Mohon tunggu...
Natri Sutanti
Natri Sutanti Mohon Tunggu... Pengajar

Hobi saya membaca, jalan-jalan dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Gaya Mengajar ASN Millennial Perlu Menjawab Tuntutan Zaman Digital

15 September 2022   06:00 Diperbarui: 16 September 2022   04:29 924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Digital skill, hal ini mampu mendorong tercapainya kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan selama era digital 4.0. 

Menurut Amin (2018) karakteristik yang menonjol dalam era tersebut adalah pemberdayaan strategis, pemasaran cerdas, kepekaan dalam melihat permintaan, perencanaan kolaboratif, perencanaan berbasis skenario, sistem pengadaan yang cerdas dan inovatif, analitik layanan, dan kecakapan dalam memprediksi. 

Hal-hal ini tentu saja membutuhkan dukungan kecakapan digital yang perlu dimiliki oleh pengajar dan sekaligus apa yang perlu dikembangkan pada mahasiswa. 

Usaha yang perlu dilakukan untuk dapat bertahan dalam gerusan era digital adalah dengan mengembangkan kemampuan analisis, critical thinking, familiar dengan teknologi, penyelesaian masalah yang efektif, leadership, inovasi dan kreativitas (Taneja, S. & Nayak, S., 2022).

Salah satu studi menarik yang dilakukan di Bangladesh terhadap para mahasiswa sarjana dan pascasarjana, menemukan bahwa sebenarnya mahasiswa telah menyadari perubahan pasar kerja dan mereka sudah berusaha menyesuaikan kemampuan yang perlu dimiliki sejak awal kuliah namun demikian mereka belum mempersiapkan berbagai tantangan yang akan ditemui di era industrial 4.0 (Islam, 2022). 

Hal ini mungkin juga tidak jauh berbeda dengan yang ada di Indonesia. Oleh karena itu sebagai pengajar yang saya sebut sebagai ASN millennial nampaknya terobosan baru dalam memfasilitasi proses belajar diperlukan. Tiga hal yang mungkin dilakukan antara lain penyediaan bahan ajar yang luas, penugasan yang menekankan pada kreativitas dan kolaborasi, serta budaya diskusi akademis yang kritis dan santun.

Penyediaan bahan ajar yang luas nampaknya sudah tercapai dengan baik saat ini. Hanya saja budaya berliterasi digital yang nampaknya belum muncul secara signifikan. Mahasiswa perlu didorong untuk secara mandiri menemukan dan membaca berbagai sumber sebelum perkuliahan dimulai. 

Bahkan jika memungkinkan pembelajaran kelas hanyalah sebagai wadah diskusi ilmiah dari berbagai bacaannya telah mereka baca tidak lagi pengajar yang selalu memberikan penjelasan. 

Sebelum perkuliahan dimulai, bahan ajar sudah dibagikan dan mahasiswa diminta untuk membaca secara mandiri dan kemudian melakukan eksplorasi bahan ajar melalui smartphone yang mereka miliki. Sehingga, diskusi kelas lebih hidup dan interaktif karena masing-masing mahasiswa sudah memiliki bahan diskusi. Sayangnya, penerapan budaya berliterasi digital atau sering dikenal digital culture masih belum berkembang khususnya dari apa yang saya amati. 

Bahkan ketika materi pembelajaran telah di-sharing secara digital, namun mahasiswa masih belum terbiasa secara mandiri mengeksplorasi bahan yang diberikan. Hal inilah yang kemudian membuat saya berpikir bahwa pembiasaan dalam berliterasi menjadi bagian penting di masa sekarang.

Kedua, penugasan yang menekankan pada kreativitas dan kolaborasi. Saya sangat yakin bahwa para dosen saat ini telah mengarahkan pada penugasan yang lebih menekankan pada kreativitas dan kolaborasi antar mahasiswa misalnya dengan penugasan kelompok dan project bersama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun