Mohon tunggu...
Muslim AR
Muslim AR Mohon Tunggu... Pernah Bercita-cita Menjadi Dinosaurus

Nasi goreng adalah menu putus asa, tersedia di mana-mana. Saya pencinta nasi goreng, sedikit pedas, dengan telur mata sapi.

Selanjutnya

Tutup

Humor

Membumikan Caruik di Ranah Minang (Bagian 1)

22 September 2025   07:35 Diperbarui: 22 September 2025   07:35 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Membumikan Caruik di Ranah Minang (bagian 1)

Caruik. Produk lokal Sumatera Barat yang terlambat masuk pasar. Kuat dugaan saya, hingar bingar diskursus caruik ini (baik kubu pro dan kontra) serupa dengan upaya agen promosi yang menjual cabe layu (lado busuak) pada senja hari. Setelah tak ada lagi yang bisa dijual dari Minangkabau, selain mengelap-elap masa lalu.

Caruik, mungkin juga diplomasi budaya, setelah tari piriang dan pasambahan yang membosankan di setiap kunjungan "orang pusat" dan para bule. Padahal, Minang ini dahulunya negeri pionir, pelopor, pendiri bangsa, tempat para pemberontak yang melawan kesewenang-wenangan, tapi hari ini bisa dijinakkan dengan Asu dan Jancuk! Bahkan pecel lele, sudah masuk di labuah korong dan hampir menguasai tiap jorong. Pejuang inklusif yang akhirnya takluk, masyarakat serta adat minang yang berubah menjadi eksklusif.

Tak hanya pecel lele, bahkan umpatan Jawa sudah menguasai ranah percakapan generasi Minang. Anjaaaay. Tak percaya? Survei saja, hampir separuh generasi Z pengguna smartphone aktif, di Sumatera Barat, hafal lagu NDX AKA, dengan judul Nemen. Isinya, "WUASU!" Adalah kutipan lirik paling ditunggu dan diteriakkan para penonton konsernya beramai-ramai.

Jadi, kemungkinan caruik adalah upaya mengembalikan kejayaan Minang, yang sudah ditelan zaman. Apalagi, selain isu pribadi kehidupan anak Andre Rosiade, hampir tak ada isu yang mampu dibawa Ranah Minang, sebagai percakapan nasional. Maka, Caruik ini masuk antrean ke sekian. Karena itulah tulisan ini baru saya mulai kala senggang, setelah antrean isu lainnya.

Kata "Kalera" sudah kalah pamor dengan "Asu". Serupa Rumah Makan Padang di perantauan yang sudah jadi monopoli para juragan yang berasal dari Kuningan, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Masakan minang katanya, kalio setengah matang dikenal sebagai randang. Ayam pop, berubah menjadi ayam bugil rebus saja. Bahkan, uda-uda yang jago menating piringnya, tak paham "Tambuah Ciek".

Caruik, mungkin juga simpanan, selingkuhan atau selingan dalam hubungan erat adat basandi kitabullah yang jadi gincu bagi kaum Minangkabau puritan. Malu-malu, para kaum anti caruik ini sejatinya menggunakan caruik jua sehari-harinya. Namun, demi citra baik di publik, mereka mendukung gerakan anti caruik. Dan menariknya, kaum anti caruik ini, memiliki pola yang sama. Sama-sama menjadi corong lembaga pemerintah dalam campaign sosialisasi kebijakan berbagai organ pemerintah.

Caruik, seharusnya bisa menjadi solusi atas para kaum anti caruik, yang melulu melabeli para penghobi caruik, sebagai orang-orang yang tak dekat dengan Tuhan. Mereka ini lucu, kala ada masyarakat sekitarnya depresi, mereka malah menuduh si penderita sebagai "jauh dari Allah". Bukannya dirangkul, tapi malah dipukul. Sehingga banyak para pengidap sakit mental berakhir bunuh diri. Dan ya, kitalah pelakunya. Sampai seseorang tak lagi punya harapan di dunia dan mengakhiri hidupnya. Padahal, jika saja Anda mau mendengarkan mereka bacaruik, atau minimal menyediakan tempat aman untuk mereka bacaruik pungkang dengan suara yang keras. Setidaknya, kusut dalam kepalanya sedikit terurai.

Padahal dengan melepaskan endorfin lewat caruik pungkang bernada tinggi, akan berkontribusi untuk menurunkan angka bunuh diri di Ranah yang katanya bersendi pada kitab Allah.

Data 2023, perbulannya rerata ada 3 hingga 4 orang yang bunuh diri di Sumatera Barat. Dan setiap tahunnya angka ini meningkat. Padahal jika kontes caruik digelar, bisa jadi hipotesa yang mumpuni sebagai salah satu saluran penghilang stress.

Kolaborasi Daboy Hario Zones dengan Uda Rio, apakah tak ada caruik di belakang layarnya? Apakah Uda Rio tak terbayangkan, bagaimana makharijul huruf dan artikulasi caruik warga Solok? Bersahutan dengan aksen dan dialek caruik warga Payakumbuah? Setidaknya festival ini jadi upaya mencegah 1 orang bunuh diri setiap pekannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun