"Aku mau buat sarang burung, tapi hujan turun. Pasti jerami di sawah semuanya basah" jawabnya dengan raut memelas.
"Yasudah. Tunggu besok, kan bisa kering lagi jeraminya" tutur bapaknya menenangkan.
"Semoga besok tidak hujan lagi" jawab Raka dengan pasrah. Bapaknya kemudian mengusap kepanya Raka dan beranjak pergi ke belakang.
Hari selanjutnya, hujan turun lagi dari pagi hingga petang. Begitupun hari-hari selanjutnya, matahari seperti enggan muncul menyinari bumi. Hal tersebut membuat Raka semakin gelisah, karena memikirkan nasib jerami dan burung-burung di sawah. Harapannya untuk membuat sarang burung semakin menipis.
***
Beberapa hari kemudian, hujan mulai reda. Raka berinisiatif untuk melihat keadaan jerami di sawah. Ia berjalan menyusuri pematang sawah. Kali ini, ia tidak sendiri namun bersama dengan temannya, Bima. Bima adalah teman di rumah serta di sekolahnya.
Sesampainya di sawah, Raka melihat jerami yang masih lembab sampai di bagian atasnya. Bima pergi melihat bagian lain sambil beberapa kali memegang jerami. Hingga di bagian yang ada di bawah pohon, yaitu bagian yang tidak dapat sinar matahari secara langsung itu sangat lembab dibandingkan dengan bagian lainnya, namun ia melihat fenomena lain di sana.
"Raka, sini lihat ini" panggil Bima, penuh antusias.
"Ada apa, Bim?" Raka berlarian menuju Bima berada.
Bima sangat takjub dengan apa yang ia lihat, karena sebelumnya ia belum pernah menjumpai makhluk tersebut pada jerami.