Mohon tunggu...
nailatulfakhriyah
nailatulfakhriyah Mohon Tunggu... mahasiswa

saya seorang mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Dakwah Politik Al-Farabi

28 Mei 2025   23:07 Diperbarui: 28 Mei 2025   23:07 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Oleh Syamsul Yakin Dan Nailatul Fakhriyah (Dosen Dan Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Al-Farabi merupakan filsuf Muslim yang belajar di bawah bimbingan sejumlah tokoh besar seperti Abu Bishr Matta bin Yunus, seorang komentator Kristen Nestoria yang ahli dalam bidang logika. Ia juga belajar dari Ibnu Haylan, seorang ahli logika, matematika, fisika, dan musik. Al-Farabi memiliki reputasi besar dalam bidang logika dan dikenal karena karya-karyanya yang berpengaruh luas.

Al-Farabi dijuluki dengan berbagai gelar, seperti al-Mu'allim al-Tsani (guru kedua) setelah Aristoteles, karena keahliannya dalam mengulas dan mengembangkan filsafat Yunani. Ia lebih menyukai menulis daripada mengajar, dan lebih banyak menuangkan pemikirannya dalam bentuk tulisan, termasuk mengenai filsafat, etika, dan musik. Karya-karya penting Al-Farabi dalam bidang filsafat politik antara lain adalah al-Siyasah al-Madaniyah, Ara' Ahl al-Madinah al-Fadhilah, Tahsil al-Sa'adah, dan Ihsa' al-'Ulum. Di antara keempat karya tersebut, buku Ara' Ahl al-Madinah al-Fadhilah dianggap sebagai yang paling banyak membahas tentang pemerintahan.

Dalam pemikirannya, Al-Farabi banyak menyoroti tentang konsep kota atau negara utama yang dipimpin oleh pemimpin yang berusaha mencapai kebahagiaan sejati. Konsep kota utama menurutnya adalah komunitas yang mampu mewujudkan kerja sama demi mencapai kebahagiaan sempurna. Masyarakat seperti ini disebut sebagai bangsa utama.Pemikiran Al-Farabi mendapat pengaruh besar dari filsuf Yunani, terutama Plato dan Aristoteles. Ia menyatakan bahwa manusia secara alami cenderung untuk hidup bermasyarakat karena tidak dapat memenuhi semua kebutuhannya sendiri. Kecenderungan inilah yang kemudian membentuk komunitas. Ia menggunakan istilah ummah atau jama'ah untuk menyebut masyarakat dalam konteks pemerintahan. Ia mengklasifikasikan negara menjadi tiga, yaitu negara utama (al-Madinah al-Fadhilah), negara bodoh (al-Madinah al-Jahilah), dan negara rusak (al-Madinah al-Fasiqah).

Pemimpin kota utama menurut Al-Farabi adalah sosok yang memiliki kualitas tertentu seperti sehat fisik, daya pikir yang tajam, pandai berbicara, mencintai ilmu dan kejujuran, serta tidak rakus dan menjauhi kebohongan. Ia juga harus bijak, pemberani, adil, dan tidak mudah terpengaruh oleh kenikmatan duniawi. Pemimpin ideal menurut Al-Farabi sangat mirip dengan gambaran nabi, karena kualitas dan sifat-sifatnya yang tinggi. Berbeda dengan Al-Ghazali yang menggunakan istilah balad ketika membahas asal-usul negara, Al-Farabi lebih memilih menggunakan istilah madinah. Menurut Zainal Abidin Ahmad, pemikiran politik Al-Farabi bersifat Hellenistik karena dipengaruhi oleh pemikiran filsuf Yunani. Meski istilah yang dipakai berbeda, maknanya tetap serupa. Bahkan pemikir politik seperti Al-Ghazali tidak menolak penggunaan istilah madinah, yang dalam Al-Qur'an sendiri muncul sebanyak 15 kali, meskipun tanpa makna ideologis.

Pandangan Al-Farabi mengenai asal-usul negara sejalan dengan Aristoteles, yakni bahwa negara berasal dari sifat alami manusia sebagai makhluk sosial. Hal ini tidak lepas dari intensitas Al-Farabi dalam mempelajari terjemahan buku-buku Yunani. Namun demikian, pemikirannya tetap berpijak pada realitas kehidupan dan pemahaman terhadap Al-Qur'an dan hadis. Ia meyakini bahwa ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis tidak secara eksplisit menyebut bentuk sistem politik tertentu, namun memberikan prinsip-prinsip dasar yang dapat dikembangkan menjadi sistem sosial dan pemerintahan sesuai dengan pemikiran Islam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun