Nama : Nafisa Qurrota A'Yuni
Nim : 33222010009
Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB
Dosen : Apollo, Prof. Dr, M.Si. Ak
Korupsi merupakan salah satu penyakit masyarakat sama dengan jenis kejahatan lain seperti pencurian yang sudah ada sejak manusia ada di atas muka bumi ini. Dalam sejarah tercatat bahwa hampir dari setiap negara dihadapkan dengan masalah korupsi. Persoalan korupsi tidak hanya terjadi pada pejabat publik yang menyalahgunakan jabatan dan kedudukannya untuk mendapat keuntungan dengan mudah. Korupsi dapat terjadi bila ada peluang dan keinginan, contohnya suap yang ditawarkan kepada seorang pejabat, pejabat meminta atau bahkan memeras uang, orang yang meyuap melakukan suap karena ingin sesuatu yang bukan haknya dan ia menyuap agar hal tersebut menjadi miliknya dengan mengabaikan peraturan yang ada. Dari hal-hal diatas maka apa sebenarnya yang dimaksud korupsi itu? Bagaimana korupsi menurut Undang-Undang? Apa penyeybab terjadinya korupsi? Bagaimana cara pengupayaan untuk mecegah terjadinya korupsi?
Korupsi merupakan hal yang sudah sering terjadi dari jaman ke jaman. Berita terkait korupsi yang sering ditampilkan di media, seringkali terjadi karena kekuasaan, jabatan, pemrintahan maupun politik. Selain itu, korupsi juga dikaitkan dengan perekonnomian negaradan kebijakan publik. Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap, tidak bermoral dan penyimpangan dari kesucian. Menurut KBBI korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi ataupun orang lain. Menurut perspektif hukum dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 telah menjelaskan 13 pasal tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal-Pasal tersebut menerangkan secara inci menegnai perbuatan yang bisa dikenakan sanksi pidana karena koruspi. Jenis tindak pidana tersebut pada dasarnya dikelompokkan sebagai berikut:
1. Kerugian keuangan negara
2. Suap-menyuap
3. Penggelapan dana jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi
Dengan ini korupsi dapat diartikan adalah segala sesuatu yang buruk, jahat dan merusak. Berdasarkan pengeretian tersebut perbuatan korupsi menjelaskan bahwa korupsi merupakan suatu perbuatan yang tidak bermoral, sifat dan keadaan yang busuk menyangkut jabatan, intansi atau aparat pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penemempatan keluarga atau golongan ke dalam keadaan kedinasan dibawah kekuasaan jabatan.
Contoh kasus korupsi besar yang terjadi di Indonesia adalah kasus dari Surya Darmadi. Surya Darmadi merupakan seorang pemimpin dari perusahaan Dalmex Group ATAU PT Duta Palma yang dimana perusahaan tersebut merupakan produsen minyak goreng dari merk Palma. Dilansir dari cnbcindonesia, kasus ini bermula padatahun 1999-2008 yang dimana pada saat itu Raja Thamsir Rachman sebagai Bupati Indragiri Hulu menerbitkan izin lokasi dan izin usaha perkebunan kepada empat anak perusahaan PT Duta Palma. Perizinan ini berada di lahan kawasan hutan yaitu hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK), hutan pengguanan lainnya (HPL) maupun hutan produksi terbatas (HPT) di Kabupaten Indragiri Hulu. Namun, kelengkapan dari perizinan lokasi dan usaha perkebunan dibuat secara melawan hukum karena tidak memiliki izin prinsip. Hingga sampai saat ini, PT Duta Palma tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan. tak hanya itu, PT Duta Palma juga tidak pernah memenuhi kewajiban hukum untuk menyediakan pola kemitraan sebesar 20 persen dari total luas areal kebun yang dikelola. Pada akhirnya, tanggal 1 Agustus 2022 Surya Darmadi ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan Agung atas dugaan penyerobotan lahan kelapa sawit di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Disebutkna kembali bahwa ternyata PT Duta Palma sepanjang tahun 2003-2022 telah menggarap tanah tanpa izin. akibat dari tindakan tersebut, Surya Darmadi dijerat dengan tindak pidana korupsi sehingga menyebabkan kerugiann negara sebesar Rp 78 Triliun.
Selain kasus dari Surya Darmadi, korupsi juga bisa saja terjadi dalam kehidupan sehari-hari. misanya berrbohong kepada orang lain yaitu teman, keluarga maupun orang terdekat. Mengapa berbohong ini bisa saja termasuk dari perilaku korupsi? Hal ini disebabkan karena dengan berbohong bisa saja merugikan orang lain dan mengambil hak dari orang lain. Contoh kecil korupsi yang sering terjadi pada kehidupan sehari-hari adalah dengan bebohong kepada orang tua akan biaya pendidikan. Kebohongan ini sering terjadi dengan membesarkan nominal biaya yang seharusnya dan biaya yang dimanipulasi tadi akan digunakan untuk hal lain yang bukan dari untuk mebanyar biaya pendidikan. Hal ini bisa juga dikatakan sebagai bibit-bibit dari korupsi karena telah berbohong, mengambil hak yang bukan miliknya dan dapat merugikan orang lain.
Dari dua kasus kebohongan diatas dapat dilihat bahwa korupsi bisa saja terjadi karena sifat tamak dan maruk yang dimiliki oleh seseorang. Selain itu, karena sudah sering berbohong maka seseorang akan buta dengan hal yang dia lakukan. Dia tidak bsa mebedakan mana hal yang benar dan hal yang salah. Karena sudah buta arah, dirinya juga pasti tidak akan merasa cukup dan akan selalu haus dengan segala keinginan yang ingin dimiliki. Karena nafsu sudah tinggi pula akhirnya dirinya tidak bisa mengontrol diri dan buta arah kebenaran.
Lalu, bagaimanakah cara untuk mencegah perbuatan korupsi ini? cara yang dapat diikuti untuk mencegah upaya perbuatan korupsi ini adalah dengan mengikuti ajaran Konsep "Enam Sa" yang diajarkan oleh Ki Ageng Suryomentaram. Namun sebelum itu, siapakah Ki Ageng Suryomentaram? Ki Ageng Suryomentaram merupakan soerang filsuf Jawa yang populer. Beliau lahir pada tanggal 20 Mei 1892 dan merupakan putra ke-55 dari pasangan Sultan Hamengku Buwono VII dan Bendoro Raden Ayu Retnomandjojo. Hidup di lingkungan keraton Yogyakarta yang memiliki peraturan ketat menjadikan beliau merasa tidak nyaman, sehingga dirinya sering pergi keluar dari lingkungan keraton secara diam-diam. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan rasa keresahan yang beliau rasakan. Kegelisahan Ki Ageng Suryomentaram mulai muncul saat menginjak masa remaja karena kehidupan pada lingkungan keraton yang beliau jalani. Sebagai pangeran yang hidup di sekitar lingkungan keraton dengan segala kemewahan dan selalu dilayani menyebabkan dirinya tidak merasa hidup bahagia. Kegelisahan yang dimiliknya mulai bertambah saat perjalanannya menuju keraton Surakarta untuk menghadiri undangan pernikahan, dari dalam keretanya Ki Ageng Suryomentaram melihat para petani yang sedang menanam padi di sawah. Dalam keretanya, Ki Agemg Suryomentaram mengamati aktivitas yang dilakukan oleh para petani, beliau berpendapat bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh seorang petani adalah aktivitas yang berat karena para petani mbungkuk mbungkuk tandur (membungkukan badan untuk menanam padi) sehingga bisa saja para petani mengalami sakit pinggang karena aktivitas tersebut. Sedangkan keluarga kerajaan yang hidup dilingkungan keraton bisa saja hidup mewah tanpa harus bersusah payah melakukan aktivtas berat. Ki Ageng Suryomentaram berpendapat "apakah seorang petani bisa hidup lebih bahagia daripada dirinya?" Beliau meratapi hidup para petani dan berfikir bahwa disatu sisi kehidupan di lingkungan keraton dengan segala kemewahan tanpa harus bersusah payah, namun disisi ain ada orang yang harus bersusah payah dan menderita untuk mendapatkan kebahagiaan. Kemudian dirinya berfikir, mungkin saja para petani dapat lebih bahagia dari dirinya karena dengan hasil panen saja merekan bisa saja sudah cukup puas daripada dirinya yang hidup dengan mewah (Nikmmaturrohmah, 2016).
Selain itu, ada beberapa alasan yang mendukung Ki Ageng Suryomentaram untuk keluar dari lingkungan keraton, yaitu :
1. Diberhentikannya sang kakek yang bergelar Pangeran Cokroningrat dari posisi patih Danurejo VI, setelah itu tidak berapa lama kemudian sang kakek wafat
2. Diceraikannya sang ibu oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VII dan diminta untuk keluar dari keraton
Setelah sekian lama menyimpan rasa tidak puas dan tidak betahnya Ki Ageng Suryomentaram kepada lingkungan keraton. Akhirnya Ki Ageng Suryomentaram meninggalkan kaeraton secara diam-diam dan memilihi pergi ke daerah Cilacap. Disana, Ki Ageng Suryomentaram menyamar sebagai pedagang kain batik dan stagen (ikat pinggang yang terbuat dari kain) dan mengganti namanya menjadi Notodongso. Kaburnya Ki Ageng Suryomentaram hanyalah sebatas pemberontakan pada dirinya sendiri dengan keluar dari kedudukannya sebagai pangeran. Setelah melepas gelar kebangsawanannnya, Ki Ageng Suryomentaram memulai kembali kehidupannya sebagai seorang petani. Pada kehidupan baru tersebut, Ki Ageng Suryomentaram akhirnya merasa bebas dalam mengembangkan dirinya dan akhirnya menemukan jawaban-jawaban atas kegelisahan yang selama ini dialaminya. Selain itu, Ki Ageng Suryomentaram pun mulai mendalami ilmu olah batinnya dengan melakukan perjalanan untuk menemukan rasa yang ada dalam dirinya sendiri. Dari pengalaman yang telah dilalui oleh Ki Ageng Suryomentaram membuahkan sebuah hasil kesimpulan bahwa setiap berteu dengan "orang" memunculkan perasaan senang. Rasa senang yang muncul ini disebut dengan rasa bahagia atau "Beja".
Dari perjalanannya tersebut Ki Ageng Suryomentaram mempunyai sebuah konsep yang disebut “Enam Sa”. Konsep tersebut digunakan sebagai pedoman untuk meraih kebahagian dalam hidup (Alamsyah, 2022). Dalam bukunya yang berjudul Kawruh Bejo (kawruh jiwa) dijelaskan bahwa untuk mencapai ketenangan dan kebahagiaan batin, seseorang harus menerapkan konsep “Enam SA” yaitu, sakbutuhe (sebutuhnya), saperlune (seperlunya), sacukupe (secukupnya), sabenere (sebenarnya), samesthine (semestinya), dan sakpenake (sepantasnya). Menurut Ki Ageng Suryomentaram untuk dapat mencapai sebuah titik kebahagiaan seseorang harus hidup tidak berlebihan dan menghadapi sesuatu dalam hidupnya dengan kewajaran atau tidak ambisius (Marhamah, Murtadho, & Awalya, 2015). Ajaran Kawruh jiwa menganjarkan seseorang menjadi bahagia dengan meningkatkan kesadaran terhadap keinginannya (Alamsyah, 2022). Menurutnya di dunia ini tidak ada yang pantas untuk dicari dan dihindari secara mati-matian atau berlebihan. Sebuah keinginan jika tercapai akan menimbulkan rasa senang, namun tidak bertahan lama, padahal keinginan itu sifatnya mulur (terus bertambah). Sebaliknya jika keinginan tidak tercapai akan menimbulkan rasa kecewa, sedih, marah atau mungkret (menyusut). Mungkret ini dalam artian apa yang diinginkan menjadi berkurang baik secara kualitas atau kuantitasnya, sehingga memunculan rasa kecemasan (Ki Ageng Suryomentaram, 2002). Seseorang yang mampu menerapkan konsep “Enam SA” dalam kehidupannya secara konsisten akan mengantarkan kepada ketentraman. Karena seseorang yang menerapkannya tidak akan merasa dituntut dan tidak akan merasa mempunyai saingan untuk mendapatkan seseuatu tersebut (Afif & Dkk., 2019). Dengan melakukan olah Kawruh Jiwa sebagai media dalam olah rasa memberikan kontribusi bagi pengembangan kesejahteraan dan kualitas hidup yang berbasiskan pada rasa sebagai landasan instrospeksi diri. Ajaran Kawruh Jiwa memberikan arahan untuk dapat memahami dan mengerti diri kita sendiri. Tujuan dari kawruh jiwa untuk menemukan dan mencapai menungso tanpa tenger (manusia tanpa ciri) yang merupakan puncak ajaran Ki Ageng Suryomentaram. Dengan menguasai konsep ini maka semua hal yang kita lakukan dalam kehidupan akan terukur dan sesuai dengan yang kita butuhkan.
1. Sabutuhe (sebutuhnya)
Sabutuhue ini memiliki arti sebutuhhnya. Prinsip ini berkaitan dengan kebutuhan manusia. Manusia dapat melangsungkan kehidupan karena adanya dorongan dari alam bawah sadar yang menurut Ki Ageng Suryomentaram disebut rasa hidup. Apabila manusia mampu memahami rasa hidup yang berupa dorongan bertahan hidup maka melahirkanlah pemikiran sabutuhe (Alamsyah, 2022). Misalkan merasa lapar dan haus. Karena dirinya tahu apa yang butuhkan maka seseorang tersebut pasyi akan mencari apa yang dirinya butuhkan seperti makanan dan minuman. Dengan prinsip sebutuhe juga seorang pasti akan mencari hal yang dibutuhkannya saja, tidak perlu melihat dari harga dan mewahnya hal yang dinutuhkan. Prinsip sabutuhe membuat seseorang akan memiliki akal budi, rasa, naluri dan feeling yang baik atau disebut rasionalitas reflektif. Dengan adanya rasional reflektif ini, maka akan terwujud situasi yang positif. Prinsip sabutuhe juga dapat menghindarkan orang dari rasa iri dan dengki. Dengan menerapakannya dalam kehidupan maka setiap keputusan yang diambil berdasarkan kebutuhannya dan tidak mengumbar nafsu untuk memenuhi setiap keinginan yang sering muncul dan bukan menjadi kebutuhan utama dalam hidupnya. Prinsip ini mendorong manusia untuk mengambil keputusan berdasarkan kebutuhannya bukan berdasarkan dari keinginannya semata.
2. Saperlune (seperlunya)
Saperlune miliki arti melakukan sesuatu yang dianggap perlu saja sehingga akan memunculkan sifat efisien dalam kehidupan. Menurut Ki Ageng Suryomentaram manusia hidup adalah juru catat yang selalu mencatat setiap pengalaman dalam hidupnya kemudian dikelompokan kedalam sebelas bagian. Catatan tersebut oleh Ki Ageng Suryomentaram dikelompokkan kembali menjadi sebelas yaitu, harta benda, kehormatan, kekuasaan, keluarga, kebangsaan, jenis, kepandaian, kebatinan, ilmu pengetahuan, rasa hidup (Ki Ageng Suryomentaram, 2002). Catatan juga merupakan dorongan pada manusia perbedaan dari catatan dan rasa hidup hanya sumber asalnya. Antara rasa hidup dan catatan hidup memiliki hubungan dalam pembentukan kromodongso. kromodongso bekerja untuk memenuhi keinginan yang muncul. Karep yang dituruti akan terus meminta dipuaskan hingga tidak dapat lagi di capai keinginan tersebut. Hal tersebut disebut mulur dan mungkret. Jika manusia mampu memahami bahwa rasa manusia itu sama saja maka akan memunculkan pemikiran sacukupe (Alamsyah, 2022). Sebagai contoh seperti diatas, seseorang merasa lapar dan haus. Maka dirinya kan mencari makanan dan minuman yang dibutuhkan untung menghilangkan rasa lapar dan haus nya. Ini juga dilihat dari seberapa perlunya, jika merasa sudah cukup maka seorang tersebut tidak akan membeli makanan dan minuman yang diluar dari kebutuhannya. Hal ini pun perlu sejalan dengan prinsip sabutuhe tidak perlu berlebihan dan tidak perlu mewah dan mahal yang terpenting adalah dapat menghilangkan rasa lapar dan haus. Setelah mampu menerapkan prinsip saperlune manusia akan bertindak dengan mengedepankan fungsi dan kebutuhannya tidak lagi terikat oleh karep. Setelah dapat menerapkan prinsip saperlune dalam setiap kehidupan maka teranglah pemikirannya mengenai kebutuhan hidupnya sehingga menjadi tentramlah orang tersebut.
3. Sacukupe (secukupnya)
Dalam mencapai prinsip ini seseorang telah mampu melampaui dua prinsip diatas yaitu, sabutuhe, dan saperlune maka setelah mendapatkan apa yang dibutuhkan tidak akan mencari tambahan lagi. Contohnya jika sudah merasa kenyang, seseorang tidak akan mencari makanan lagi karena dirinya sudah merasa cukup dengan makannan yang sudah dia makan. Prinsip ini dapat menghindarkan seseorang dari sifat serakah, ambisi atau dorongan yang berlebihan dapat menjadi penyimpangan. Dalam prinsip secukupnya yang menjadi pokok utama adalah setiap tindakan yang dilakukan tidak berlebihan tidak kekurangan. Prinsip sacukupe mengajarkan untuk dapat menerima diri sendiri sehingga mampu memahami kondisinya. Pemahaman rasa cukup pada seseorang mampu mendorong seseorang untuk bersyukur.
4. Sabenere (sebenarnya)
Dalam prinsip sabenere bermakna dalam menjalankan tindakan dilakukan secara benar tidak melanggar aturan yang ada. Tindakan yang benar adalah tindakan yang memberikan rasa nyaman dan tidak akan menimbulkan konflik atau memberikan dampak negatif dengan lingkungan sekitarnya. Untuk mendapatkan rasa nyaman tersebut manusia perlu memahami dirinya dan kebutuhanya sendiri melalu prinsip sabutuhe, saperlune dan sacukupe, setelah dapat melampaui ketiga prinsip tadi maka akan muncul sikap nyawang karep (mawas diri). Jika manusia gagal dalam mengendalikan karep maka dapat menimbulkan rasa iri dan sombong. Keduanya merupakan penyakit hati. Karena menurut Ki Ageng Suryomentaram kedua hal tersebutlah menjadikan manusia selalu berusaha mengejar materi duniawi. Namun jika manusia berhasil dalam menjinakan karep maka akan tatag (percaya diri). Ketika manusia telah menjadi pribadi yang tatag tidak ada lagi yang perlu dicemaskan dalam menjalani kehidupan sehingga dapat merasakan ketentraman dalam dirinya (sebenere). Manusia hidup seharusnya mencari ketentraman jiwa dengan mengambil keputusan dan bertindak sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhannya
5. Samestine (semestinya)
Prinsip ini mengajarkan bahwa setiap tindakan harus sesuai dengan aturan dan tidak melanggar norma. Setelah manusia mengerti dan dapat mengendalikan karep melalui mawas diri maka akan menginjak pada pengetahuan tertinggi dalam hidupnya yakni, dapat mengenal dirinya sendiri atau pengetahuan diri sendiri. Ciri orang yang telah mencapai tingkatan ini adalah mengerti setiap tindakan, ucapan dan keinginannya sendiri (Ki Ageng Suryomentaram, 2002). Setelah dapat mengenal dirinya sendiri manusia akan dapat memposisikan dirinya sesuai dengan keadaan di sekitarnya dan sesuai dengan kebutuhannya tanpa adanya konflik. Manusia dalam menanggapi sesuatu dapat dibedakan menjadi dua yaitu senang dan benci. Kedua rasa tersebutlah yang mendorang seseorang dalam bertindak dan berperilaku di sosial. Orang yang terbawa arus kesenangan akan mendukung tindakannya namun, orang yang terlalu membenci sesuatu akan menentang segala tindakan yang di benci tersebut. Menurut Ki Ageng Suryomentaram seseorang tidak boleh terlalu condong pada salah satu rasa tersebut karena dapat menimbulkan konflik. Ia harus dapat memahami alasan yang membuatnya senang dan membuatnya benci. Jika telah mampu untuk memahami rasa senang dan benci lantas orang tersebut akan merasakan nyaman dalam berbagai kondisi. Sederhanya manusia hidup harus mengerti apa yang sedang dirasakan dan sebab-akibat dari rasa tersebut sehingga setiap keputusan yang diambil akan lebih bijak.
6. Sapenake (seenaknya)
Arti dari sapenake adalah bagaimana melakukan sesuatu harus enak, nyaman, tidak terbebani atau mendapatkan tekanan. Setelah mampu mendalami rasa senang dan benci dan memahaminya maka lahirlah rasa bebas yakni perasaan terbebas dari segala macam konflik, baik dari dalam diri sendiri (karep) dan dari eksternal yaitu semua hal yang mengganggu perasaan-perasaan yang berebentuk kepentingannya berupa semat, derajat, keramat. sehingga orang akan senantiasa merasa tidak terbebani dengan berbagai macam hal dan akan menghadirkan perasaan nyaman dimanapun dan kapanpun. Tingkatan ini merupakan dimensi tertinggi dalam kawruh jiwa Karena pada tingkatan ini kondisi manusia telah mampu melihat secara keseluruhan dorongan dari rasa hidup yang bersifat instingtif dan dorongan catetan yang mendukung kepentingan pribadi.
Dengan menjalankan konsep "Enam Sa" ini dalam kehidupan maka seseorang dapat mengendalikan diri dan akan mucnul ketenangan dalam dirinya. Hawa nafsu yang ada diri merupakan salah satu factor yang dapat memicu kegelisahan dalam diri. Konstribusi "Enam Sa" apat dijadikan sebagai contoh dalam urusan memimpin. Dengan mengendalikan hawa nafsu yang dimiliki seorang pemimpin akan bisa mengontrol dirinya dan paham apa saja yang dia butuhkan dan merasa cukup dari apa yang dia punya. Karena dia sudah merasa kebutuhnanya terpenuhi, maka dirinnya akan mengontrol dirinya sendiri untuk tidak melakukan hal-hal yang diluar batasan dan inilah konsep dari "Enam Sa" berperan. Karena semuanya hampir tepernuhi maka dirinya akan merasa bahagia dan nyaman dengan kehidupan yang dia jalani tanpa melakukan hal-hal yang diluar batasannya atau bisa saja melakukann korupsi karena kehidupannya sudah berjalan semestinya. Seseorang yang dapat memahami konsep dari “Enam Sa” maka akan dapat mengenali keinginannya, dan menjadi pengawas atas keinginan tersebut Nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran “Enam Sa” Ki Ageng suryomentaram dapat menjadi jalan keluar seseorang ketika dalam sebuah situasi dan kondisi yang harus dijalani, sehingga sikap lahir dari diri seseorang mendapatkan menumbuhkan makna hidupnya sendiri.
Daftar Pustaka
Alamsyah, M.B. (2022). Konsep “Enam Sa” Suryomentaram Sebagai Alternatif Psikoterapi Sufistik Dalam Menghadapi Pandemi Covid19. Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta.
Afif, A., & Dkk. (2019). Rasio sebagai pedoman, rasa sebagai acuan: konseptualisasi dan aktualisasi filsafat kawruh jiwa Ki Ageng Suryomentaram (Pertama). Yogyakarta: BasaBasi.
Aprilia, Z. (2023). Surya Darmadi, Dulu Orang Terkaya RI, Kini Koruptor Terbesar. CNBC.Indonesia.
Marhamah, U., Murtadho, A., & Awalya. (2015). Indigenous Konseling ( Studi Pemikiran Kearifan Lokal Ki Ageng Suryomentaram Dalam Kawruh Jiwa ). Jurnal Bimbingan Konseling, 4(2), 100–108.
Ki Ageng Suryomentaram. (2002). Falsafah Hidup Bahagia Jalan Menuju Aktualisasi Diri Jilid 1. Jakarta: PT Grasindo.
Nikmaturrohmah. (2016). Konsep Manusia Ki Ageng Suryomentaram Relevansi dengan Pembentukan Karakter Sufistik. 56–73.
Presiden Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 31 Republik Indonesia Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Saepudin. (2021). Modul Perkuliahan Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI