"Aku di ranjang bawah, Rey (nama samaran) tidur di ranjang atas", kenang Keynan. Mereka berdua awalnya sangat senang bisa tidur bersama, namun pada malam harinya Rey malah turun dari ranjang dan menangis, ingin tidur sekamar dengan ayah ibunya.Â
Keynan yang saat itu kaget mendengar Rey menangis, ikut terbangun dan mengikutnya. Tapi setelah sadar Rey hanya ingin tidur dengan ayah ibunya, maka Keynan pun kembali ke kamar dan tidur.Â
Sama sekali tidak merasa takut, karena rasa kantuk lebih menguasai dirinya.Â
Dengan ranjang bersusun yang sama, Keynan pun juga menceritakan kepada adiknya, bahwa saat adik Keynan berusia kurang lebih dua tahun, mereka berdua tidur di ranjang susun seperti itu.Â
"Tapi aku takut naiknya, jadi ranjangnya diganti sama papi mami", kenang Keynan sambil tertawa, yang kemudian disusul dengan suara tawa anggota keluarga lainnya, termasuk saya, karena sembari Keynan bercerita, kami pun juga turut mengenang peristiwa sekitar 20 tahun silam.
Tidak menyangka waktu ternyata sangat cepat berlalu. Namun mengenangnya memberikan kehangatan tersendiri dalam hati, karena apa yang kita ingat itu biasanya lebih kepada memori yang indah.
Binar yang terpancar dari mata Keynan menunjukkan bahwa dirinya senang mengenang masa kecilnya, namun nostalgia tersebut tidak mendorong Keynan untuk membeli ranjang-ranjang yang dilihatnya.Â
Hoho, mungkin kedua orang tuanya bisa puyeng kalau tahu-tahu Keynan malah memboyong ranjang vintage tersebut.
Dalam artikel "Why nostalgia belongs in the past" menyebutkan seorang pemuda berusia 23 tahun, bernama Jack Walter merasa aman dan nyaman ketika mendengarkan sebuah lagu dari kaset dan menuang air menggunakan kettle berwarna kuning.
Perasaan aman dan nyaman yang tidak bisa didapatkannya dengan menggunakan teknologi canggih sekalipun.Â