Mohon tunggu...
Nadya Nadine
Nadya Nadine Mohon Tunggu... Lainnya - Cepernis yang suka psikologi

Lahir di Banyuwangi, besar di ibu kota Jakarta, merambah dunia untuk mencari sesuap nasi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Semerah Senja di Musim Gugur

21 November 2019   06:35 Diperbarui: 21 November 2019   19:02 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Jika tak ingat ada Alea, saya pasti sudah pergi Diana" ucapnya singkat.

Sejak itu hanya hukuman demi hukuman yang kurasakan. Kebisuan, hawa dingin yang membunuhku perlahan. Dan aku melahirkan Arimbi menjelang ulang-tahun Alea yang ke lima. Kenichi-san tetap menjadi suami dan bapak yang baik bagi anak-anak, begitu orang lain dan dunia sekeliling kami melihatnya. Hukuman itu semakin menimbunku justru karena perlakuannya sangat manusiawi padaku dan Arimbi. Tapi kebisuan tetap membentang diantara kami berdua, sekalipun selalu ditutupinya demi Alea.

Hukuman itu tetap memisahkan kami berdua. Hanya jika ada Alea, Kenichi mau bercengkrama denganku. Bahkan jika Alea minta kami tidur berempat, Kenichi hanya berpura-pura mau. Saat Alea sudah lelap, dengan hati-hati ia akan membopongnya pindah kamar, meninggalkanku dan Arimbi dengan uraian airmata.

"Papa memindahkan Alea karena kasihan adik yang masih baby dan mama yang butuh istirahat hanya berdua dengan adik baby" lelakiku itu menutupi hubungan renggang kami di hadapan Alea yang semakin kritis.

 ***

"Saya akan pulang ke Indonesia Kenichi, untuk menetap di sana. Dan, bagaimanapun Alea masih kecil, maka ia akan tinggal bersama saya, ibunya. Alea masih sepuluh tahun, nanti saat tujuhbelas tahun ia bisa tidak harus hidup bersama saya" suatu pagi pada saturday. Musim gugur berderai. Enam tahun terhukum.


Kenichi tertegun sesaat.

"Tidak perlu, Diana. Anda tetap di sini. Anda tidak akan kemana-mana membawa Arimbi dan Alea. Saya akan merubah sikap saya yang melukai anda selama ini. Karena saya juga sudah lelah menghukum anda. Saya sudah letih, saya telah bisa menerima anda kembali. Lagipula saya pun sangat menyayangi Arimbi sama seperti saya menyayangi Alea." laki-laki itu, untuk pertama kali dalam enam tahun lebih kebekuan ini, memelukku hangat. Airmataku merembesi pipi.

"Papa, mengapa Arimbi berkulit coklat dan tak bermata sipit seperti kita? Bukankah mama juga tak coklat kulitnya dan tak lebar matanya meski orang Indonesia? Pasti adik tertukar di rumah sakit dulu ya?!" Alea bertanya dalam bahasa Jepang pada bapaknya.

Tapi Kenichi hanya tersenyum dan mencari Arimbi yang tengah serius mencorat-coret buku. Pada gadis kecil itu Kenichi memeluk dan menciumi bertubi-tubi. Meski aku tahu wajah Ram begitu terlukis jelas sebagai jejaknya. Garis wajah perpaduan Jawa dan Timur tengah.

"Karena sebetulnya mama kecil dulu sangat Indonesia seperti adik... "Kenichi menambahkanku dan Alea dalam dekapannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun