Setelah aksi demonstrasi yang telah dicampuri berbagai pihak, akhirnya anggota DPR RI turun ke masyarakat. Mungkin masyarakat berharap pimpinan DPR RI langsung terjun ke lapangan dan menemui rakyat, namun DPR RI mengutus anggotanya, yaitu Andre Rosiade dan Kawendra Lukistian dari Fraksi Gerindra, serta Daniel Johan dari Fraksi PKB, bermediasi bersama rakyat yang telah menunggu di depan gedung megah itu.
KAJIAN TUNJANGAN PERUMAHAN: DITANGGAPI DENGAN BERCANDA?
Aksi demo masyarakat dipicu akibat tunjangan perumahan yang tidak masuk akal. Masalahnya ialah ekonomi nasional sedang kacau, diikuti angka kemiskinan yang tidak kunjung menurun, serta efisiensi APBN dan hutang negara yang menumpuk. Namun, di sisi lain DPR RI malah memberikan tunjangan perumahan kepada 580 anggotanya sebesar 50 juta. Tunjangan perumahan tersebut dinilai kebijakan tidak etis karena "tone deaf" dan terkesan mengacuhkan kondisi negara.Â
Respon salah satu anggota DPR RI, Ahmad Sahroni, yang mengatakan bahwa orang masyarakat mempunyai mental "susah melihat orang senang", seperti melempar kayu bakar pada api unggun yang telah berkobar. Ia meremehkan uang 50 juta yang menurutnya adalah angka yang kecil, namun publik menilai tunjangan tersebut hanya boros anggaran. Dan masih ada lagi tanggapan dari Adies Kadir, Wakil Ketua DPR RI, yang mengatakan bahwa anggotanya masih harus menombok lagi walau sudah diberi tunjangan perumahan, ia memberikan analogi bahwa anggotanya ngekos dengan membayar 3 juta perhari dikali 26 hari kerja.Â
Sudah jelas hal tersebut membuat amarah publik mencuat, masyarakat mencibir bahwa rakyat kalau pergi bekerja harus "war" naik transportasi umum, namun dengan manjanya para anggota perwakilannya menginginkan fasilitas yang enak tanpa diikuti kinerja yang baik. Saya menilai tunjangan perumahan sangat tidak diperlukan karena sudah pasti anggota dewan tersebut telah memiliki rumah, biaya perbaikan atau semacamnya seharusnya menjadi tanggungan pribadi bukan tanggungan negara. Tanggapan-tanggapan konyol dari anggota DPR RI yang membela dirinya seakan benar, memperlihatkan bahwa integritas mereka sebagai perwakilan rakyat tidak serius.
PERLUKAH TUNJANGAN BERTUGAS?
Setelah melewati hari-hari demonstrasi dan rakyat menuntut 17+8 masalah yang perlu diselesaikan oleh negara, akhirnya, pada Kamis 4 September 2025, DPR RI menggelar rapat internal untuk menyelesaikan salah satu tuntutan, yaitu memangkas tunjangan anggota, yang tenggatnya pada tanggal 5 September 2025. Para pimpinan dan anggota setuju untuk menghapus tunjangan perumahan dan memoratorium luar negeri, serta tunjangan lain, seperti biaya langganan listrik dan telepon, biaya komunikasi intensif, dan tunjangan transportasi.Â
Setelah berbagai evaluasi, DPR RI mempublikasikan dokumen berisi rincian gaji anggota DPR RI. Meski tunjangan perumahan dan memoratorium luar negeri telah dihapus sesuai yang diinginkan, namun banyak biaya lain yang ditambahkan nominalnya. Saya menilai tunjangan jabatan, tunjangan kehormatan, peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran, tunjangan peningkatan fungsi dewan, dan masih banyak lagi tunjangan yang tidak penting lainnya, merupakan biaya tambahan yang tidak mendesak dan bukan prioritas. Untuk apa ada tunjangan komunikasi dan tunjangan fungsi dewan, bukankah memang itu tugas mereka? Bukankah sudah digabung dengan biaya gaji sebesar 4 juta tersebut? Banyak sekali tunjangan yang tidak dikaji ulang dikarenakan tidak masuk dalam tuntutan masyarakat padahal tunjangan konstitusional tidak diperlukan karena seharusnya memang mereka bekerja seperti itu dan sudah digaji pokok, untuk apa tunjangan konstitusional tersebut?
Saya menilai DPR RI mengevaluasi dengan main-main hanya untuk meredakan amarah masyarakat tanpa mengkaji secara serius di mana letak masalah yang sebenarnya. DPR RI seringkali memandang remeh amarah rakyat padahal jika kinerja mereka terus menerus seperti ini, cepat atau lambat luapan teriakan revolusi akan terjadi.Â
JALAN KELUARNYA SEPERTI APA?
Komunikasi anggota DPR RI kepada rakyat dinilai sangat tidak profesional dan meremehkan dialog sehat antara warga dan perwakilannya. Padahal tugas DPR RI mendengarkan keluh kesah masyarakat bukan dilawan. Untuk menjadi perwakilan rakyat tidak diperlukan rumah mewah dan transportasi pribadi ke mana-mana, cukup berpenampilan sederhana dan mengerjakan tugasnya dengan benar.