Mohon tunggu...
Mukhlis Abdillah
Mukhlis Abdillah Mohon Tunggu... Leaning Consultant, Author, Counselor

Traveling, menulis dan mengajar

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Cintaku Berlabuh di Tanah Abang (7 Anak, 7 Waktu, 7 Peristiwa)

11 Maret 2025   14:04 Diperbarui: 11 Maret 2025   15:10 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terasa aroma wangi pakaiannya saat aku berboncengan dengan beliau, kebiasaan Bapak saat aku kecil diwaktu pagi setelah sholat subuh ia mengajak ku keliling sekitar rumah. Bapak orangnya apik dan bersih, tidak suka melihat ada yang kotor. Bapak juga dikenal warga sebagai pengurus Masjid yang paling semangat memakmurkan Masjid dengan berbagai kegiatan positif terutama menggerakan anak-anak muda agar rajin beribadah.

Saat tiba dirumah gawai ku berdering "Ndi, bapak berangkat dari sini jam 07.30, kamu sudah hubungi tukang memandikan jenazah, pemakaman bagaimana, persiapan dirumah bagaimana ?", rentetan pertanyaan mas Dio kujawab singkat "Sudah beres semua mas". Setelah telepon dari mas Dio kututup aku bergegas mendekati istri yang memandangi dari tadi sambil menggendong si bungsu serta mengajak main si sulung.

"Ayah, kata mama Bapak sudah gak ada ya, memangnya Bapak pergi kemana?". Anak ku tidak pernah memanggil kakeknya dengan panggilan yang umum, ia lebih suka memanggil Bapak sebagaimana aku dan istriku biasa memanggil beliau.

Kudekati wajah kecil nan polos itu sambil berkata "Kakak doakan Bapak ya, Allah sayang Bapak insyaa Allah nanti kita akan ketemu lagi dengan Bapak". Dengan penasaran si sulung kembali bertanya "Nanti Andli main sama siapa dong kalau Bapak gak ada?" si sulung yang ku beri nama Andri dengan dialek cadelnya  bertanya dengan nada khawatir tidak ada teman bermain lagi, karena selama ini saat aku bekerja dan istri sedang mengurus kebutuhan rumah seperti memasak dan lain-lain Andri selalu ditemani Bapak bermain, mereka kalau istilah anak sekarang sudah seperti bestie, bahkan aku dan istri lebih sering dimarahi Bapak jika menegur anak-anak saat mereka membuat kesalahan.

Tepat puku 07.45 Ambulans pun tiba dirumah, segera para pelayat mendekat ketika pintu belakang mobil dibuka, ada yang membacakana kalimat tauhid, mengingatkan agar berhati-hati sampai sibuk membuka jalan agar memudahkan jenazah memasuki rumah.

Terlihat wajah ibu lelah karena semalaman tidak tidur, tak tampak kesediahan justu ia menunjukan ketegaran, entah apakah itu yang ada didalam hati atau bisa jadi sebenarnya hatinya hancur berkeping-keping karena belahan jiwanya telah pergi namun ia tidak ingin orang lain tahu karena banyak persiapan yang diperlukan sampai Bapak di makamkan.

Tidak lama berselang beberapa saudara kandung ibuku datang, rumah mereka rata-rata jauh dari rumah Bapak, antara satu sampai dua jam waktu yang harus ditempuh untuk sampai ke kediaman kami.

Ibu adalah anak ke 4 dari 7 bersaudara, kakak ibu yang diatasnya persis adalah seorang pensiunan guru, saat masih aktif mengajar ia terkenal galak, bukan hanya pada murid-murid tetapi juga pada anak-anaknya, prinsip yang ia pegang adalah hidup itu keras tidak boleh lembek, kalau ada yang menyakiti lawan, jangan jadi pecundang. Namun demikian ia sangat membela keluarga, saking bela nya terkadang sampai kebablasan, saudaranya salahpun tetap di bela. Dikemudian hari aku baru paham mengapa paman ku punya sikap yang unik dan keras seperti itu.

"Bu itu Ncang Bahar sama Ncing Rustam datang" aku memberi tahu ibu yang disambut dengan wajah dingin tanpa ekspresi saat mendengar kakak dan adik bungsunya datang.

Aku jadi teringat masa-masa konflik besar dalam keluarga beberapa tahun lalu yang melibatkan ayah dan ibu, sepertinya itu yang membuat ibu tidak berekspresi apapun saat saudara kandungnya datang kerumah untuk melayat. Ada apakah gerangan?

Bersambung...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun