Di tengah euforia pembangunan fisik dan digitalisasi berbagai sektor, Indonesia diam-diam menghadapi krisis mendasar yang menggerogoti dari dalam: kemerosotan karakter bangsa. Krisis ini bukan sekadar soal perilaku individu yang menyimpang, melainkan refleksi dari kegagalan struktural dalam sistem sosial, pendidikan, dan kepemimpinan publik.
Nilai Spiritual dan Etika Kolektif sebagai Fondasi Bangsa
Karakter bangsa tidak lahir secara instan. Ia merupakan hasil internalisasi nilai-nilai spiritual, budaya luhur, dan norma sosial yang diwariskan dari generasi ke generasi. Nilai-nilai seperti gotong royong, jujur, adil, dan saling menghargai dahulu menjadi ciri khas masyarakat Indonesia.
Thomas Lickona (1991), dalam bukunya Educating for Character, menekankan bahwa karakter adalah kombinasi dari moral knowing (pengetahuan tentang nilai), moral feeling (keinginan menerapkan nilai), dan moral action (tindakan nyata berdasarkan nilai). Artinya, membentuk karakter tidak cukup hanya melalui pengetahuan, tetapi harus ada pembiasaan dan keteladanan.
Sayangnya, dalam beberapa dekade terakhir, fondasi ini mulai rapuh. Kita menyaksikan bagaimana nilai-nilai kolektif perlahan terkikis oleh pragmatisme, egoisme, dan gaya hidup instan.
Krisis Moral dan Kegagalan Struktural
Krisis karakter bangsa tidak bisa dilepaskan dari struktur sosial yang melemahkan pembangunan moral. Di tingkat elit, banyak pejabat publik yang tersandung kasus korupsi, manipulasi anggaran, dan penyalahgunaan wewenang.Â
Transparency International dalam laporan Corruption Perceptions Index (2023) menempatkan Indonesia di peringkat 115 dari 180 negara, dengan skor yang cenderung stagnan.
Lemahnya penegakan hukum memperparah kondisi ini. Ketika pelaku pelanggaran etika tidak dihukum secara adil, maka pesan moral yang tersampaikan ke masyarakat adalah: "tidak apa-apa berbuat curang asal punya kuasa".
Di tingkat akar rumput, masyarakat pun terdampak. Fenomena intoleransi, ujaran kebencian, perundungan di sekolah, dan individualisme di ruang publik adalah contoh nyata kemerosotan nilai sosial. Ini menunjukkan bahwa karakter tidak hanya persoalan moral individu, tetapi produk dari sistem yang gagal menjalankan fungsi pembentukan nilai.
Pendidikan Karakter: Gagasan yang Belum Terimplementasi Penuh
Sektor pendidikan seharusnya menjadi garda terdepan dalam membentuk karakter generasi muda. Namun, sistem pendidikan kita selama ini masih terlalu menitikberatkan pada aspek kognitif dan capaian akademik.
Menurut riset Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan (2020), pendidikan karakter di Indonesia belum terintegrasi secara sistemik dalam proses pembelajaran. Banyak sekolah menjadikan pendidikan karakter hanya sebagai formalitas, bukan sebagai bagian esensial dari pembentukan kepribadian siswa.