Mohon tunggu...
Mulyadi Adi
Mulyadi Adi Mohon Tunggu... Wirasawasta

Pengamat politik

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Konspirasi di Balik Keracunan MBG

26 September 2025   16:27 Diperbarui: 26 September 2025   18:02 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bisik Konspirasi di Warung Kopi

Hujan sore turun seperti tirai tebal. Saya menepi ke warung kopi kecil, hanya berniat berteduh. Tapi telinga saya justru menangkap percakapan di meja pojok tiga orang, suara mereka pelan namun penuh nada mencurigakan.

Pria 1 (serius):

"Angka resmi: 1.333 anak keracunan. Cijambu 411, Neglasari 730, Mekarmukti 192. Tapi paket MBG yang dibagikan? Ribuan porsi---Cijambu 3.567, Neglasari 3.986, Mekarmukti 1.600. Semua dimasak, dibumbu, dan dipacking di hari yang sama."

Pria 2 (mencondongkan badan):

"Logikanya, kalau ada yang busuk di dapur, semua harusnya tumbang. Kenapa cuma segelintir? Angka ini... terlalu rapi."

Perempuan (lirih tapi tajam):

"Bukan sekadar masakan basi. Ini mirip pola operasi. Ada yang sengaja memilih sasaran."

Saya menahan napas. Kata-kata mereka seperti potongan puzzle konspirasi.

Pria 1:

"Operasi?"

Perempuan:

"Ada dua skenario. Pertama, sabotase internal: biar program Makan Bergizi diambil alih sekolah. Kalau sekolah pegang, ada 'celah basah'. Anggaran bisa dimainkan, keuntungan mengalir."

Pria 2:

"Dan skenario kedua lebih busuk. Menjatuhkan Prabowo. Bikin program andalan terlihat gagal, lalu dorong Gibran ke kursi presiden. Pola lama: buat kekacauan, lalu tawarkan solusi."

Pria 1 (menghela napas):

"Seolah-olah cuma insiden pangan, padahal... bisa jadi operasi politik?"

Perempuan:

"Lihat waktunya. Mendekati momentum politik besar. Anak-anak jadi korban, publik panik, citra pemerintah goyah. Semua sesuai naskah."

Di luar, hujan makin deras. Suara air di atap seng menegaskan ketegangan kata-kata itu.

Pria 2:

"Kalau ini memang rencana, pasti ada yang memastikan hanya sebagian porsi yang 'terisi'. Terlalu presisi untuk kebetulan."

Perempuan:

"Dan yang paling menakutkan: pelaku bisa siapa saja orang dapur, distribusi, bahkan pihak yang kita kira tak mungkin. Konspirasi butuh dalang, bukan cuma eksekutor."

Saya menatap ke luar jendela, pura-pura sibuk. Tapi kalimat terakhir itu menancap seperti paku di kepala.

Hujan akhirnya reda, namun saya melangkah pergi dengan dada berat. Percakapan itu entah hanya prasangka atau potret kenyataan gelap terus bergema, membuat batas antara kebetulan dan rencana terasa kabur.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun