Mohon tunggu...
Munawar Hakimi Ahmad Qulyubi
Munawar Hakimi Ahmad Qulyubi Mohon Tunggu... Saya bukan penulis hebat, hanya seseorang yang belajar memahami hidup lewat tulisan. Jika ada yang tersentuh, biarlah itu jadi berkah kecil dari hati yang terus belajar. 🤍

Saya adalah manusia biasa yang masih belajar. Langkah saya mungkin perlahan, tetapi keinginan untuk terus tumbuh tidak pernah padam. Menulis bagi saya bukan sekadar hobi, melainkan cara untuk memahami hidup dengan lebih jujur. Saya menulis bukan karena sudah pandai, tetapi karena ingin terus belajar mengenali diri dan kehidupan. Saya percaya, setiap kalimat yang lahir dari ketulusan dapat membawa manfaat bagi orang lain. Tulisan-tulisan saya tumbuh dari kehidupan sederhana, baik di lingkungan pesantren maupun di ruang-ruang kecil keseharian. Dari sana, saya belajar bahwa manusia selalu berjuang memperbaiki diri, menata hati, dan menumbuhkan harapan di tengah keterbatasan. Saya terus berusaha, perlahan namun pasti, agar ilmu, pengalaman, dan tulisan saya dapat menjadi bagian kecil dari kebaikan yang lebih besar. Menulis bagi saya adalah perjalanan untuk belajar tanpa henti, dengan keyakinan bahwa setiap kata yang jujur akan menemukan jalannya sendiri menuju kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Roman

Do'a yang Menjelma Nyata

13 Oktober 2025   00:30 Diperbarui: 13 Oktober 2025   00:26 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada masa di mana hidup terasa tak beraturan, tak selalu mulus seperti yang diinginkan. Kadang tenang, kadang berantakan. Tapi perlahan saya belajar, bahwa setiap peristiwa, setiap pertemuan, dan bahkan setiap kelelahan, bukanlah kebetulan; semuanya bagian dari cara Tuhan menata hati agar lebih kuat dan lembut sekaligus.

Saya tidak pernah menganggap diri saya istimewa. Saya hanyalah seseorang yang masih terus belajar: belajar memahami, belajar menerima, belajar menata hati agar tidak mudah runtuh. Dalam hidup, saya sadar bahwa tidak semua hal bisa saya kendalikan, tapi saya bisa memilih untuk tetap berjalan dengan hati yang lapang, meski langkahnya sering goyah.

Lalu datanglah seseorang yang tidak saya sangka-sangka, hadir dengan cara sederhana; tidak banyak janji, tidak banyak kata, tapi penuh perhatian dan kesabaran. Ia bukan sekadar teman bicara, melainkan tempat saya belajar mengenal arti tulus tanpa banyak penjelasan. Dalam diamnya, ada ketenangan. Dalam sabarnya, ada doa yang saya rasakan nyata.

Saya masih ingat ucapan bunda, ketika melihat saya mulai belajar menata diri, "Sok karunya ari manahna tos di raheutan teh." Kalimat sederhana, tapi dalam. Bunda tahu, saya bukan orang yang pandai menyembunyikan perasaan. Ia tahu bahwa hati saya sedang diisi oleh sesuatu yang berbeda; bukan sekadar rasa, tapi keinginan untuk tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik.

Bunda juga sering menasihati dengan lembut, agar saya tetap berpijak di jalan yang benar. Bahwa kasih tidak harus tergesa. Bahwa sabar tidak akan pernah sia-sia. Bahwa dalam setiap hubungan yang baik, ada ruang untuk saling memahami, bukan saling menuntut. Saya berusaha memegang itu semua, meski kadang masih belajar menenangkan diri dari hal-hal kecil yang tak perlu diperbesar.

Adik saya, Iklil, dengan caranya yang lucu dan apa adanya, selalu punya cara untuk menegur sekaligus menyemangati. Kadang ucapannya terdengar santai, tapi justru di sanalah ketulusannya terasa. Terima kasih, Iklil, sudah mau sabar menghadapi saya yang sering sulit ditebak; kadang absurd, kadang diam, kadang tak jelas maunya apa. Tapi percayalah, saya akan terus berusaha menjadi pribadi yang lebih baik ke depannya. Terima kasih sudah selalu ada, dalam cara sederhana yang justru paling berarti.

Perjalanan ini tidak selalu mudah. Ada rasa lelah yang kadang datang tanpa permisi. Ada rasa takut yang tiba-tiba menghampiri. Tapi di antara semua itu, saya menemukan satu hal yang menenangkan: ada orang-orang yang tidak pernah meninggalkan, meski saya tidak selalu sempurna. Ada yang tetap mendoakan dalam diam, ada yang menegur dengan kasih, dan ada yang hanya duduk diam namun kehadirannya sudah cukup membuat hati pulih.

Kini saya memahami, bahwa doa tidak selalu datang dari langit dengan suara yang menggema. Kadang ia datang dalam bentuk seseorang yang sabar. Kadang ia hadir lewat keluarga yang menguatkan. Kadang ia berwujud kesederhanaan hari-hari yang terasa biasa, namun sebenarnya sangat berarti.

Hidup, pada akhirnya, bukan tentang mencari siapa yang paling sempurna, tapi tentang bagaimana kita saling menumbuhkan. Bagaimana kita belajar untuk tidak menyerah ketika keadaan tidak seindah harapan. Bagaimana kita memilih untuk tetap menjadi diri sendiri, tanpa kehilangan kebaikan di dalam hati.

Saya tahu, perjalanan ini masih panjang. Akan ada lagi rasa lelah, mungkin kecewa, mungkin kehilangan. Tapi saya juga tahu, selama masih ada doa yang tulus, selama masih ada hati yang ikhlas, semuanya akan baik-baik saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun