Mohon tunggu...
Naufal Rizky Ramanda
Naufal Rizky Ramanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Pengaruh Ibu Tidak Bekerja terhadap Pengelolaan Aktivitas Dalam Keluarga

19 November 2022   14:52 Diperbarui: 19 November 2022   15:16 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
promediateknologi.com

Berbicara mengenai ibu rumah tangga tentu yang terlintas di benak kita adalah para kaum perempuan yang telah menikah dan membina hubungan rumah tangga dengan lelaki yang telah menjadi pendamping hidup mereka. Ibu yang tidak bekerja memiliki tanggung jawab untuk mengatur rumah tangga dan manajemen aktivitas dalam keluarga. Kebanyakan pekerjaan yang dilakukan ibu di rumah meliputi belanja kebutuhan rumah tangga, memasak, membersihkan rumah, dan merawat anak. 

Memutuskan untuk menjadi ibu yang tidak bekerja tentu memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Walaupun dengan menjadi ibu tidak bekerja tidak dapat membantu suami dalam hal finansial keluarga, akan tetapi para ibu rumah tangga memiliki waktu yang lebih banyak untuk berkumpul dengan keluarga, bisa memaksimalkan urusan rumah tangga, serta merawat dan mendidik anak dengan lebih maksimal.

Seorang ibu berpengaruh besar dalam keluarga, salah satunya terhadap perkembangan anak, karena ia merupakan sosialisasi dan pendidikan pertama bagi anaknya. Ibu yang tidak bekerja dapat lebih memantau kondisi perkembangan anak dan memahami bagaimana sifat dari anak-anaknya karena sebagian besar waktu yang dimilikinya dihabiskan di rumah.

Ibu bisa menjadi tempat untuk bersandar bagi anak-anaknya bahkan bisa menjadi pusat pendidikan dan panutan bagi anak, sehingga anak menjadi merasa nyaman dengan ibunya. Mayoritas waktu yang dipergunakan oleh ibu rumah tangga di rumah adalah untuk mengajarkan dan memelihara anak-anaknya dengan pola asuh yang baik dan benar.

Terdapat beberapa pola pengasuhan anak. Pertama, pola pengasuhan otoriter (authoritarian parenting) merupakan gaya pengasuhan yang membatasi dan menghukum, dimana orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan mereka. Kedua, pola pengasuhan demokratis (authoritative parenting) merupakan gaya pengasuhan yang mendorong anak untuk mandiri namun masih menerapkan batas dan kendali pada tindakan mereka. 

Ketiga, pola pengasuhan membiarkan (permissive indulgent) merupakan gaya pengasuhan di mana orang tua sangat terlibat dengan anak - anak mereka tetapi hanya sedikit menuntut atau mengendalikan mereka. Keempat, pola asuh mengabaikan (permissive indiferent) merupakan gaya pengasuhan dimana orang tua tidak terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka.

Sebagai seorang ibu yang memiliki peran penting di dalam keluarga, maka seorang ibu memiliki tanggung jawab atau tugas - tugas yang harus dijalankan dengan baik. Adapun tugas - tugas seorang ibu yaitu mengasuh, mengajar, membina, mendidik seorang bayi hingga tumbuh menjadi anak, remaja, dan dewasa. 

Mengembangkan karier untuk mencari nafkah guna menopang ekonomi keluarga. Melakukan tugas-tugas domestik kerumahtanggaan seperti; memasak, mencuci, dan menjaga kebersihan rumah. Mengajar dan mendidik bayi untuk menerima makanan yang bermanfaat bagi pertumbuhannya. 

Melatih bayi agar mampu berjalan, berbicara, dan bergaul dengan orang tua dalam keluarga seorang ibu yang bekerja juga memiliki kewajiban untuk mengasuh anak-anaknya di sela waktunya setelah bekerja. Untuk dapat memberikan kualitas yang baik, seorang ibu yang bekerja harus dapat mengimbangi waktu antara pekerjaan dan keluarganya.

Seorang ibu umumnya memiliki metode pola pengasuhan anak yang berbeda-beda. Adapun pola pengasuhan anak yang baik adalah pola pengasuhan dengan mengedepankan interaksi dan komunikasi yang penuh perhatian. 

Sehingga hal ini dapat menjadikan anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi individu yang dewasa, serta dapat menciptakan kondisi harmonis dalam keluarga dan lingkungan masyarakat. Jika dilihat dari pola pengasuhannya, seorang ibu yang tidak bekerja cenderung memiliki pola asuh demokratis (authoritative parenting). Berdasarkan teori pola asuh menurut Baumrind dalam (Santrock, 2003:185), pola asuh demokratis merupakan pola asuh yang dimana orang tua secara penuh dapat mengendalikan dan mendorong anak karena faktor waktu yang cukup untuk anak.

Bukan tanpa alasan, seorang ibu yang tidak bekerja umumnya memiliki pola asuh demokratis dikarenakan waktu yang dimiliki seorang ibu tersebut sangat cukup dengan anak. Seorang ibu yang tidak bekerja lebih mengerti dan mengutamakan pemahaman terhadap perasaan, keinginan, dan tidak banyak dalam menggunakan kontrol, sehingga anak yang dibesarkan dengan pola asuh demokratis ini dimungkinkan dapat mengekspresikan pendapatnya dengan bebas dan melakukan apa yang diinginkan tanpa harus melewati batas atau aturan yang ditetapkan oleh orang tuanya. Secara sosial, anak dengan pola asuh demokratis akan mampu menggunakan hal-hal yang diterima secara sosial untuk mengontrol perilakunya secara emosional.

Ibu yang tidak bekerja cenderung memiliki waktu yang lebih banyak yang dapat digunakan bersama anak mereka. Seorang ibu dapat mengatur pola makan anak, sehingga anak-anak mereka makan makanan yang sehat dan bergizi. 

Mereka juga dapat melatih dan mendidik anak, sehingga perkembangan bahasa dan prestasi akademik anak lebih baik jika dibandingkan dengan anak ibu yang bekerja. Kemudian untuk ibu tidak bekerja yang memiliki anak pra balita lebih terpenuhi untuk ASI eksklusifnya. Karena menurut rekomendasi dari The American Academy of Pediatrics (AAP), diharapkan para ibu untuk memberikan ASI eksklusif enam bulan setelah kelahiran dan diteruskan sampai anak berumur satu tahun.

Namun adapun dampak negatif ibu tidak bekerja terhadap perekonomian keluarga. Peran ganda ibu sebagai ibu rumah tangga dan sebagai pencari nafkah semakin dibutuhkan seiring dengan kemajuan teknologi. Jika ibu tidak bekerja terkadang kebutuhan dalam rumah tangga kurang tercukupi hal ini membuat hubungan dalam keluarga akan sedikit kurang harmonis. Hal ini juga membuat dampak negatif terhadap pola asuh anak. Jika keluarga merasa kurang dalam kebutuhan, maka pola asuh anak akan berdampak buruk juga. Untuk itu perlu adanya komunikasi dalam keluarga terkait ekonomi dan pola asuh karena dua hal ini saling berhubungan.

Sesuai dengan yang sudah dipaparkan, ibu tidak bekerja memiliki privilege (keuntungan) yang lebih besar dalam hal pola asuh anak dibandingkan dengan ibu yang bekerja. Maka dari itu, akan lebih baik jika privilege tersebut dimanfaatkan dengan baik dengan pemilihan pola asuh anak yang tepat agar terhindar dari dampak - dampak negatif. Akan sangat disayangkan jika seorang ibu yang tidak bekerja memilih pola asuh anak yang salah karena hal tersebut akan berdampak terhadap kesehatan fisik maupun mental anak. 

Contoh pola asuh anak yang dapat diaplikasikan oleh seorang ibu yang tidak bekerja adalah pola pengasuhan demokratis yang memanfaatkan waktu luang yang dimiliki oleh seorang ibu tidak bekerja untuk meningkatkan kualitas hubungan dengan anak - anaknya.

Clarend Najmi Boty, Dwi Bayu Saputra, Madyo Prasetyo, Naufal Rizky Ramanda, Putri Zaharani Pratiwi, Yulina Eva Riani, SP., M.Ed., Ph.D dan Dr. Ir. Istiqlaliyah Musflikhati, M.Si. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, IPB University.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun