Aku masih ingat jelas setiap detail lekuk tubuhnya, lembut kulitnya, ikal rambutnya, bau tubuhnya hingga stretch mark yang menghiasi pinggang, perut hingga pahanya. Aku masih ingat desah nafasnya, detak jantungnya, pelukan dan caranya bergelayut manja. Rasanya cukup bagiku bercinta dengan semua kenangan bersamanya.Â
Selebihnya, aku merasa bisa menghadapi semuanya sendirian. Aku masih bekerja, punya usaha dan satu-satunya misi hidupku hanyalah membesarkan anak-anakku.
Aku merasa tinggal satu tugas hidup yang tersisa untukku. menjadi penyemangat bagi anak-anakku, meski kusadari semangat hidupku sendiri sebenarnya kian redup dan hampir sirna tak tersisa. Kepergian istriku telah membuat jiwaku begitu rapuh menatap hidup dan masa depanku sendiri.Â
Kepergian istri yang begitu tiba-tiba membuatku merasa jarak antara hidup dan mati terasa begitu tipis. Kekhawatiran terbesarku hanyalah satu, soal nasib anak-anakku bila Tuhan tiba-tiba memanggilku sementara mereka belum mandiri. Meski tertatih-tatih, aku berusaha bangkit dan menjalani hari-hariku semampuku.
Seorang ayah memang kadang tertuntut untuk berani berperan melampaui batasan manusia biasa. Selelah dan serapuh apapun keadaan jiwa dan raga, selagi nyawa masih di kandung badan, seorang ayah harus selalu kuat, terlihat kuat dan mampu menguatkan.
--***--
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI