Mohon tunggu...
Nara Ahirullah
Nara Ahirullah Mohon Tunggu... Konsultan - @ Surabaya - Jawa Timur

Jurnalis | Pengelola Sampah | Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO) | Tenaga Ahli Sekolah Sampah Nusantara (SSN) | Konsultan, Edukator dan Pendamping Program Pengelolaan Sampah Kawasan. Email: nurrahmadahirullah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Menkeu Harus Dorong Industri Daur Ulang Sampah

12 Desember 2022   10:03 Diperbarui: 12 Desember 2022   19:03 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada lagi dasar yang bisa dipakai dalam pemberian keringanan pada pengusaha berbahan baku daur ulang kecuali UUPS Pasal 21 ayat (1) huruf a. Yaitu, karena pengusaha tersebut telah membantu negara dalam upaya menyelesaikan masalah sampah dengan cara mengurangi sampah yang diolah sebagai bahan baku produknya. 

Menkeu baru memberi keringanan PPN pada pengusaha berbahan baku daur ulang jika pengusaha itu telah memiliki mitra dan membina pengelola sampah. Para pengelola sampah yang dibina itulah yang selanjutnya menjadi rantai pasok bahan baku daur ulang mereka. 

Dalam proses pembinaan mitra pengelola sampah sebagai rantai pasok itu pengusaha harus mengeluarkan biaya. Duit yang dikeluarkan untuk pembinaan itu akan terganti dari keringanan PPN yang diberikan Menkeu.

Pengusaha dengan bahan baku daur ulang tidak bisa hanya meminta pengurangan PPN dengan alasan kosong. Karena itulah upaya sejumlah pengusaha dengan bahan baku daur ulang sampah tak pernah digubris Menkeu. 

Menkeu tentu tak bisa hanya diberitahu bahwa bahan baku para pengusaha daur ulang itu berasal dari sampah. Jika tidak ada informasi, data, dan fakta bahwa bahan baku daur ulang itu benar-benar dari sampah dan berdampak pada pengurangan masalah sampah di Indonesia.

Ada sedikitnya empat pihak dalam rantai insentif. Antara lain masyarakat sebagai penimbul sampah, pengelola sampah, pengolah sampah, dan industri berbahan baku daur ulang. Semua harus ada untuk bisa membuktikan bahwa bahan baku daur ulang benar-benar dari sampah dan setiap pihak patut menerima insentif.


Tidak Perlu Impor Sampah Lagi

Dengan alasan volume collecting bahan baku daur ulang sampah di Indonesia kecil, sejumlah pengusaha mengimpor sampah dari luar negeri. Hal ini sudah jadi rahasia umum di kalangan pengusaha berbahan daur ulang sampah dengan pemerintah terkait.

Sampah plastik dan kertas adalah bahan baku daur ulang yang paling banyak diimpor. Sejumlah negara dengan senang hati mengekspor sampahnya ke Indonesia. Apalagi jika pengekspor sampah bisa gratis mengirim sampahnya ke Indonesia, bahkan sampai ada yang membeli sampah itu juga.

Seharusnya negara-negara pembuang sampah itu membayar jasa lingkungan pada Indonesia, tapi ini justru sebaliknya. Bersama impor sampah ini datang masalah baru. Karena negara pengekspor sampah mulai curang dengan memasukkan sampah residu ke dalam kontainer-kontainer sampah yang dikirim ke Indonesia. Sampai-sampai Indonesia terkenal oleh sejumlah negara sebagai tempat pembuangan sampah.

Di banyak tempat sudah banyak ditemukan buangan residu atau sampah sisa sampah impor. Pengusaha pengimpor sampah bingung ke mana akan membuangnya. Akhirnya ada yang dibuang ke TPA atau ditumpuk dan dibakar ke tanah-tanah lapang yang mereka sewa untuk jadi TPA ilegal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun