Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Patriarki Sebelah Kaki

23 Oktober 2020   02:12 Diperbarui: 23 Oktober 2020   17:53 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Christin Hume on Unsplash

Danang masih diam di sebelah Ratri. Keduanya tengah duduk di tepi kolam rumah mereka malam itu. Air kolam sesekali berpendar-pendar menerima taburan gerimis yang hilang timbul. Langit berselimut mendung kelabu. Malam tampak kelam tanpa bintang. 

Lampu temaram yang mengitarinya menebar cahaya redup, menambah suasana yang seharusnya menenangkan. Akan tetapi, yang dirasakan Danang malah sebaliknya. Ia menyadari Ratri tengah kesal kepadanya. 

Ia pun kebingungan mencari alasan yang membuatnya tidak lagi menyanggah ucapannya. Angin sekali lagi menebarkan hawa dingin. Ia melihat Ratri sekilas mendesis kedinginan. Maka, ia pun segera melepas jaketnya, kemudian diselimutkannya ke tubuh Ratri.

                "Kamu tidak merasa kedinginan?" Ratri menatap wajahnya. Ia menggeleng. Ia memang benar-benar tidak merasakan kedinginan, bahkan di dalam tubuhnya terasa panas oleh kekecewaan yang ditujukan kepada dirinya sendiri.

                "Seharusnya jika Wining ingin menerapkan tradisi patriarki, harus total dong,"gerutu Ratri.

                "Total bagaimana?"

                "Bukankah ia rela berhenti menjadi sekretarismu jika Kamu menikahinya?"

                "Lalu, apa kaitannya dengan patriarki?"

                "itu berarti, ia rela bergantung kepadamu, menyerahkan hidup dan matinya hanya untuk mengabdi kepadamu,"Ratri menghela napas                     sebelum melanjutkan ucapannya,

                "Dengan dalih rela mengabdikan dirinya kepadamu, bagiku ia telah mendukung tradisi patriarki,"ia pun buru-buru melanjutkan,

                "Tapi ia tidak salah. Justru keinginan yang sangat cerdas. Ia tahu gajimu lebih dari cukup untuk memanjakannya. Ia bisa keluar dari                      pekerjaannya, tinggal di rumah mewah dengan sekian pembantu. Perempuan mana yang tidak mau? Ia tentu sudah membayangkan                    bakal menjalani kehidupan bagaikan ratu."

                "Hanya saja, ia lupa pelajaran sejarah,"lanjutnya lagi. Danang sebetulnya kesal jika ada wanita mengomel, bahkan semua orang,                           bukan hanya Danang. Akan tetapi, omelan Ratri seringkali unik, sehingga bukan kesal yang dirasakan Danang, melainkan penasaran.

                "Apa kaitannya dengan sejarah?" tanya Danang keheranan.

                "Raja kan selalu kaya raya. Biasanya raja selain memiliki permaisuri, mereka pun memiliki banyak selir kan?"

Sampai di situ, Danang pun paham. Ratri tentu terluka dengan ungkapan-ungkapan Wining di media sosial yang sering dibuka tutup seolah ditujukan kepadanya agar dibaca. Dari situ Ratri dapat menyimpulkan bahwa demi mengabdi sebagai isteri Danang, ia rela keluar dari pekerjaannya semata hidup untuk melayani Danang sang raja.

Hal yang bukan merupakan kesalahan, bukankah Danang memang bagaikan raja? Sebagai direktur utama di perusahaannya, penghasilannya memang dapat mengguyur Wining dengan kemewahan.

                "Tekat menjadi selir demi mengabdi kepada sang raja terserah saja. Tapi ia lupa bahwa sang raja telah memiliki permaisuri,"Ratri                          sekali lagi menghela napas. Air matanya serasa sudah kering tercurah setiap malam begitu mengetahui perselingkuhan antara                               suaminya dengan sekretarisnya.

                "Dengan memamerkan unggahan-unggahan yang jelas-jelas memanasiku, ia ingin membuat aku pergi dari kehidupanmu kan?"

                "Itulah yang kukatakan ia tidak total menjalani tradisi patriarki. Yang enak-enak semisal tekat mengabdi kepada raja kaya, apa sih sulitnya, pasti sang raja bisa membayar pembantu, ia mau. Giliran sang raja memiliki isteri lain lagi, ia pun tak mau. Lalu ingin menyingkirkanku. Ia ingin memilikmu sendirian saja selamanya."

Danang termenung. Apa yang dikatakan Ratri memang benar adanya. Oleh karena itu, omelan Ratri yang menuntut perceraian tidak diturutinya. Ia yakin Ratri masih mencintainya. Emosinya yang membuatnya minta cerai hanyalah luapan dari kecemburuannya.

                "Sejujurnya, Wining itu memamerkan unggahan foto kebersamaan Kalian, untuk menyingkirkan aku atau ada tujuan lain?"

                "Tujuan apa?"

                "Kamu kan lagi terpesona dan ingin menikmati euforia tradisi patriarki setelah pelantikanmu sebagai direktur setahun lalu,"gerutu Ratri.

                "Atau...niat berpoligami itu sudah Kau munculkan seiring dengan tekatmu meraih prestasi? Berpoligami? Ow betapa senangnya. Terlebih tentu dapat Kau jalani dengan mulus di tradisi patriarki, kan?"lanjut Ratri mencurahkan yang mengendap di hatinya sejak beberapa bulan yang lalu.

                "Hmm...Semula ia mengunggah foto itu begitu saja tanpa seizinku. Tujuannya pun belum tentu untuk menyingkirkan Kamu. Bisa saja ia ingin pamer telah berhasil memacari direktur."

                "Lalu Kamu membiarkan saja, tanpa mengingat bagaimana hancur hatiku?"

                "Semula sudah kuingatkan sih. Tapi saat Kamu marah-marah, aku jadi kesal, lalu menyuruhnya mengunggah lagi dan lagi. Sekalian untuk memancing-mancing Pramita dan reaksimu."

                "Pramita karyawan baru itu?"

                "Bukan. Ia mantan pacarku yang dulu meninggalkanku sebelum aku mapan. Sudah kuberi isyarat untuk menunggu tapi tidak dihiraukan. giliran  tahu aku mapan dan telah memiliki Kamu, ia menyesal dan ingin balikan. "

                "Mengapa masih menyimpan dendam?"

                "Permintaan suaminya. Pramita memilih menjadi selirku atau tetap menjadi permaisurinya kendati tidak sekaya diriku? Lucunya, Pramita sesekali ragu antara mau dan tidak mau."

                "Maksudmu tidak mau denganmu?"

                "Bukan,"Danang tertawa kecil sambil menyeruput wedang jahe yang baru saja dituangkan ke gelas di depannya oleh Ratri.

                "Ragu. Maukah ia menjadi selir? Kan ia tahu aku sudah memiliki Kamu."

                "Wining maupun Pramita, sama-sama ingin menjadi permaisuri tanpa selir?" tanya Ratri. Danang pun mengangguk.

                "Lalu, mengapa Kamu pun penasaran pada reaksiku?" desak Ratri keheranan.

                "Aku kan ingin tahu, samakah Kamu dengan mereka berdua? Ketika Wining memamerkan foto kebersamaan denganku, bagaimana reaksimu?"

                "Kamu suamiku kan? Aku harus mempertahankan Kamu. Kecuali jika Kamu ingin menceraikan aku, silakan saja. Siapa takut?" Ratri mulai emosi. Amarah di wajahnya yang tertimpa sinar lampu kolam pada malam itu membuat Danang segera memeluknya demi menenangkannya.

                "Aku nggak menceraikan Kamu, kan?"

                "Kamu ingin tahu reaksiku, maukah aku bertukar posisi sebagai selir? Begitu?" Danang diam.

"Selagi aku masih sehat, enggak deh. Biarlah aku menjalani kesendirian seperti semula. Aku lahir dan mati sendirian. Seharusnya juga  berani hidup sendirian,"jawab Ratri sendu.

                "Aku mencintaimu dengan cinta karena cinta bukan karena kebendaan, mestinya aku pun berani meninggalkanmu tanpa luka akibat ingin bertahan pada kebendaan kan?" Hening sesaat. Keduanya terbawa suasana hati masing-masing.

                "Lalu, bagaimana dengan Wining dan Pramita?"

                "Ah, biar saja. Mereka kan wanita-wanita cantik. Pasti banyak yang mau...

                "Kalau aku? Nggak cantik? Nggak ada yang mau?" goda Ratri manyun, membuat Danang tertawa.

                "Bukan begitu,"jawab Danang mempererat pelukannya kepada isterinya itu.

                "Aku tidak dapat melupakan ikrar pernikahan kita,"jawab Danang.

                "Saat itu Kamu memperhatikanku yang tengah makan. Tiba-tiba saja Kamu mengatakan bahwa ibarat menikmati makanan, cobalah menikmati dengan sepenuh penghayatan seperti yang tengah kulakukan. Makanan dikunyah 32 kali baru ditelan. Rasakan nikmatnya. Rasakan kenyangnya di perut. Jika masih merasa lapar, baru boleh nambah lagi,"kenang Danang lima tahun lalu menjelang pinangan yang dilakukannya untuk Ratri.

                "Jadi, kelak jika aku masih lapar boleh nambah lagi?"tanya Danang tertawa.

                "Boleh, tapi jangan diniatkan sejak awal Kamu ingin makan empat piring dong,"seru Ratri sambil memeluknya dari belakang,"Niatnya tetap makan sepiring. Jika memang benar-benar kelaparan, harus bagaimana lagi?"

                "Masih ada lagi ikrar kita,"kata Ratri teringat pula pada ucapannya saat itu.

                "Setiap malam menjelang tidur, berniatlah untuk setia  sehari saja. Jika dalam sehari itu Kamu berhasil setia, berarti tekatmu berhasil."

                "Jika gagal?"

                "Kita evaluasi, barangkali kesalahan ada padaku. Janganlah berlaku tidak jujur, biar nyaman di hati."

                "iya, aku ingat."

                "Kamu selingkuh dengan Wining, tapi nggak segera berterus terang kepadaku,"Ratri merajuk sambil menuang air jahe dari teko.

                "Sebetulnya nggak selingkuh betulan sih. Kami kan dekat karena pekerjaan. Semula ia minta berfoto bareng dengan alasan manasi mantan pacarnya. Lalu...

                "Lalu apa?" Ratri bertanya tanpa menatap wajah suaminya.

                "Lalu...,"Danang diam sesaat memerhatikannya yang masih menunduk memainkan tali jaket yang dikenakannya.

                "Lalu, biarlah berlalu begitu saja. Aku masih ingin bersamamu entah sampai kapan.  Benar yang Kaukatakan. Wining dan Pramita melangkah menuju tradisi patriarki hanya dengan satu kaki, sedangkan kaki lainnya tidak rela. Untuk apa aku mencari masalah baru dengan mereka?"kata hati Danang masih dalam keraguan. Jangan-jangan esok atau lusa ia berubah pikiran? Bagaimanapun, uangnya memang berlebihan. BUkan hanya Wining dan Pramita yang antre.

               

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun