Mohon tunggu...
Nadhira HalizahPutri
Nadhira HalizahPutri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Psikologi Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Efek FOMO (Fear of Missing Out) di Media Sosial bagi Remaja

16 Juni 2022   20:00 Diperbarui: 16 Juni 2022   20:03 922
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Arus globalisasi yang saat ini sedang melanda seluruh negara di dunia membawa banyak dampak baik maupun buruk. Salah satu dampak dari arus globalisasi yaitu berkembang pesatnya teknologi. Teknologi sedang marak digunakan oleh seluruh kalangan, terutama oleh remaja dengan rentang usia 12-23 tahun. Hal tersebut menyebabkan banyaknya informasi yang tersebar dan tersedia untuk seluruh pengguna internet. Selain itu, akulturasi budaya dan gaya hidup juga menjadi salah satu konten yang tersedia di internet. Remaja rata-rata sudah memiliki intuisi dasar dalam menggunakan teknologi digital (digital intuitiveness). Pesatnya perkembangan teknologi digital perlahan-lahan mulai menggeser media tradisional seperti radio, televisi, dan koran. Charenson (2015) melakukan sebuah survey kepada 333 mahasiswa dan pelajar yang kemudian membawa sebuah fakta bahwa responden menggunakan media sosial selama sebelas jam setiap harinya untuk tetap terhubung dengan aktivitas orang lain. Hal ini disebabkan karena adanya ketakutan individu merasa tertinggal dari pengguna lain jika tidak menggunakan media sosial. Fear of Missing Out (FoMO) merupakan sebuah kecemasan ketika tidak mengetahui aktivitas atau informasi terkini yang biasanya tersebar di internet. Sindrom FoMO memaksa semua orang untuk tetap terhubung dan ikut serta dalam diskusi online untuk menjaga hubungan individu dengan orang lain.

FoMO merupakan salah satu fenomena sosial yang sedang berkembang dan menjadi faktor yang membuat remaja rela mengeluarkan uang lebih banyak dan aplikasi media sosial semakin marak. Hal ini membuat para remaja mudah untuk mengadopsi tren yang sedang ramai di media sosial secara global karena kemudahan akses internet. Triani dan Ramdhani (2017) memperkuat gagasan tersebut dengan menyatakan bahwa kebutuhan relasi yang tinggi dapat mendorong kecenderungan FoMO yang tinggi bagi pengguna media sosial. Individu seringkali membandingkan kemampuannya dengan kemampuan orang lain. Seperti yang dikemukakan oleh JWT Intelligence (2012) munculnya FoMO dipengaruhi oleh beberapa faktor pendorong seperti usia, hastag topic, ketersediaan informasi di media sosial, stimulus untuk mengetahui berbagai informasi, social one-upmanship, dan kondisi deprivasi relatif. Adanya arus informasi yang banyak beredar di internet membuat seseorang perlu mempunyai regulasi diri yang memiliki arti kemampuan untuk menyusun strategi guna menghindari berbagai stimulus yang menghambat aktivitas. Regulasi diri mencegah seseorang mendapat kecemasan berlebihan yang dipengaruhi oleh stimulus-stimulus serta orang lain yang ada di sekitarnya. Seseorang yang kecanduan dengan media sosial disebabkan karena ketidakmampuan mengelola waktu luang sehingga menimbulkan kebosanan dan memilih untuk mengakses media sosial sebagai solusi untuk mengisi waktu luangnya. Pemakaian gadget dan media sosial dapat menjadi hambatan dalam menjalani aktivitas sehari-hari karena dapat menyita waktu dan menyebabkan distraksi sehingga meningkatkan tingkat stress.

Penggunaan media sosial secara kompulsif merupakan perilaku yang dilakukan individu untuk mengecek hal apa yang terjadi pada individu lain dalam rangka menghindari kecemasan atau perasaan tertinggal terhadap berita atau peristiwa yang sedang terjadi (Reagle, 2015). Faktor pemicu munculnya FoMO salah satunya adalah transparansi waktu sehingga setiap individu dengan mudah membandingkan pengalaman mereka (JWT Intellegence, 2012). 

Menurut Reagle (2015) ada beberapa komponen FoMO antara lain adanya perasaan ditinggalkan saat melakukan perbincangan/aktivitas, perilaku kompulsif, membandingkan diri sendiri dengan orang lain, perasaan negatif saat melewatkan sebuah pengalaman. Remaja selalu terhubung dan dengan mudah mengakses internet kapanpun dan di mana saja. Remaja harus menetapkan sendiri batas-batas dalam memilah dan memilih informasi karena tidak adanya hambatan dalam berkteknologi. Stone (2018) menyatakan bahwa remaja sadar akan kesehatan mental dan penggunaan teknologi. Remaja mengerti dampak pemakaian sosial media secara berlebih dan juga penyalahan teknologi. Mereka akan melakukan digital detoxes ketika merasa bahwa teknologi dan internet yang mereka gunakan sudah mengganggu aktivitas mereka guna menjaga kesehatan mental mereka masing-masing.

Menurut Beyens, Frison, dan Eggermont (2016) level FoMO pada perempuan cenderung lebih tinggi dari laki-laki karena rasa untuk diakui dan diterima dalam suatu kelompok pada perempuan lebih tinggi. Kegiatan online sudah menjadi bagian  dari keseharian para remaja.  Paparan teknologi yang didapatkan oleh para remaja tentunya memiliki dampak baik maupun buruk yang akan berpengaruh ke masing-masing individu sehingga muncul potensi remaja mengalami FoMO dan kecanduan internet. Dalam masa perkembangannya, remaja mulai meniru dan mencari informasi-informasi yang menarik untuk mengeksplor diri. Akan tetapi, banyak remaja yang tetap berada di zona nyamannya  dengan mencari sebuah informasi melalui buku dan media-media lainnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun