Oleh: Mutiara Rahmayani
Esai ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Pendidikan yang diampu oleh Dr. Uswatun Hasanah, M.Pd
Di era digital yang semakin canggih ini, pemandangan anak-anak sekolah dasar yang mahir mengoperasikan gadget bukanlah hal yang aneh lagi. Mereka dengan mudah mengakses berbagai platform digital, bermain game online, bahkan berinteraksi melalui media sosial. Namun, dibalik kemahiran teknologi tersebut, tersimpan kekhawatiran mendalam tentang pemahaman mereka terhadap etika digital. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah: sudahkah kita mempersiapkan generasi muda ini untuk menjadi pengguna digital yang bijak dan beretika?
Realitas Digital di Kalangan Siswa Sekolah Dasar
Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa penetrasi internet di Indonesia telah mencapai lebih dari 70% populasi, dengan pengguna usia anak-anak yang terus meningkat. Fakta ini mengindikasikan bahwa siswa sekolah dasar kini menjadi bagian aktif dari ekosistem digital. Mereka tidak lagi sekadar konsumen konten, tetapi juga menjadi kreator dan distributor informasi di dunia maya.
Namun, kemudahan akses teknologi ini tidak selalu dibarengi dengan pemahaman yang matang tentang tanggung jawab digital. Banyak ditemukan kasus cyberbullying, penyebaran informasi palsu, hingga pelanggaran privasi yang melibatkan anak-anak usia sekolah dasar. Fenomena ini menunjukkan adanya kesenjangan antara kemampuan teknis dan kematangan etika digital.
Mengapa Etika Digital Penting untuk Siswa SD?
Pertama, anak-anak usia sekolah dasar berada pada fase golden age pembentukan karakter. Pada masa ini, nilai-nilai moral dan etika yang ditanamkan akan menjadi fondasi kuat bagi perkembangan kepribadian mereka di masa depan. Jika sejak dini mereka tidak dibekali dengan pemahaman etika digital, maka potensi penyalahgunaan teknologi akan semakin besar.
Kedua, dunia digital memiliki karakteristik yang berbeda dengan interaksi tatap muka. Anonimitas, jangkauan yang luas, dan permanensi jejak digital menciptakan tantangan tersendiri. Siswa perlu memahami bahwa setiap tindakan di dunia maya memiliki konsekuensi nyata, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
Ketiga, literasi digital yang komprehensif tidak hanya mencakup kemampuan teknis, tetapi juga pemahaman tentang keamanan, privasi, dan etika. Tanpa landasan etika yang kuat, kemampuan teknis justru dapat menjadi bumerang yang merugikan.
Peran Komunikasi Edukatif dalam Menanamkan Etika Digital
Komunikasi edukatif memiliki peran sentral dalam menanamkan etika digital. Pendekatan komunikasi yang tepat dapat membantu siswa memahami kompleksitas dunia digital dengan cara yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif mereka.
Guru dan orang tua perlu mengembangkan strategi komunikasi yang tidak hanya bersifat instruktif, tetapi juga dialogis. Siswa perlu diajak untuk berpikir kritis tentang dampak dari setiap tindakan digital mereka. Misalnya, ketika membahas tentang berbagi foto di media sosial, guru dapat mengajukan pertanyaan: "Bagaimana perasaanmu jika foto pribadmu disebarkan tanpa izin?" Pendekatan semacam ini membantu siswa mengembangkan empati digital.