Untungnya rasa mengejar kesempurnaan tersebut segera saya hilangkan, saya kemudian mengambil sikap berusaha saja sebaik mungkin dan yakin bahwa proses yang benar akan mengarahkan kita kepada hasil yang maksimal.
Ternyata hal tersebut benar adanya. Dengan sikap tidak mengejar kesempurnaan, hasil studi saya ternyata menunjukkan hasil yang maksimal di sepanjang perkuliahan sampai dengan saat ini, sungguh di luar dugaan saya.
Jika kamu pernah mengalami hal-hal tersebut atau yang saya alami, selamat! Artinya kamu masih manusia sejati. Manusia yang perlu terus belajar dan paham arti kesempurnaan yang sesungguhnya.
Mari kita urai satu per satu benang merah hal ini dengan logis agar kita bisa bergerak maju.
Apa Itu Sikap Mengejar Kesempurnaan?
Beberapa riset mengenai sikap aim for perfection ini telah banyak dilakukan (sumber 1, sumber 2), di mana riset-riset tersebut masih berdebat mengenai dampak dari sikap mengejar kesempurnaan ini.
Sudut pandang yang satu mengatakan bahwa sikap mengejar kesempurnaan justru mampu membuat kita mengendalikan reaksi negatif dari pikiran yang akhirnya akan membuat kita memiliki rasa percaya diri tinggi.
Sudut pandang lain mengatakan sebaliknya, sikap mengejar kesempurnaan akan berakibat rasa percaya diri yang lebih rendah, kecemasan, yang akhirnya akan melemahkan kinerja. Persis yang saya alami.
Dua hal yang sangat bertolak belakang, bukan? Bagi saya pribadi, dua sudut pandang ini menjadi satu definisi yang jelas mengenai sikap mengejar kesempurnaan. Yaitu suatu sikap mental takut gagal dan memandang diri sebagai individu yang sempurna.
Kenapa hal ini penting? Yang menjadi permasalahan, seberapa pun kita berusaha meraih kesempurnaan tersebut, selalu saja ada orang-orang yang pasti akan bersikap negatif dan tidak “menyetujui” apa pun yang kita lakukan.
Bagi saya, berdasarkan pengalaman saya, kuncinya adalah bagaimana fokus kepada diri sendiri untuk melakukan yang terbaik.