Mohon tunggu...
Ibnu Abdillah
Ibnu Abdillah Mohon Tunggu... Wiraswasta - ... kau tak mampu mempertahankan usiamu, kecuali amal, karya dan tulisanmu!

| pengangguran, yang sesekali nyambi kuli besi tua |

Selanjutnya

Tutup

Politik

KPK dan Jokowi Itu Sama, Sama-sama Tidak Suci!

18 September 2019   19:21 Diperbarui: 18 September 2019   19:24 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
nasional.sindonews.com

Sebelumnya, perlu ditegaskan di awal, bahwa tulisan ini tidak untuk ikut-ikutan masuk pada dualisme soal penguatan dan pelemahan, karena sejatinya, pihak yang dituduh melemahkan dan pihak yang ingin menguatkan sama-sama mempunyai tujuan yang sama: mereka ingin agar KPK tidak lemah. Artinya, semua kelompok menginginkan agar KPK semakin kuat, pada dasarnya. Tentu kita bisa berdebat soal ini, tapi masing-masing kelompok memiliki rasionalisasi, dan itulah yang terjadi saat ini.

Tulisan ini hanya ingin menyampaikan sebuah diktum lama, bahwa sesuatu yang memiliki potensi untuk benar, sekaligus mempunyai peluang untuk salah. Sesuatu yang dianggap baik pada satu sisi, juga memiliki potensi untuk menjadi buruk pada sisi yang lainnya. Lalu, mari kita mencari jalan tengah, agar tidak lengah. Jika tulisan ini pun salah, silahkan dibantah, sebab mungkin saja di sebagian yang lain, ada yang berpandangan tulisan ini mengandung kebenaran.

Soal korupsi, kita sepakat, bahwa ia adalah salah satu extraordinary crime yang membuat bangsa ini terus berada dalam kesakitan berkepanjangan. Salah satu penyebab tertatihnya bangsa ini adalah karena korupsi, pada perkembangannya, menjadi "budaya": dari level atas hingga level yang paling bawah: sekelas lurah dan kepala sekolah. Akut seperti benang kusut.

Keberadaan lembaga negara seperti KPK menjadi angin segar dan membahagiakan sebab untuk memajukan bangsa, harus dimulai dari menghilangkan perilaku koruptif anak bangsanya, terutama yang memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan. Disitulah KPK berada.

Terbukti, banyak pejabat negara yang pada akhirnya mendekam di penjara. Ratusan Anggota Dewan, puluhan Kepala Daerah, beberapa Ketua Partai, dan pejabat lainnya yang melakukan kongkalikong untuk menggarong uang negara akhirnya merasakan akibatnya. Beberapa operasi tangkap tangan (OTT) menambah heroisme perjuangan lembaga anti rasuah ini dalam memerangi perilaku koruptif yang merugikan bangsa.

Dengan prestasi yang gemilang itu, KPK mendapatkan tempat di hati masyarakat. Ia selalu menduduki ranking pertama dalam hal tingkat kepercayaan dar rakyat. Tak ada lembaga negara yang dibela sedemikian rupa melebihi KPK, karena ia memang menunjukkan selalu bekerja. Memiliki kinerja. Hasilnya ada. Tampak jelas di depan mata, terutama ketika pemberantasan korupsi hampir selalu menjadi headline berita.

Pada titik inilah, kita akan selalu sepakat, bahwa KPK harus diperkuat sebab ia dibutuhkan untuk menopang kemajuan bangsa. Sementara pada titik yang lain, dengan posisi KPK yang melambung tinggi, tak menutup kemungkinan adanya kekaguman dan "pemujaan" yang berlebihan, padahal kita tahu, bahwa akan selalu ada potensi kesalahan, keculasan, dan kekurangan. KPK itu diisi oleh manusia, dan karena itulah akan selalu ada potensi salah dan lupa.

Masalahnya, sebagian orang membela KPK dengan asumsi dasar dan keyakinan yang kaku, bahwa KPK tidak pernah salah karena kesalahan selalu ada pada mereka yang menganggap KPK salah atau bermasalah. Sehingga, ketika ada seseorang atau kelompok yang kritis terhadap KPK, selalu dianggap sebagai upaya melemahkan dan merusak KPK; selalu dianggap tidak setuju dengan pemberantas korupsi; dan parahnya, dianggap berkongkalikong dengan para koruptor. Padahal kita sudah sepakat, bahwa KPK itu dihuni oleh "manusia" biasa-biasa saja seperti kebanyakan yang lainnya.

Pada titik ini, yang didapatkan KPK persis dengan apa yang didapatkan Jokowi dari para pendukungnya, bahwa Jokowi seakan tidak pernah salah. Ia dibela mati-matian dan kebijakannya selalu "dirayakan" sebagai sebuah prestasi yang gemilang. Kalau ada yang kritik, dikatakan sebagai hinaan dan cacian. Saat disampaikan fakta dan data, masih saja dianggap hoaks. Bagi pengagum dan pencintanya, Jokowi seolah malaikat tanpa cela. Semua yang diputuskannya selalu baik untuk bangsa. Jokowi selalu dibela secara berlebihan, seolah bukan manusia.

Perilaku seperti ini jelas berbahaya karena tak ada lagi rasionalitas, yang ada hanya rasionalisasi dan usaha pembenaran dari perilaku yang, kadang, jelas bertentangan. Jokowi dianggap bukan manusia utuh sebab separuhnya adalah jelmaan dewa. Mungkin karena itulah kebijakannya kadang tak "menyentuh" manusia, dan karena itu pulalah ada karikatur yang memanjangkan hidung pada bayangannya.

Itu pulalah yang dialami oleh KPK. Jokowi dan KPK selalu dianggap suci, padahal keduanya sama: sama-sama tidak suci! Karena potensi itulah, maka kita tak bisa menutup mata terhadap banyak hal yang terjadi sebagai track record tidak baik dari KPK, sekaligus perlu untuk memunculkan kesadaran, bahwa KPK itu juga "manusia". Lalu, darimana melihatnya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun