Suatu hal berkesan sekali sampai saat ini adalah  bagaimana saya meminta izin kepada Ibu untuk bergabung latihan karate bersama teman-teman.
Pada tahun 2014 saat masih SMP, dulu ada guru Olahraga  Sabuk hitam karate Inkai. Membuka pendaftaran latihan karate siswa SMP Negeri 3 Lawa pada saat itu. Saya yang tertarik hendak mendaftar bersama teman-teman untuk bergabung latihan karate.Â
Ikutlah saya berlatih selama beberapa hari di lapangan. Waktu itu belum sempat meminta Izin kepada orang tua makanya saya paksakan setiap sore pergi ke lapangan untuk latihan karate. Bayangkan saja antusiasme siswa pada saat itu sangat besar hingga yang ikut latihan itu kurang lebih 100 orang.Â
Seminggu setelah latihan maka saya memberanikan diri untuk menyampaikan ihwal ini kepada ibu saya.
"Bu,, saya udah latihan karate seminggu ini, saya pengen latihan terus sampai selesai, apakah ibu bersedia? Tanyaku.
"Mohammaa,,, koehimo bhelaee tokobusu-busu,tosipuli bhahi to mate(bahasa daerah Muna)
 (Astaga kamu jangan ikut, Itu sangat membahayakan,membuat kamu cedera,bahkan bisa mati)". Itulah jawaban ibu saya yang masih membekas sampai sekarang.
Saya mecoba untuk membantah pernyataan itu namun respon yang sangat tidak saya inginkan kembali saya dengar.
"Saya izinkan kamu untuk latihan karate,namun silahkan angkat kaki dari rumah ini dan jangan pernah kembali lagi". Jawab ibuku.
Skak mat yang membuat saya tidak bisa melangkah lagi. Ibarat dipukul rata tak bisa bergerak tapi sangat menyakitkan. Sejak saat itu saya mengubur Impian untuk Menjadi Atlet Karate. Prinsip saya adalah apapun yang engkau lakukan jika itu tidak di ridhoi oleh Ibumu maka Tuhan pun tidak akan Meridhoimu.
Itulah kisahku  yang pengen jadi Atlet Karate, namun karena tidak direstui Ibu maka terpaksa harus mengubur impian untuk jadi Atlet.