Saat itu sekitar tahun 2017, saya bersama 2 sahabat saya mengagendakan nonton bioskop film "Pengabdi Setan 1".Â
Harapannya, sebelum saya dan dua sahabat saya kembali ke kampung halaman setelah wisuda, kami memiliki momen menonton bersama.
Tiga tiket sudah ada di tangan. Sekitar pukul 9 malam kami bisa mulai menonton film horor karya Joko Anwar tersebut.Â
Ketika sedang asyik-asyik menonton, tiba-tiba dari belakang terdengar suara anak kecil menangis.
Penonton yang semula fokus ke layar di depan mulai gusar karena suara tangisan semakin keras.Â
Si ibu mencoba menenangkan si bocah namun tetap saja tangisan itu tak jua reda. Akhirnya, si ibu harus keluar ruangan untuk menenangkan si anak bersama suaminya.Â
Entah, mereka kemudian masuk kembali atau tidak saya tidak tahu. Yang pasti, karena kejadian itu, acara menonton kami menjadi terdistraksi. Saya yakin setiap orang di ruangan itu juga merasakan hal yang sama.
Setelah pulang ke kos muncul pertanyaan di benak,Â
"Bisa-bisanya ada orang tua membawa anak kecil nonton film horor di bioskop! Mana nangis pula anaknya"
Ketika mengingat kembali wajah pasangan tersebut, saya tahu bahwa usia mereka masih muda. Mungkin sekitar 25-29 tahunan.Â
Di usia tersebut, saya yakin masih suka-sukanya jalan-jalan, termasuk nonton film di bioskop. Tapi, kalau punya anak kecil yang kemungkinan gampang nangis, lha mbok ditahan dulu keinginan menontonnya, apalagi itu film horor.
Ada beberapa alasan orang tua tak boleh mengajak anak kecil nonton film horor.Â
Alasan yang pertama, film horor mengandung adegan mengagetkan untuk ditonton anak-anak.Â
Kedua, film horor bukanlah untuk dikonsumsi anak-anak karena biasanya untuk 17 tahun ke atas.Â
Dan yang ketiga, film horor mampu mempengaruhi mental anak.
So, tak ada alasan bagi orang tua untuk memperbolehkan anak menonton film horor atau film di luar batas usianya kecuali orang tua tersebut egois dan kurang berpendidikan.
Tahu gak sih dampak yang bisa terjadi pada anak bila menonton film horor? Melansir informasi dari bobo.grid.id, ada 5 dampak buruk yang terjadi pada anak-anak bila mereka menonton film horor.
- Gangguan tidur jangka panjang, bahkan sampai berminggu-minggu.
- Takut berlebihan pada kegelapan.
- Sering mimpi buruk karena merasa cemas.
- Gangguan tidur yang berakibat buruk pada kesehatan.
- Cenderung berperilaku kasar dan mudah marah
Jujur, saya sendiri pernah merasakan dampak buruk menonton acara horor saat masih kecil.Â
Dulu, ada acara misteri bernama KISMIS (Kisah-Kisah Misteri) di televisi.Â
Jadi acara tersebut mengilustrasikan pengalaman orang yang pernah bertemu hantu dengan potret hantu yang berdarah-darah dan mengerikan.
Beneran. Bagi saya kala itu, Kismis menghadirkan ketakutan hebat dalam diri saya. Gambaran hantu-hantu yang diilustrasikan seolah muncul nyata dan bakal mendatangi ketika saya berada di tempat gelap atau sendirian.
Tak heran, tiap hendak ke toilet---yang sebenarnya berada di dalam rumah---saya tak pernah berani sendirian. Pasti selalu minta ditemani orang tua. Dan ketakutan itu melekat sampai saya kelas 3 SMA.
Beberapa waktu lalu, saya sempat membaca sebuah ulasan mengenai Budaya Sensor Mandiri yang disosialisasikan oleh Lembaga Sensor Film (LSF) untuk mengatasi dampak buruk tontonan yang dikonsumsi anak-anak di bawah umur.
Di sini, peran orang tua, kakak, bibi, paman, kakek, nenek dan anggota keluarga lainnya begitu penting. Mereka adalah pihak-pihak yang punya andil menyortir tiap tontonan, entah di rumah melalui televisi maupun bioskop.
Nah, melihat besarnya dampak negatif yang ditimbulkan bila mengajak anak nonton film horor, tentu sebagai orang dewasa, perlu adanya kecerdasan memilih tayangan dan mengendalikan ego.
Budaya sensor mandiri harus jadi pijakan utama orang tua agar tontonan anak-anak bisa lebih baik dan bermutu. Hal ini berkaitan dengan mental mereka ke depannya.
Jangan karena ego dan kebodohan, anak akhirnya menjadi korban. Dengan demikian, saya rasa menonton film horor bersama anak kecil, Big No! Jangan pernah lakukan jika kamu menyayangi anakmu.