. Kualifikasi fakta dilakukan dengan metode mengutip kepustakaan yang berhubungan dengan objek penelitian.

Metode kualitatif merupakan metode penyusunan yang menciptakan laporan deskriptif analitis, yaitu dengan metode informasi yang dihasilkan diseleksi, diklasifikasikan serta diidentifikasikan untuk dianalisa dalam rangka mendapatkan kesimpulan yang benar sesuai dengan permasalahan (Ambar & Nani, 2014). Deskripsi dapat berbentuk penggambaran bahan-bahan yang diperoleh dari bermacam literatur serta dikombinasikan dengan bermacam informasi terpaut yang lain. Sebagaimana sepatutnya kemudian bahan-bahan tersebut diolah untuk setelah itu diinterpretasikan. Jenis informasi yang dipergunakan bersifat kualitatif. Laporan penelitian akan berisi data-data kutipan untuk memberikan cerminan mengenai kasus yang diangkat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Para pengguna media sosial Indonesia khususnya melalui aplikasi Instagram, seringkali mengeluarkan kalimat negatif pada kolom komentar pengguna lain. Komentar-komentar negatif yang diberikan oleh pengguna media sosial ini cenderung lebih banyak ke arah mengkritik sesuatu dalam unggahan orang lain ataupun menghina unggahan tersebut. Dalam hal ini, biasanya pihak yang dirugikan selaku pemilik unggahan mendapatkan kritik yang negatif terhadap unggahannya bahkan dari orang yang tidak dikenal sama sekali baik dari dunia maya maupun dari dunia nyata. 

Biasanya, pihak yang dirugikan adalah seseorang yang hidupnya menjadi sorotan atau banyak dilihat banyak orang atau biasa disebut sebagai 'Selebgram'. Menurut para pengguna media sosial sosok 'Selebgram' seharusnya memberikan dampak dan pengaruh yang baik bagi para penggemarnya, namun terkadang seorang 'Selebgram' melakukan kesalahan dalam kehidupannya dan mendapatkan banyak kritikan di kolom komentar unggahan mereka.

Dilansir dari HukumOnline.com, alat bukti dalam penuntutan dan pengadilan UU ITE sebagaimana disebutkan dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP, berupa keterangan saksi; keterangan ahli; surat; petunjuk; dan keterangan terdakwa. Sedangkan, alat bukti lain berdasarkan Pasal 1 angka 1 dan 4 serta Pasal 5 ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 UU ITE menyebutkan satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya (Hutomo,2019).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis, cyberbullying terjadi dalam beberapa bentuk melalui aplikasi Instagram. Bentuk-bentuk cyberbullying melalui Instagram adalah sebagai berikut:

1. Komentar Negatif Terhadap Pengguna Lain.

Para pengguna Instagram diberikan kebebasan untuk menyalurkan aspirasinya baik melalui unggahan mereka ataupun kolom komentar yang disediakan oleh pihak Instagram. Dalam hal ini, para pengguna Instagram yang tidak menggunakan aplikasi tersebut dengan bijak berpotensi besar dalam mengunggah komentar negatif atau mengkritik orang lain dengan cara yang salah. Bahkan tidak jarang komentar-komentar negatif tersebut membuat seseorang merasa gelisah dan mengalami hal-hal lain yang berkaitan dengan mentalnya (Firtansyah & Waliyanti, 2018)

Berdasarkan gambar yang dilampirkan di atas, komentar yang diunggah oleh seorang pengguna Instagram pada kolom komentar akun seorang 'Selebgram' yang melakukan hal diluar dugaan. Hal ini terjadi ketika seorang 'Selebgram' memutuskan untuk membuka hijab yang telah digunakannya selama lebih dari dua tahun. Namun, tanggapan para pengguna Instagram justru cenderung ke arah negatif dan mengkritik tentang keputusan yang diambil oleh 'Selebgram' tersebut. Dalam hal ini, seharusnya kebebasan unggahan yang diberikan oleh Instagram juga berlaku kepada 'Selebgram' tersebut, tetapi pada hakikatnya kehidupan pribadinya sudah menjadi konsumsi publik dan apapun yang dilakukan akan segera mendapatkan sorotan meskipun itu baik ataupun buruk sekalipun.


Dalam hal ini, pengguna media sosial yang mengutarakan komentar negatif dapat terjerat kasus hukum pidana. UU ITE adalah hukum yang dapat menjerat para pelaku cyberbullying  melalui media sosial apabila pelapor menyertai bukti-bukti yang valid. Berdasarkan UU ITE Pasal 45 ayat 1 yang menyatakan setiap orang yang dengan sengaja melakukan penghinaan atau pencemaran nama baik melalui alat elektronik, sebagaimana berpanduan pada Pasal 27 ayat 3 pelaku dapat dipidana paling lama 4 (empat) tahun penjara dan/atau denda sebesar Rp 750.000.000 (Sitompul, 2018).

2. Pencemaran Nama Baik

Pencemaran nama baik adalah perbuatan yang menyerang kehormatan atau nama baik seseorang sehingga nama baik orang tersebut menjadi rusak ataupun tercemar. Tercemarnya atau rusaknya nama baik seseorang secara hakiki hanya dapat dinilai oleh orang yang bersangkutan. Dengan kata lain, korbanlah yang dapat menilai secara subjektif tentang konten atau bagian mana dari Informasi atau Dokumen Elektronik yang ia rasa telah menyerang kehormatan atau nama baiknya. Konstitusi memberikan perlindungan terhadap harkat dan martabat seseorang sebagai salah satu hak asasi manusia. Oleh karena itu, perlindungan hukum diberikan kepada korban, dan bukan kepada orang lain. Orang lain tidak dapat menilai sama seperti penilaian korban (Sitompul, 2018)

Salah satu contoh kasus pencemaran nama baik adalah kasus Febi Nur Amalia, warga Medan yang menagih utang melalui  media sosial Instagram sejumlah Rp 70 juta kepada seorang teman. Melalui Instastory-nya, akun pribadi Febi menegur pelapor Fitri Bahkhtiar untuk segera membayarkan hutangnya yang sudah bertahun-tahun tidak dibayar sedangkan Fitri hidup dengan berlimpah harta. Sayangnya, unggahan Febi ini justru dijadikan bukti oleh Fitri sebagai kasus pencemaran nama baik (Rachmawati, 2020). Febi terjerat kasus pidana berdasarkan UU ITE Pasal 27 ayat 3 yang mengatur tentang penghinaan dan pencemaran nama baik. Akhirnya berdasarkan keputusan hakim, Febi dijerat hukuman 1,5 tahun penjara.

3. Penghinaan SARA

Segala bentuk penghinaan yang berkaitan dengan unsur SARA (Suku,Agama,Ras, dan Antargolongan) bisa menjadi kasus pidana berdasarkan UU ITE Pasal 28 ayat 2 yang menyatakan setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Sedangkan sanksi terkait pasal tersebut terdapat dalam UU No.19 tahun 2016 Pasal 45A ayat 2 yaitu, segala tindak pidana yang dimaksudkan dalam UU ITE Pasal 27 ayat 2 dapat dipidana paling lama enam tahun penjara dan/atau denda sebanyak Rp 1.000.000.000 (Sitompul,2018).

Salah satu kasus cyberbullying yang terkait dengan SARA adalah kasus pemilik instagram @rif_opposite. Tersangka yang berinisial MAM dibekuk polisi pada 25 Juli 2019 lalu karena tuduhan penyebaran berita bohong dan kebencian SARA. Dilansir dari merdeka.com, akun Instagram @rif_opposite memiliki 1.896 pengikut dan telah mengunggah 2.542 postingan dengan berbagai konten provokatif. Di antaranya menyinggung para tokoh pemerintahan, mantan presiden, sosok agamawan, institusi Polri, KPU, dan lembaga penghitungan cepat atau quick count (Merdeka, 2019). Konten yang dibuatnya terkait SARA adalah tentang orang islam kafir dari China dan kejahatan TNI kepada rakyat. Atas perbuatannya MAM diberikan sanksi terkait pasal berlapis dan terancam hukuman sepuluh tahun penjara dan denda sebanyak Rp. 1.000.000.000.


Berdasarkan bentuk-bentuk tindakan cyberbullying serta tindak pidana yang didapatkan berdasarkan penelitian, tentu saja terdapat beberapa cara sebagai bentuk pencegahan agar terhindar dari tindakan cyberbullying.  Salah satunya adalah sikap saling menghargai, dengan saling menghargai perbedaan yang ada baik ras, suku, budaya, dan agama maka kehidupan di tengah adanya perbedaan akan terasa tentram dan nyaman tanpa adanya hinaan. Selain itu, tetap berpikir positif juga bisa menjadi salah satu cara pencegahan untuk melakukan komentar negatif. Seseorang yang terbiasa berpikir positif terhadap orang lain, akan lebih kecil kemungkinannya untuk mengeluarkan komentar negatif terhadap orang lain. Menyadari bahwa pemerintah terus mengawasi penggunaan media sosial juga bisa menjadi cara pencegahan untuk melakukan cyberbullying. Karena seseorang yang mengetahui bahwa pemerintah tengah mengawasi pergerakan tiap-tiap komentar melalui media sosial, akan merasa was-was ketika akan berkomentar negatif tentang suatu hal. Tentu saja hal ini meminimalisir adanya komentar negatif di tiap-tiap unggahan khususnya Instagram. Maka dari itu, kita sebagai generasi muda harus memiliki edukasi tentang bijak dalam menggunakan media sosial, bahkan mengajak orang lain untuk bijak menggunakan media sosial.

PENUTUP

Cyberbullying yang terjadi pada media sosial berbasis aplikasi Instagram dapat menjerat para pelakunya kepada kasus pidana. Bahkan, hal kecil yang menyinggung perasaan pihak yang dirugikan bisa dilaporkan kepada pihak yang berwajib dengan disertai bukti-bukti yang valid berdasarkan aturan Undang-Undang yang berlaku. Apabila pengguna media sosial telah ditetapkan sebagai tersangka, maka tindak pidana akan dilanjutkan dan diberikan sanksi sesuai dengan tindak kejahatan yang dilakukan dan pasal perundang-undangan yang berlaku. Namun, tentu saja ada beberapa cara yang dapat dilakukan sebagai bentuk pencegahan dari terjadinya cyberbullying  berupa menerapkan hal-hal positif dari dalam diri sendiri. Kita sebagai generasi muda harus bisa menerapkan nilai-nilai positif dan bijak dalam menggunakan media sosial.

REFERENSI

Agustina, Susanti. (2020, Juni 17). Media Sosial, Tak Sekadar Jaringan Pertemanan. Kompas.id. Diakses pada 11 Januari 2021. https://kompas.id/baca/telaah/2020/06/17/media-sosial-tak-sekadar-jaringan-pertemanan.

Ambar & Nani. (2014). E-Commerce Dalam Perspektif Perlindungan Konsumen.
PRO-BANK, Jurnal Ekonomi &Bisnis, 1 (2), 8.

DSLA. (2020, Juli) Cyberbullying: Pengertian, Dampak & Kasus Cyberbullying di Indonesia. dslalawfirm.com. Diakses pada 11 Januari 2021. https://www.dslalawfirm.com/cyberbullying/.

Fitransyah, R.R., & Waliyanti, E. (2018). PERILAKU CYBERBULLYING DENGAN MEDIA INSTAGRAM PADA REMAJA DI YOGYAKARTA. Indonesian Journal Of Nursing Practices, 2(1), 37-38.

 Hutomo, Dimas. (2019, 4 Januari). Adakah Syarat Khusus Melaporkan Kasus Penyebaran Konten Asusila?. hukumonline.com. Diakses pada 13 Januari 2021. https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5c1880c327d3b/adakah-syarat-khusus-melaporkan-kasus-penyebaran-konten-asusila/.

Moleong, L.J. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Putra, N.P., (2019, 1 Juli). Sebar Ujaran Kebencian, Pemilik Akun Instagram @rif_opposite Diciduk. Merdeka.com. Diakses pada 16 Januari 2021. https://www.merdeka.com/peristiwa/sebar-ujaran-kebencian-pemilik-akun-instagram-rifopposite-diciduk.html.

Rachmawati. (2020, 10 Januari). Tagih Utang Rp 70 Juta Lewat Instagram, Wanita di Medan Jadi Terdakwa Pencemaran Nama Baik. Kompas.com. Diakses pada 15 Januari 2021. https://regional.kompas.com/read/2020/01/10/07010001/tagih-utang-rp-70-juta-lewat-instagram-wanita-di-medan-jadi-terdakwa.

Sitompul, Josua. (2018, 25 Juli). Pencemaran Nama Baik di Media Sosial, Delik Biasa atau Aduan?. hukumonline.com. Diakses pada 13 Januari 2021. https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt520aa5d4cedab/pencemaran-nama-baik-di-media-sosial--delik-biasa-atau-aduan/.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun