Biaya non fiskal adalah biaya yang tidak terkait dengan pajak dan pengeluaran anggaran pemerintah. Biaya non fiskal dapat berupa biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam bentuk insentif, disinsentif, dan kebijakan lainnya yang tidak terkait dengan pajak dan pengeluaran anggaran. Insentif fiskal dapat berupa pemberian keringanan pajak, pengurangan retribusi, dan kebijakan lainnya yang membantu meningkatkan pendapatan. Disinsentif fiskal dapat berupa pengenaan pajak yang tinggi, kewajiban membayar kompensasi, dan kebijakan lainnya yang menghambat pendapatan.
Biaya yang boleh dibebankan atau menjadi pengurang penghasilan bruto tersebut diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang (UU) PPh sebagaimana telah diulas dalam artikel kelas pajak sebelumnya. Perlu dicatat, tidak semua biaya komersial boleh dibebankan secara fiskal. Dalam Pasal 9 UU PPh juga diatur biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto walaupun biaya tersebut benar-benar terjadi dan beberapa di antaranya diperbolehkan secara komersial.
Mengapa perlu adanya Biaya Non Fiskal ?
Dalam penjelasannya, disebutkan bahwa pada prinsipnya biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak yang pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat dari pengeluaran tersebut.
Adapun pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi pengeluaran yang sifatnya pemakaian penghasilan, atau jumlahnya melebihi kewajaran. Berikut biaya-biaya yang tidak boleh menjadi pengurang penghasilan bruto menurut Pasal 9 UU PPh adalah :
- Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun merupakan pemakaian penghasilan. Jenis penghasilan ini dikenai PPh. Termasuk bentuk pembagian laba, yaitu pembayaran dividen kepada pemilik modal, pembayaran dividen oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi kepada anggotanya.
Dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh disebutkan macam-macam dividen, yaitu:
- pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun;
- pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
- pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham;
- pembagian laba dalam bentuk saham;
- pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
- bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
- bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
- pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;
- pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.
- Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.
Biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan. Contoh biaya tersebut di antaranya perbaikan rumah pribadi, biaya perjalanan pribadi dan keluarga, biaya premi asuransi yang dibayar oleh perusahaan untuk kepentingan pribadi para pemegang saham atau keluarganya.
Pada dasarnya, semua pengeluaran untuk kepentingan pribadi tidak dapat dibiayakan. Kenapa? Seharusnya, kepentingan pribadi itu dibiayai oleh dividen. Jadi, penghasilan yang dinikmati oleh pribadi dan keluarga harus setelah dikenai pajak penghasilan.
- Pembentukan atau pemupukan dana cadangan.
Pada dasarnya, dana cadangan bukanlah biaya karena belum terealisasi. Namun, menyesuaikan dengan kelaziman usaha di bidang keuangan yang memperbolehkan adanya pembentukan dana cadangan, UU PPh mengatur pengecualian tersebut.
Dana cadangan piutang tak tertagih yang diperbolehkan menjadi pengurang penghasilan bruto menurut Pasal 9 ayat (1) huruf c UU PPh adalah:
- cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
- cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
- cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
- cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan
- cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
- cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri.