Diperlukan penerapan prinsip Zero Delta Q, sebagai pelengkap (on top) dari program gerakan rehabilitasi hutan dan lahan (Gerhan) yang dampaknya terhadap pengurangan debit puncak banjir (DPB) perlu waktu > 3 tahun. Mengingat penting dan mendasarnya perubahan debit aliran akibat perubahan tata guna lahan terkait kegiatan pembangunan dan budidaya, sejak awal diterbitkannya UU No 26/2007 tentang Penataan Ruang diikuti PP tata Ruang Nasional dan semua Rencana Detail Tata Ruang Provinsi, Kabupaten dan Kawasan Khusus telah tercantum persyaratan prinsip Zero Delta Q.
Artinya setiap pemilik tanah (perorangan), perkantoran, kompleks pendidikan&pelatihan dan atau pengembang (badan hukum): perumahan, areal industri, pusat perdagangan, bandara, jaringan jalan, areal olah raga terbuka, perkebunan, HTI, dan kawasan pertambangan harus betul-betul bertanggung jawab membuat / membangun sarana panen / tampungan / tandon air hujan untuk menjaga agar debit aliran yang keluar dari kawasannya tetap sama seperti sebelum adanya alih fungsi lahannya, tidak memperbesar DPB.
Untuk semua lahan kawasan DAS bagian tengah dan hilir termasuk kawasan pesisir / pantai, selama musim hujan, tanggung jawab terhadap hujan lokal / setempat, adalah pada para pemilik atau pengelola lahan sub-sub DAS atau daerah tangkapan air (DTA) setempat. Untuk itu mereka wajib melakukan upaya panen hujan dan sekaligus menampungnya dalam tandon-tandon air, supaya di satu pihak kejadian banjir di bagian hilir dapat dicegah, tetapi di pihak lain air yang ditahan/ditandon dapat sebagai cadangan untuk digunakan kemudian. Air dalam tandon dapat juga diresapkan ke dalam Akuifer (lapisan pengandung air tanah) untuk mengisi atau mengimbuh cadangan / cekungan air tanah (CAT) melalui SR atau Sumur Imbuhan atau Sumur Injeksi dan LB.
Terlihat bahwa prinsip panen hujan disertai tandon / tampungan air adalah hampir sama dengan solusi masalah banjir dan kekeringan dengan pembangunan sarana waduk banjir atau waduk serbaguna, hanya saja pada gagasan ini, dimensi waduk atau tandon air akan relatif kecil namun jumlahnya akan banyak sekali (jutaan) dengan pembiayaan pemilik lahan atau subsidi pemerintah.
2. Proses Aliran Air dalam Tanah, Keberadaan Air Tanah, Akuifer, dan CAT.
(1)- Pembuatan Sumur Bor Dalam (SBD -tube-well). Jika Anda mengikuti proses pengeboran pembuatan sumur bor, atau membuat sumur gali, maka setelah kedalaman bor / galian tertentu pasti ketemu air. Air inilah yang disebut Air Tanah (groundwater). Definisi “Air Tanah (AT) adalah air yang terdapat di dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah”. Tempat AT berada / terkandung adalah lapisan tanah porous dan permeable dengan tebal tertentu dinamai Akuifer. Definisi “Akuifer adalah lapisan tanah atau batuan jenuh AT yang dapat menyimpan dan meneruskan AT dalam jumlah cukup dan ekonomis”. Adapun muka air pada sumur bor atau sumur galian disebut muka air tanah (MAT Freatik - water table). Sambil pengeboran berlangsung, juga dilakukan pengambilan sampel (contoh) pada seluruh kedalaman untuk menetapkan desain sumur selubung pipa (PVC atau Fiberglass) yaitu lokasi dan panjang saringan (screen) atau lubang – lubang pada pipa untuk jalan masuk air dari Akuifer ke dalam sumur.
Katakanlah SBD sudah selesai, pompa kapasitas 6 l / det sudah terpasang. Jika Pompa kita hidupkan, dalam beberapa saat air akan keluar debitnya 6 l / d, lalu muka air di sumur langsung menurun (drawdown), berlanjut kita jalankan pompa 1 jam, terjadi drawdown sumur sebesar 3 m dan tidak turun lagi (stabil). Mari kita lihat proses apa yang terjadi antara pompa, sumur dan Aukifer. Kalau kita hitung total volume air yang kita pompa, banyaknya adalah 1 jam x 3600 d / jam x 6 l / d = 21.600 liter, bandingkan terhadap volume air dengan 3 m drawdown sumur, yang hanya 3 m x luas tampang pipa sumur diameter 30 cm = 212 liter, selisihnya besar sekali.
Simpulannya adalah, debit aliran air pompa 6 l / d jelas berasal dari Akuifer. Yang berarti di dalam Akuifer tersebut terjadi proses aliran air yang kontinyu karena lapisan tanah tersebut mempunyai nilai permeability yang baik. Permeability tanah adalah ukuran kelolosan air dapat mengalir dalam medium tanah atau batuan tertentu satuannya mm / d. Dalam disiplin Air Tanah kapasitas suatu sumur lazimnya dinyatakan dengan Debit Pompa setiap 1 m drawdown, disebut Debit Spesific (Specific Discharge) = l / d / m. Untuk contoh di atas Debit Spesifik SBD tersebut adalah 6 l / d : 3 m = 2 l / d / m.
(2)- Sifat – sifat Litologi Tanah. Selanjutnya kalau kita mengamati profil / litologi sampel hasil – hasil pengeboran tanah di berbagai lokasi, setiap orang akan bisa paham bahwa lapisan-lapisan tanah kerak bumi mulai dari muka tanah ke bawah akan dapat berupa : tanah lempung (silt) lempung campur tanah liat, tanah liat (clay) campur lempung, tanah liat (clay), tanah liat berpasir, pasir (sands) , pasir campur krikil halus, krikil , batuan tuf, batuan keras.
Bayangkan kita mengamati satu sampel tanah berbentuk kotak volume V. Sampel itu pasti terdiri atas berbaga i ukuran partikel padat (solid) teronggok bersama, dengan ruang – ruang di antara partikel – partikel disebut Voids (kekosongan). Voids ini umumnya terisi campuran udara dan air, tetapi dalam keadaan tertentu mungkin seluruhnya udara atau seluruhnya air. Kemudian bayangkan sampel tanah yang sama, partikel padatnya kita satukan menjadi volume padat Vp, juga volume ruang-ruang kosong kita satukan menjadi volume voids Vv. Dengan demikian volume Voids = Vair + Vudara = Va + Vu
Dari mengaitkan antara Vv = Va + Vu; Vp; dan V kita akan paham beberapa definisi yang dapat mencerminkan sifa-sifat tanah yaitu: (i) Rasio Voids adalah Perbandingan Vv dan Vs à e = Vv / Vp. Volume total sampel V = 1 + e; (ii) Porosity adalah perbandingan Vv dan V sampel à n = Vv / V atau n = e / 1 + e; dan (iii) Tingkat saturasi (kejenuhan) adalah perbandingan Va dan Vv à Sr = Vw / Vv atau Persentase saturasi = Sr x 100. Adapun Voids dalam tanah di bawah muka air tanah (water table) dipahami seluruhnya terisi air, dalam kasus ini tingkat saturasi adalah 1 atau 100 persen.