Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Guru - M Musa Hasyim

Guru PPKn yang suka baca novel kritik sosial dan buku pengembangan diri. Sering menyukai sesuatu secara random.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Lelaki Malam

8 Januari 2020   14:50 Diperbarui: 8 Januari 2020   23:17 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Munaroh berhenti di depan masjid agung. Ia melihat suaminya sedang khusyuk membaca Quran. Apa jangan-jangan suaminya memang betul bekerja dengan Allah, menjadi marbut, pikirnya. Ia bernapas lega, setidaknya suaminya tidak mencari wanita lain selain dirinya. Munaroh kembali ke rumah dengan selamat meskipun sepanjang jalan pulang ia bertemu preman mabuk di tengah jalan. Mungkin karena suaminya beribadah semalaman sambil membaca Quran, pikirnya, sehingga bisa pulang dengan selamat tanpa godaan malam.

Pupus sudah prasangka buruknya. Malam itu, akhirnya ia bisa tidur dengan nyenyak meski tidak ada sang suami di sampingnya. Padahal biasanya, suaminya akan menjadi bantal guling yang empuk. Untuk menebus kesalahannya, besok pagi selepas salat Subuh, ia akan masak dengan masakan terlezat yang pernah ada. Biarlah ia membuka tabungan simpanannya di balik bantal guling.

Ia juga akan berdandan cantik agar suaminya mau menggaulinya lagi. Hal itu dilakukan demi menebus kesalahan dirinya yang sudah berprasangka jelek. 

Selepas salat Subuh, Munaroh menepati janjinya semalam. Ia menyiapkan segalanya demi menyambut kedatangan sang suami di pagi hari. Biasanya jam enam pagi suaminya akan mengetuk pintu lalu membawa seplastik rezeki yang ternyata didapatinya dari pekerjaan mulia, marbut, mungkin saja.

Jam di ruang tengah menunjukkan pukul tujuh pagi tapi suaminya belum juga pulang. Mungkin saja ia mendapat pekerjaan tambahan dari pengurus masjid, pikirnya.

Jam delapan, suaminya belum datang, mungkin saja masjid sedang kotor jadi suaminya harus bersih-bersih lagi, pikirnya. 

Jam sepuluh membuat Munaroh sangat cemas. Akhirnya ia keluar rumah dengan dandanan yang paling cantik selama hidupnya. Makanan di meja makan mungkin sudah dingin. Tak apa makanan itu ia berikan kepada tetangga. 

Selama perjalanan mencari sosok suaminya, Munaroh dilihati warga seolah ada yang aneh dengan Munaroh hari itu. Mungkin lipstiknya ketebalan, pikirnya. Sampailah Munaroh di depan masjid agung, tempat di mana suaminya bekerja dengan Allah dan digaji oleh Allah setiap malam. Namun ada pemandangan aneh di sana. 

Beberapa orang mengerumuni sesuatu seperti ada tontonan seru. Akhirnya Munaroh berjalan melewati kerumunan itu. Sebagian dari mereka merekam sesuatu itu. Munaroh makin penasaran dengan sesuatu itu.

Begitu mendekati pusat kerumunan, Munaroh sangat terkejut seperti ada petir menyambarnya di siang bolong. Dandanan paling cantik selama hidupnya seolah tidak ada artinya lagi. Makanan di rumahnya sepertinya juga benar-benar harus diberikan kepada tetangga.

Munaroh sangat tidak percaya dengan apa yang menimpa pada suaminya, Parman, sosok lelaki yang mencintai malam. Setiap malam kelayapan mencari rezeki Allah. Sosok lelaki yang dilihatnya tadi malam sedang membaca Quran dengan penuh penghayatan. Sosok Parman yang selalu membawakan makanan enak setiap pulang dari pekerjaanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun