Mohon tunggu...
Mustam Arif
Mustam Arif Mohon Tunggu... Freelancer - Warga

Mustam Arif, penggiat LSM tinggal di Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Semantis Multi-tafsir dalam Kekalahan Prabowo

27 Mei 2019   14:21 Diperbarui: 27 Mei 2019   15:25 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prabowo Subianto (sumber: katadata.co.id)

Dalam kontestasi politik, kalimat sloganistis digunakan dalam orasi membangkitkan semangat. Namun dalam komunikasi politik, kalimat-kalimat sloganistis lemah dalam penerimaan dan apresiasi publik karena hanya asumsi-asumsi, klaim dan dugaan-dugaan.

Dalam kontestasi Pilpres 2019, Capres Prabowo kerap menggunakan kalimat-kalimat yang sloganistis. Diksi yang sloganistis ini melebur ke dalam semangat dan kehendak yang kuat, terkesan tidak terkelola dengan baik dalam setiap komunikasi politiknya. Prabowo kadang tak terkendali sehingga menempatkan kalimat-kalimat dalam konteks yang berbeda.

Kalimat-kalimat seperti kekayaan Indonesia dirampok asing, kekayaan Indonesia bocor, elite Indonesia gagal kelola negara, kecurangan yang masif dan sistematis. Dalam wacana tertentu, kalimat-kalimat Prabowo kadang tidak ditempatkan pada konteks yang tepat sehingga menimbulkan masalah dalam penerimaan dan interpretasi publik. Misalnya tentang 'tampang Boyolali' yang kemudian membuat Prabowo harus minta maaf.

Segala Cara Telah Ditempuh

Menarik ditelaah himbauan Prabowo dengan kalimat "Kadang-kadang dalam perjuangan ada taktik dan ada strategi, kadang-kadang kita harus kiri, kadang-kadang kita harus kanan. Kadang-kadang kita harus mundur, mundur tidak berarti kita menyerah". Kalimat ini bagai mencerminkan realitas atau pengalaman Prabowo-Sandiaga dan pendukungnya dalam pertarungan politik pilpres 2019. 

Berbagai taktik dan cara telah dilakukan. Dari pidato kemenangan, sujud syukur, pasang baliho dan spanduk klaim kemenangan telah dilakukan sebelum pengumuman resmi KPU. Kemudian ada wacana tidak percaya KPU, tidak percaya lembaga survei dan quick count. Bahkan menyatakan tidak akan menempuh jalur Mahkamah Konstitusi (MK), selain seruan dan upaya membangkitkan  people power untuk melawan  hasil pilpres dari KPU.

Belum lagi diuntungkan dengan masifnya gelombang hoax media sosial menyerang kubu Jokowi. Dalam 'tsunami' hoax ini pula, diperkirakan berhasil mengokohkan opini sebagian masyarakat tentang kecurangan yang masif dan sistematis, yang kebenarannya tentu kita akan lihat dalam penanganan dan keputusan di MK nanti.

Penggunaan sentimen agama juga diruncingkan dalam kontestasi pilpres oleh kubu Prabowo. Lewat hoax yang masif, terbangun asumsi publik seolah-olah Islam dan pemuka agama terhina dan terkriminalisasi oleh kubu petahana dalam pertarungan pilpres 2019 ini.

Kalah dalam kontestasi politik pilpres yang beruntun, satu kali cawapres dan dua kali capres, menjadi pukulan berat bagi ambisi Prabowo memimpin Indonesia. Pada pilres 2019 ini boleh dikatakan ''the last war'' bagi Prabowo.

Prabowo masih punya kesempatan di 2024 yang saat itu berusia 72 tahun. Masih layak jika mengacu pada Mahathir Mohamad yang kini kembali memimpin pemerintahan Malaysia dalam usia 93 tahun. Namun, tantangannya mungkin sudah berbeda. Di 2024 nanti Indonesia bakal tak lagi miskin figur capres seperti pada pilpres 2019. Akan muncul figur-figur muda dalam persaingan yang ketat.

Selain itu, pengalaman pilpres 2019 yang membelah dan mengaduk-aduk emosi masyarakat, lewat sentimen agama, kemungkinan akan melahirkan kesadaran baru para pemilih di 2024 nanti. Itu berarti, ada kemungkinan yang terjadi untuk massa pendukung Prabowo. Pendukung fanatis kemungkinan akan bertambah apabila ketidakpuasan dan dendam politik pilpres 2019 terus dirawat. Atau sebaliknya, ada kesadaran baru akibat dari pengalaman buruk pilpres 2019.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun