Mohon tunggu...
Nana Suryana
Nana Suryana Mohon Tunggu... Human Resources - http://islamemansipatoris.blogspot.com/

berkaca mata minus. berjiwa so’ muda mesti tampang tampak tua. masih betah tinggal di ibu kota. tiap hari keluyuran mengelilingi tiap sudut kota bersama angkutan umum. kalau pun sesekali ke luar kota, cuma bermodalkan ktp untuk naik kereta krd atau kelas ekonomi lain. kritikus, provokator, pengeluh, pelamun, pembual dan pemimpi nomor wahid. pembaca setia mahabharata, ramayana, karl marx, paulo freire, jurgen habermas, hasan hanafi, abed al-jabiri, gusdur, pramudya ananta toer, andrea hirata, wiro sableng, freddy, anny arrow, dan apa pun! bahkan sesobek koran pembungkus terasi belanjaan pagi. pengidap insomnia yang akut. penikmat musik classic dan film kolosal. so’ romantic and puitis. sungguh tak punya selera. pemalas, jorok, urakan, norak, dan tak suka diatur. penghisap rokok djarum super bareng kopi mocacino di tiap pagi, saat mulut masih berbau mimpi. kini, tengah belajar untuk mencintai situasi apa pun.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Kenanganku tentang Buku

19 November 2021   18:01 Diperbarui: 19 November 2021   18:06 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Ya, aku memang pembaca yang akut. Dan perkenalanku dengan karya-karya Freddy S. telah mengubah semuanya. Mulailah terasa kesaktian pukulan sinar matahari milik Wiro Sableng kalah asyik dibanding tragedy cinta "Elegi Esok Pagi" dalam novelnya Freddy S. Kisah percintaan masa remaja yang selalu disajikan Freddy S, membuatku kecanduan. Jika belum menamatkan novelnya, tidur pun aku terbawa dengan cerita. Disamping itu, serial "Lupus" juga menjadi 'bacaan wajib' saat aku masih jadi sosok remaja tanggung itu.

Bacaanku semakin 'bergairah' setelah koleksi novel "Any Arrow" menghampiriku. Dengan membaca novel itu, aku serasa menjadi sosok pria dewasa dan perkasa. Aku mulai menyukai lawan jenis. Meski aku baru kelas 3 SMP. Cinta monyetku pun akhirnya berlabuh pada siswa satu kelas, lawan mainku di ekstrakulikuler drama theater. Sayang, cinta pertamaku bertepuk sebelah tangan! Hmm...

Membaca buku itu membuatku bukan hanya melupakan waktu, tapi juga melepaskan shalat dan ngaji. Aku terlena dengan keindahan, desahan, dan keperkasaan. Sayang, akhirnya aku ketahuan Ka Eko, karena koleksi bukunya aku 'curi' dari tasnya! Aku terkena marah, dan akibatnya, aku dilarang membaca buku itu!

Tapi larangan itu tak pernah membuatku kehabisan akal. Aku jadi rajin menyambangi rumah nenek. Hanya untuk ikut makan dan membaca. Dan untuk menjaga agar nenek tidak ikut-ikutan melarang, aku selalu membatu nenek memetik cengkih di halaman rumahnya. Tak lupa sambil membawa novel. Ya, aku betah duduk di pohon cengkih berjam-jam, hanya untuk membaca novel itu. Dan karena seringnya aku naik pohon cengkih yang rimbun itu, akhirnya aku pun ketahuan. Dan bukan marah yang kudapat, tapi tertawaan!

Ketika di SMAN 1 Dayeuhluhur, ketertarikanku berubah arah. Aku jatuh cinta pada puisi! Semuanya berubah saat kakakku menitipkan semua koleksi buku dan kasetnya padaku. Ya, Ka Ceceng, kakakku pergi merantau menyebrangi pulau Jawa, juga Nusantara. Kepergiannya ke Pulau Rupat-Bengkalis, yang kemudian berlayar ke Malaysia, telah mengawali babak baru dalam kesukaanku membaca buku dan menulis. 

Dari koleksi bukunya, kutemukan buku leces lusuh yang dipotong dua, berisi kumpulan puisi karya pribadi kakakku. Sebuah puisi berjudul "Cikijing Peuting Tinu Lungkawing" telah menghipnotisku! Mengingatkanku pada trah leluhur kami. Hmm.. rupanya Kakakku telah mewarisi kebiasaan Bapa. Membaca, lalu menuliskan alur pemikirannya dalam buku. Buku diary! Semuanya demi keabadian. Demi warisan!

Maka sejak itu, aku pun menyisihkan uang jajan untuk membeli buku diary. Mencoba menata alur pikir dalam sebuah tulisan, dan coba belajar dari penyair-penyair besar tentang hakikat makna sebuah puisi. Waktu itu nyaris semua puisi si Binatang Jalang aku hapal, mulai puisi pertamanya "nisan" kepada Nenenda tercinta, sampai "Isa" kepada pemeluk teguh. 

Puisi-puisi yang romatis, aku hapal habis! Chairil menapasi hari-hariku. Tapi kesetiaan ini tak lama. Aku kemudian kenal dengan si Burung Merak, WS. Rendra, setelah kudapati kasetnya hasil 'minjam paksa' dari sahabatku, Kurnia "Ebonk" Faturohman. Setelah melayari semua puisinya, kuakui, Rendra lebih kena di batinku, memahat, tinggal, berdiam. Sampai kini!

Saat itu, hampir tiap minggu madding SMA-ku penuh dengan puisi karyaku. Puisi curahan hati sebagai bentuk pelampiasan cintaku pada gadis impianku, sempat mangkal beberapa bulan di madding itu. Sayang, saat perlombaan baca puisi tingkat sekolah, aku kalah bersaing dengan temanku. Aku hanya menduduki peringkat ketiga. Peringkat pertama dipegang oleh sahabatku yang kasetnya pernah ku curi, Ebonk. Sementara peringkat kedua diraih oleh wanita yang sempat kupuja lewat puisi di madding itu. Hmm...

Dan ketika aku tamat SMA, aku tak punya buku apa-apa. Aku pun 'hijrah' ke Bandung, tak membawa buku apa-apa, kecuali sepotong buku diary di tasku. Ya, empat buku diary kumpulan catatanku yang kebanyakan berisi puisi, kisah cinta, dan kegundahan akan realitas kampung halaman.

Bandung, ternyata memberiku segalanya. Ketaksetiaanku pada buku merajalela di sini. Kuliah dan bergaul dengan sahabat-sahabat aktivis pergerakan mahasiswa, bacaanku bertambah. Buku yang pertama kali kulahap habis adalah "Ilmu, Filsafat dan Agama" karya Endang Saefuddin Anshori. Maklum kampus tempatku menuntut ilmu memiliki labelitas Islam yang kuat, sehingga aku pun sedikit banyak harus berbenah dan menyesuaikan diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun