"Mbak Ina, ini dicari mas Ian", teriak pakdhe dengan riang sampai-sampai satu rumah mendengarnya, padahal hanya berjarak 2 meter sajaku.
"Oiya pakdhe, terimakasih", jawabku.
"Nggih nggih monggo, mas Ian, Â mbak Ina", pamit pakdhe.
"Huft, ngapain lagi si manusia satu ini, dateng pagi-pagi ganggu aja", batinku.
Aku beranjak dari sofa ruang keluarga menuju ke ruang tamu. Berat hati menemuinya, malu, campur aduk.
"Pagi cantik, tumben udah bangun, udah gak marah lagi kan ya?", sapanya.
"Idih, aku rajin ya, maaf, gak marah sih cuma sebel aja", jawabku dengan nada kesal.
"Udahlah, jangan marah, pagi-pagi udah marah aja", godanya.
"Iya deh iya, kenapa pagi-pagi ke sini?" tanyaku.
"Jadi gini, yang pertama, aku mau minta maaf karena kejadian semalem, udah merusak malam indahmu hehe, yang kedua, ini aku bawain soto bawah pohon waru, kesukaan kita dulu, semoga kamu masih suka", jawabnya.
"Eh yaampun, masih tau aja kesukaanku, aku kangen.." jawabku.