Mohon tunggu...
Nanda ElfianaSugmaladewi
Nanda ElfianaSugmaladewi Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswi

Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Badai Petaka

22 November 2019   12:50 Diperbarui: 22 November 2019   13:31 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sore itu matahari terlihat malu menampakkan wajahnya. Langit biru terlihat kusam tanpa cahayanya. Senja yang biasanya memamerkan keelokan sinarnya lenyap tak terlihat. Sepertinya badai akan segera turun. Ku urungkan niatku untuk pergi ke hulu sungai Kapuas. Pikiranku tertuju pada Rio sahabat kecilku yang ingin kutemui hari ini. Namun, langit enggan bersahabat denganku, pertemuan yang telah lama ku nantikan harus terhalang oleh badai yang tak kunjung berhenti.

Aku melamun  diambang pintu berharap hujan segera berhenti. Kecemasan mulai menghantui pikiranku, tatkala melihat hujan turun dengan derasnya. Aku dan Rio telah membuat janji seminggu yang lalu untuk bertemu hari ini pukul 3 sore, saat ini jam telah menunjukkan pukul 15:30, namun sialnya hujan tak kunjung berhenti. Aku takut Rio kehujanan  menungguku  disana.

***

"Kring-Kring-kring" (suara bel sepeda). 

Lamunanku buyar seketika mendengar suara bel sepeda yang melintas di depan rumahku. Aku pun bergegas menuju sumber suara .

"Stop!!! maaf kek kemana kakek ingin pergi?" tanyaku

"saye hendak pergi ke Hulu Sungai nak" jawab kakek

" bolehkah aku titipkan pesan untuk seseorang yang menungguku dihulu sungai?" pintaku

"Ya, pesan apa itu nak?"tanya kakek

"Beritahu padanya, untuk menungguku hingga hujan reda"

"baiklah nak" jawab kakek

Aku lega telah menitipkan pesan kepada kakek tersebut. Namun hatiku masih saja diselimuti cemas, takut akan pesan yang kutitipkan tak tersampaikan. Masih mematung diambang pintu berharap matahari kembali diperaduannya. Harapanku sia-sia, hujan makin turun dengan derasnya.

"Sugma masuk nak! tutup pintu hujan semakin deras" (teriak ibuku dari dalam)

Namun pikiranku masih dihantui oleh Rio. Sahabat kecilku yang bertahun lamanya tak kutemui, sedang menungguku di hulu sungai Kapuas. Ingin rasanya kuterobos derasnya hujan kala itu dan berlari dibawah derasnya hujan.

"Duaaaaaar-duaaaaar" (suara petir menyambar)

Lamunaku buyar seketika mendengar gemuruh yang berdentum, diiringi dengan suara ibuku yang tak henti-hetinya menyuruhku untuk masuk ke dalam rumah.

***

Hujan pun berhenti sekitar pukul 17:30. Aku bergegas menuju Hulu Sungai dengan harapan Rio masih setia menungguku. Namun harapanku sirna seketika krena tak kulihat seorangpun disana, hanya ada suara tetesan hujan dari pepohonan dan suara burung yang berkicau ria. Ku coba telusuri sekeliling pohon disana, berharap ada pesan yang ku dapati darinya. Namun tak kutemui apapun disana. semangatku pun hilang teman yang telah bertahun-tahun ingin ku temui gagal kutemui . Dengan muka lemas aku pualng mengutuk hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun