Mohon tunggu...
Penaku
Penaku Mohon Tunggu... Mahasiswa - Anak-anak Pelosok Negeri

Menulis adalah Bekerja untuk keabadian. Awas namamu akan abadi dalam tulisannya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sarjana Langit

8 Desember 2022   23:05 Diperbarui: 8 Desember 2022   23:15 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret bulan. Hasil jepretan Rahmat Asdarudin. 

Malam ini, aku bersama kawan-kawanku mencoba menepi lagi setelah bergumul dengan aktifitas yang pelik. Kerumitannya semakin menjadi-jadi ketika berseliweran pada kepala.

Banyak hal yang menggerakkan hati untuk beranjak pergi, sekiranya tempat mana yang bisa mengalihkan sejenak atau barangkali jeda. Bukan untuk lari dari masalah, tapi untuk mengumpulkan sedikit tenaga untuk bertarung lagi pada pergulatan hidup.

"Gimana kalau kita pergi merefleksi diri lagi," bisik bako.
"Maksudnya gimana ya?" Tanyaku.
"Tahulah, tidak perlu banyak neko-nekomu." Ujarnya dengan sedikit tawa.

Tanpa pikir panjang lagi, ajakan kesana tak akan pernah ada tolakan. Meski ajakan pada tempat yang lain tak luput juga. Sebuah kedai sederhana menjadi titik tolak untuk segera ke sana. Suatu tempat pada malam hari dimana langit akan bercerita banyak hal.

"Pit nanti dia bawa kamera, sebentar dia menyusul, kita duluan aja." Sela Bako.
Kami berempat bermotor segera meluncur ke TKP. Sementara pito dan wahyu singgah mengambil perkakas kamera.

"Eh, kamu tahu nggak, kita akan pergi kemana?" Tanya bako.
"Hmmm,, pasti ngikutin pito motret bulan lagi kan." Jawabku singkat.
"Ya,, sudah saatnya kita kembali ke habitat, hehe." sahut bako dengan kikikan.

Punya kawan anak KPA (Komunitas Pencinta Alam) memang menjadi daya tarik tersendiri.  Bako adalah manusia yang sudah bau alam. Setelah satu bulan tidak lagi ngecamp, maka saat malam ini adalah momentum untuk memulainya kembali. Selain itu, dia juga atlet taekwondo kabupaten. Kemarin abis bertanding, kalah atau menangnya bukan jadi sorotan, yang kami tagi hanya traktirannya, hehe.

Udara malam membius dengan hebatnya. Dibawah pancaran rembulan dan bintang yang berpendar, kami berembuk layaknya pencari kerikil. Susun menyusun batu demi menciptakan bunga api. Jarak dengan laut hanya beberapa hasta. Sesekali ikan melompat ke permukaan, meletuk menyapa kami yang baru saja tiba.

Pada kesempatan ini, anggel kembali membersamai. Dia tumben nebeng denganku sampai tempat ini. Diatas jejeran batu cadas dia duduk dengan penuh pesona dikursi portabel. Perempuan satu ini adalah artistik toraja. Itulah julukan yang sering kusematkan padanya, ngikutin ke tempat manapun yang berhubungan dengan alam terbuka.

"Itu apaan yang ngambang?" Tanya Ode tiba-tiba. "Itu sampah !" Jawab pito. Pancaran rembulan membantu kami menemukan banyak hal, termasuk beberapa sampah plastik yang mengotori. Bukan plastiknya jadi soal, tetapi tangan-tangan gatal manusia tanpa adab suka buang sampah sembarang. Alasan healing tapi tak bertanggung jawab, dasar manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun