Mohon tunggu...
Mustam Arif
Mustam Arif Mohon Tunggu... lainnya -

Mustam Arif, rakyat biasa dan penikmat media, tinggal di Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mumi di Wamena, Eksotisme dan Pesan Masa Depan

16 Juni 2015   12:37 Diperbarui: 11 Juni 2016   13:21 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tujuh Mumi

Dari Hotel Jerman, kami menelusuri jalan beraspal mulus ke Distrik Kurulu. Sesuai informasi, di distrik (kecamatan) ini ada tiga mumi. Perjalanan ke Karulu ditempuh kurang lebih satu jam.

Di sepanjang jalan kami sering berpapasan mobil-mobil sejenis Strada menjadi angkutan umum antar-distrik atau kabupaten yang bisa dijangkau. Selain ditumpangi pendudu, kendaraan double cabin itu ditumpuki aneka beban. Mulai sayur-mayur, sembilan bahan pokok sampai ternak babi.

Kepada Anton saya katakan, kalau di Makassar, Strada tidak dimiliki banyak orang, karena tergolong mobil mewah. Anton tertawa. Bisa membayangkan biaya operasionalnya mobil yang jago menengak BBM ini dengan harga bensin subsidi di Wamena ketika itu Rp 23 ribu per liter sistem jatah.

Sesering kami berjumpa anak-anak desa berjalan ceria meski dengan kaki telanjang. Kami mampir dan minta foto bersama. Di sini untuk mengajak warga foto bersama, bukan semuanya gratis.

Masuk ke Kurulu, ada satu rumah tinggal kecil di tengah savana. Sejumlah orang berkumpul di bangunan semi parmanen itu. Menurut Anton ini adalah kantor bupati persiapan, yang sedang menunggu pemekaran kabupaten.


Sesuai informasi, tujuh mumi di Wamena, tersimpan di tiga distrik. Ada tiga mumi di Distrik Kurulu, tiga mumi lagi di Distrik Assologaima, dan satu mumi di Distrik Kurima. Enam mumi di Kurulu dan Assologaima adalah mumi laki-laki. Sementara satu mumi perempuan tersimpan di Kurima. Mumi perempuan ini tidak diperlihatkan kepada publik atau wisatawan. Menurut kepercayaan warga setempat, jika mumi perempuan ini dilihat orang luar, akan membawa
malapetaka bagi masyarakat setempat.

Mumi-mumi ini bukanlah jasad orang biasa dari suku Dani, suku mayoritas di Wamena atau Kabupaten Jayawijaya dan sekitarnya. Mereka adalah kepala-kepala suku dan panglima perang yang disegani dan menjadi panutan di masanya. Sebelum meninggal, apakah terbunuh atau karena sudah berusia tua, mereka berpesan agar jasad mereka diawetkan.

Pengawetan mumi-mumi dilakukan secara tradisional itu ternyata mampu bertahan hingga ratusan tahun. Ketujuh mumi di Wamena ini diperkirakan telah berumur antara 200 hingga 300-an tahun. Sesuai informasi penjaga mumi, pada masanya, mumi-mumi tersebut diawetkan dengan cara mengasapi mayat (jasad) itu selama 200 hari. Jasad diasapi terus-menerus sambil dibaluri lemak babi.

Wim Motok Mabel

Di Kurulu, Anton mengarahkan kami ke Desa Yiwika. Di desa ini ada satu mumi. Mumi yang tersimpan di desa ini adalah jasad dari Wim Motok Mabel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun