Mohon tunggu...
Rheina Virnanda
Rheina Virnanda Mohon Tunggu... Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Mahasiswa jurusan Ilmu Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tanggapan Mengenai UU No. 3 Tahun 2025 Tentang Perubahan Atas UU No. 34 Tahun 2004

24 April 2025   11:02 Diperbarui: 24 April 2025   11:02 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Undang-Undang No. 3 Tahun 2025 membawa perubahan signifikan terhadap peran dan posisi TNI dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Perubahan ini menimbulkan berbagai respons dari masyarakat, akademisi, dan pengamat politik karena berpotensi memengaruhi prinsip demokrasi, supremasi sipil, serta keseimbangan antar cabang kekuasaan negara.

Salah satu poin krusial dari perubahan undang-undang ini adalah mengenai perluasan peran TNI di luar bidang pertahanan. Dalam UU sebelumnya, peran TNI dalam kehidupan sipil dibatasi secara ketat untuk mencegah kembalinya dwifungsi ABRI seperti pada masa Orde Baru. Namun dalam versi terbaru UU ini, terdapat celah hukum yang memungkinkan prajurit TNI aktif untuk menduduki jabatan-jabatan di lembaga sipil, termasuk kementerian, lembaga negara nonkementerian, hingga BUMN.

Dari sudut pandang ketatanegaraan, hal ini menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya tumpang tindih antara kekuasaan eksekutif dan militer, serta potensi berkurangnya kontrol sipil terhadap TNI. Dalam sistem demokrasi yang sehat, militer seharusnya tunduk kepada otoritas sipil, yaitu presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, serta diawasi secara ketat oleh lembaga legislatif (DPR). Namun, kekhawatiran masyarakat sangatlah wajar apalagi dengan adanya perluasan peran TNI di sektor-sektor nonmiliter, serta kembalinya peran dominan militer dalam politik sipil.

Dari sisi kekuasaan legislatif, DPR sebagai lembaga yang memiliki fungsi pengawasan dan pembentukan undang-undang, seharusnya menjadi pihak yang paling bertanggung jawab untuk memastikan bahwa segala bentuk kebijakan yang berkaitan dengan militer tidak menyalahi prinsip demokrasi dan tidak membahayakan kehidupan sipil. Jika DPR meloloskan undang-undang seperti ini tanpa kajian yang mendalam dan konsultasi publik yang luas, maka fungsi checks and balances dalam sistem demokrasi menjadi lemah.

Dari sisi kekuasaan eksekutif, Presiden memang memiliki wewenang sebagai panglima tertinggi TNI. Namun, peran ini tidak boleh diartikan sebagai justifikasi untuk memberi ruang terlalu luas kepada militer dalam ranah sipil. Dalam pelaksanaan kekuasaan eksekutif saat ini, terdapat indikasi kuat bahwa pemerintah ingin memanfaatkan TNI sebagai alat untuk memperkuat stabilitas dan kontrol birokrasi. Meski alasan yang digunakan bisa saja bersifat pragmatis, seperti menjaga stabilitas nasional atau mempercepat pembangunan, prinsip demokrasi tetap harus diperhatikan.

Sedangkan dari sisi kekuasaan yudisial, Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung memiliki peran penting untuk memastikan bahwa undang-undang yang dibuat tidak bertentangan dengan konstitusi. Jika ada pasal-pasal dalam UU No. 3 Tahun 2025 yang dinilai melanggar prinsip-prinsip konstitusional seperti pemisahan kekuasaan atau supremasi sipil, maka lembaga yudisial harus berani mengambil sikap melalui uji materiil.

Secara keseluruhan, UU ini memunculkan kekhawatiran bahwa Indonesia sedang melepaskan prinsip dasar reformasi 1998, yaitu mengembalikan militer ke barak dan menghapuskan dwifungsi ABRI. Dalam konteks ketatanegaraan Indonesia saat ini, perubahan ini berpotensi mengganggu keseimbangan kekuasaan, membuka peluang otoritarianisme, serta menurunkan kualitas demokrasi. Oleh karena itu, pengawasan publik dan sikap kritis dari lembaga-lembaga negara sangat dibutuhkan untuk menjaga agar peran TNI tetap sesuai dengan amanat reformasi dan UUD 1945.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun