“Memang sudah sampai mana disertasinya?” tanyaku.
“Sudah selesai, tinggal revisi. Ini sudah dua kali revisi”, ucapnya.
“Berarti ketemu promotor sekali lagi saja pasti selesai, kan?”, sahutku sembari duduk di sebuah kursi.
“Ini sudah dua kali saya cari beliau belum ketemu. Belum promotor dua”, Sahutnya.
“Alah… itu biasalah… Tapi sekarang kan nggak seperti dulu. Aku dulu rasanya berdarah-darah urusan begini”, jawabku.
“Iya sih, tapi kalau bisa saya berharapnya bisa segera selesai, soalnya saya kan harus urus ini itu. Belum mikir anak-anak saya gimana. Saya single parent, pak. Kalau nggak segera selesai rasanya pontang-panting ke sana ke mari”, keluhnya.
“Itu sih tergantung kita ngatur waktu saja. Saya juga single parent. Biasa saja”, sahutku datar tetapi sepertinya terkejut mendengar jawabanku.
“Bedalah… Kalau bisa lebih cepat kan saya tidak perlu bolak-balik” sahutnya sedikit memaksa.
“Oke gini aja, aku video call beliau saja sekarang”, sahutnya sambil video call.
“Ada apa pak?” Sapa prof. Rahmat
“Ini dicari mahasiswa. Kapan professor ada waktu?” jawabku.