Mohon tunggu...
Mutia AH
Mutia AH Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Fiksi

Menulis yang ringan dan positif

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Kenangan tentang Mbok Eyang

16 Mei 2021   23:28 Diperbarui: 18 Mei 2021   22:16 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Eyang. (sumber: pixabay.com/Free-Photos)

Kemudian setahun berikutnya Pak De Salih menyusul. Sedangkan Mbok Eyang, masih diberi umur panjang. Bahkan saat aku menikah beliau masih menyaksikan. 

Walaupun kemudian meninggal sebelum sempat melihat cucu yang lahir dari rahimku. Kemudian Mbok Eyang dimakamkan di tanah pemakaman kampung ayah. Itu artinya, Mbok Eyang dan Bapak Eyang di makamkan di tempat berbeda. 

"Mas, kok berhenti di sini?" Aku sadar dari lamunan saat mobil berhenti di depan sebuah Masjid. 

"Tanggung Mas, setengah jam lagi kan nyampe rumah!" protesku yang dijawab senyum oleh Mas Pras. 

Setelah mobil terparkir rapi di halaman, kemudian Mas Pras turun tanpa menoleh ke arahku. Namun kemudian ia muncul di samping dan membuka pintu. 

"Ayo, turun!" Aku menurut dan berjalan mengikutinya dari belakang. 

"Dulu, rumah Eyang di sini kan?"

"Iya," jawabku. Selama ini jika aku cerita, Mas Pras selalu diam. Ternyata ia mendengarkan dan mengingat apa yang keluar dari mulutku. 

"Kita salat di sini dan jangan lupa doakan almarhum. Ikhlaskan semuanya Dek, semua sudah berlalu," Aku mengangguk, kemudian melangkah menuju masjid. 

Lampu dalam masjid masih menyala, meski tak nampak ada seorang pun di sana. Mungkin karena bulan Ramadhan sehingga Masjid ini buka dua puluh empat jam tanpa dikunci. 

Atau, mungkin juga, sebenarnya marbot Masjid masih terjaga, hanya saja ia ada di bagian Masjid di luar jangkauan mataku saat ini. Mas Pras terlihat ke samping kiri menuju toilet pria. Sementara aku masih menikmati suasana di teras depan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun