Mohon tunggu...
Mutiya Idrus Official
Mutiya Idrus Official Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dengan napen Ziya Idrus

Suka menulis karya fiksi berupa cerpen dengan genre horor.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Misteri Pemilik Wajah Cantik

8 April 2021   12:15 Diperbarui: 8 April 2021   12:33 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Cukup. Saya yang berhak atas keputusan ini. Sekarang kalian semua silahkan pulang ke rumah masing-masing. Lanjutkan pekerjaan kalian yang tertunda, karena sudah membahas perihal yang tidak penting. Masih ada jalan kekeluargaan, untuk dicarikan solusinya." Pak Ahmad berkata dengan bijaksana.

Mendengar pernyataan dari Pak Ahmad, semua warga menjadi bubar. Mereka segan kepada Pak Ahmad. Beliau adalah seorang pemimpin yang teladan di kampung Kembang Sari. Sejak beliau memimpin kampung ini, tidak ada kegaduhan yang ditimbulkan, semua aman dan tenteram. Jika ada perihal yang sulit pun, Pak Ahmad mengajak seluruh warganya untuk berkumpul di rumahnya untuk mencari solusi terbaik dari masalah yang sedang dihadapi. Termasuk permasalahan Siti, mereka mempercayakan tanggung jawab kepada Pak Ahmad.

Bu Asih masih mematung di teras rumah, memandangi satu persatu warga yang pulang dari halaman rumahnya. Beliau merasa terpukul atas kejadian ini. Dari kejauhan, tampak Siti mengintip dari balik jendela. Ibu memandanginya, seketika mereka saling bertatapan. Wajah Siti merah padam, lalu ia pun pergi.

Di luar, Pak Ahmad masih berdiri di halaman depan rumah, dan Bu Asih menyuruh Pak Ahmad masuk dan mempersilahkan beliau duduk di bangku yang sudah tersedia. Pak Ahmad mengawali perbincangannya.

"Bu Asih, maafkan saya ternyata warga berbondong-bondong datang ke sini, hingga menganggu kenyamanan Bu Asih dan Siti."

"Iyo, orak popo toh, Pak. Saya juga sadar atas apa yang menimpa keluarga kami sekarang," ungkap Ibu lembut.

"Saya juga bingung, Pak. Kami harus pindah kemana, soalnya kami tidak ada keluarga, jika harus pindah ke kampung lain. Tempat tinggal kami hanya di sini, sejak saya dan suami menikah dan melahirkan Siti." Ibu tertunduk sendu.

"Saya masih memikirkan dulu, Bu'. Apa solusi terbaik bagi Bu Asih dan Siti. Saran saya utuk sementara waktu Siti ndak usah keluar dulu, Bu'. Saya takut warga akan berbuat semena-mena terhadap Siti. Di luar pengawasan Ibu."

"Ngih, Pak. Saya akan bilangkan hal ini pada Siti. Semoga dia paham akan hal ini," lirih Bu Asih.

"Matur suwun, Bu'. Saya pulang dulu, kalau ada hal yang perlu ditanyakan. Saya ada di rumah kalau bukan jam kerja."

Ibu mengangguk pelan. Pak Ahmad beranjak dan pamit pulang. Ibu mengantar Pak Ahmad sampai tangga, menunggu beliau menyalakan motor sampai punggungnya lenyap di belokkan jalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun