Mohon tunggu...
Mulyadi SH MH
Mulyadi SH MH Mohon Tunggu... Penulis

Dengan menulis pemikiran kita dapat tersampaikan, menulis juga merupakan senjata intelektualitas

Selanjutnya

Tutup

Politik

Belum Genap Setahun Pemerintahan Hampir Di Ujung Tanduk

5 September 2025   16:29 Diperbarui: 5 September 2025   16:49 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi sapu kotor dalam istana

JAKARTA - Pemerintahan baru di bawah pimpinan Presiden Prabowo Subianto telah mengobarkan perang besar melawan korupsi, dengan janji akan menyapu bersih para koruptor "tanpa pandang bulu". Namun, sebuah pertanyaan besar muncul di benak publik: mampukah Indonesia benar-benar bersih jika alat untuk membersihkannya adalah "sapu warisan lama" yang mungkin sudah kotor?.

Analogi "sapu kotor" ini menyoroti keraguan besar terhadap keseriusan pemberantasan korupsi saat ini. Di satu sisi, janji manis pemberantasan korupsi terus diucapkan. Namun di sisi lain, kenyataannya kabinet pemerintahan diisi oleh beberapa tokoh kontroversial dari masa lalu, dan senjata utama untuk melawan koruptor justru dilemahkan di parlemen. Publik pun bertanya-tanya, apakah ini perang sungguhan atau hanya sebuah pertunjukan?.

Senjata Ampuh yang Sengaja Dibuat Tumpul

Ujian terbesar dari janji pemerintah ada di gedung DPR di Senayan. Di sana, nasib Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset, sebuah aturan yang dianggap paling ampuh untuk membuat koruptor miskin, seolah digantung tanpa kepastian. RUU ini memungkinkan negara menyita harta hasil korupsi bahkan sebelum ada vonis penjara, yang akan memutus sumber dana para koruptor.

Anehnya, meskipun partai-partai pendukung pemerintah menguasai lebih dari 80% kursi di DPR, pembahasan RUU ini sebelumnya terus terhenti dengan berbagai alasan dan walaupun pasca demonstrasi akhir Agustus ini akan dibahas -semoga tidak hanya wacana-. Para pengamat curiga ada kesengajaan di balik ini. "Ada kekhawatiran bahwa RUU ini bisa menjadi 'kuburan' bagi mereka atau kerabat mereka," ujar seorang peneliti dari Formappi, menyoroti kemungkinan RUU itu bisa menyerang balik para politisi.

Lingkaran Setan Politik Mahal dan Elite Bersekongkol

Masalah ini berakar pada sistem politik Indonesia yang sangat mahal. Para politisi butuh dana besar untuk kampanye, yang seringkali membuat mereka terikat "politik balas budi" dengan para penyumbang dana.

Kondisi ini menciptakan apa yang disebut sebagai "kartel politik", di mana partai politik, bahkan yang tadinya lawan, akhirnya bekerja sama untuk berbagi kekuasaan dan akses ke uang negara. Akibatnya, fungsi pengawasan DPR menjadi lemah karena hampir semua kekuatan besar ada di dalam pemerintahan. Menurut Indonesia Corruption Watch (ICW), komposisi kabinet saat ini adalah cermin dari kartel ini, karena diisi sejumlah nama yang pernah terseret dugaan kasus korupsi. Inilah inti masalah "sapu kotor" itu: alat pembersihnya justru berasal dari sistem kotor yang ingin diberantas.

Jalan Keluar Butuh Tindakan Tegas dan Perubahan Mendasar

Para ahli menyarankan dua langkah penting untuk keluar dari masalah ini.

  • Tindakan Jangka Pendek:
    • Rombak Kabinet: Presiden perlu segera merombak kabinetnya dan mengganti menteri-menteri yang punya catatan buruk untuk mengirim sinyal kuat bahwa integritas tidak bisa ditawar.
    • Perintah Politik untuk DPR: Presiden bersama para ketua umum partai koalisi harus secara terbuka mendeklarasikan RUU Perampasan Aset sebagai prioritas tertinggi yang wajib disahkan dalam waktu singkat. Dengan kekuatan mayoritas absolut di parlemen, satu-satunya yang kurang saat ini adalah perintah politik dari puncak kekuasaan.
  • Perubahan Jangka Panjang:
    • Akar masalahnya, yaitu politik biaya tinggi, harus dipotong. Caranya adalah dengan menambah dana negara untuk partai politik, namun dengan syarat transparansi dan audit yang sangat ketat.
    • Selain itu, pendidikan anti-korupsi harus menjadi pelajaran wajib di semua jenjang sekolah untuk membangun generasi baru yang benci korupsi.

Kini, rakyat menunggu apakah janji-janji keras pemerintah akan menjadi tindakan nyata. Tanpa keberanian mengganti "sapu kotor" dan memperbaiki sistem yang rusak, perang melawan korupsi hanya akan menjadi pertempuran sia-sia yang tak akan pernah usai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun