Mohon tunggu...
Yohanes Patrio
Yohanes Patrio Mohon Tunggu... Karyawan Biasa

Pria Juga Boleh Bercerita. Peminat Filsafat, Sastra dan Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jejak Tuhan Pada Wajah Gadis Misterius di Seberang Jalan

25 September 2025   19:09 Diperbarui: 25 September 2025   20:57 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image source:https://www.pexels.com/id-id/foto/wanita-memegang-bulan-3622517/

Dan barangkali karena keanehan serta kemisteriusannya itu, sempat terbesit niatku untuk menyeretnya masuk ke dalam ruang imajinasiku pada malam itu dan menjadikannya antagonis bayangan dalam cerita karanganku sendiri. Kuayunkan galon dan…brakkkk!!! Aku terbang seperti Gatotkaca dan menghantamnya dari atas.

Namun tiba-tiba, hati kecilku berkicau lirih—seperti angin yang menyentuh daun-daun rapuh di sudut kesadaran. Ia menggugahku dalam bisikan yang tak bisa ku abaikan:

"Dia itu manusia, sama sepertimu—punya hati, punya perasaan, punya ruang luka dan keindahan yang tak boleh kau usik hanya demi imajinasimu. Ia bukan boneka dalam panggung khayalmu. Tak layak kau perlakukan sebagai bayangan liar, bahkan hanya dalam pikiran."

Sebelum pikiranku menjalar seperti akar liar—menjalar ke tempat-tempat yang tak sepantasnya—aku memilih menarik langkah, menjauh dari pusaran bayangan yang nyaris kulahirkan sendiri.

Maka langkah kaki kuayunkan, melanjutkan perjalanan, meninggalkan desir hasrat yang hampir mengalahkan suara nurani.

Dan semakin dekat aku ke jalan besar, dugaanku pun ternyata benar. Dia adalah gadis misterius yang aku maksudkan itu.

Ia masih melangkah seperti sebelumnya—penuh kehati-hatian, seakan setiap pijakan harus ia timbang dengan rasa. Kepalanya terus menoleh ke kiri dan ke kanan, gerakannya kini lebih sering, lebih waspada; seperti rusa kecil di tengah rimba malam yang sunyi namun rawan bahaya.

Geraknya tak berubah, masih setia pada kehati-hatian yang semula, seolah tubuhnya menyimpan peta bahaya yang hanya ia yang tahu cara membacanya.

Aku bisa memahaminya. Kota besar, ketika malam mulai menggulung cahaya, menyimpan kemungkinan-kemungkinan kelam yang bisa menimpa siapa saja—perempuan, lelaki, atau bahkan siapa pun yang terlalu percaya bahwa malam hanyalah soal sepi dan lampu jalan.

Aku tidak tahu apakah pada saat itu dia melihatku atau tidak, sehingga aku tidak menduga ia mencurigai aku. Tapi toh walaupun ia mencurigai aku, tak mengapa. Itu sudah biasa.

Dan semakin dekat ke jalan besar, langkahnya kini semakin cepat. Nampaknya ia sudah melihatku. Maka akupun membuang muka ke arah lain dan melambatkan langkah, membiarkannya berjalan di depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun