Mohon tunggu...
MUH IKBAL RUMERY
MUH IKBAL RUMERY Mohon Tunggu... Mahasiswa

Hello saya Muh Ikbal rumery Pemuda desa kelaba kabupaten seram bagian Timur Penulis sederhana "Ide adalah senjatamu"

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cinta pertama bab 1

12 Oktober 2025   23:32 Diperbarui: 12 Oktober 2025   23:32 4
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

"Cinta pertama adalah sebuah kisah yang tidak akan pernah kamu lupakan."

 

Sebagian dari cerita ini adalah kisah nyata dan sebagian lainnya adalah kisah fiksi, yang mungkin terjadi padamu. Cerita ini terjadi di tahun ... kamu terka-terka sendiri saat membaca ceritanya.

 

***

 

"Erina! Erina!" panggil dua orang gadis berpakaian seragam sekolah menengah pertama berwarna putih biru dari depan pagar sebuah rumah secara bersamaan. "Erinaa!" panggil mama, "Wati dan Tari sudah nyamper sekolah kamu tuh!" Mama lalu memanggil masuk dua gadis sahabat karib putrinya tersebut. "Wati, Tari ... Erina masih siap-siap, ayo sini masuk dulu, kita sarapan, masih pagi loh."

Wati yang memiliki tubuh gemuk dengan cepat mengangguk. "Wah kebetulan Tante, kita belum sempet sarapan," ujanya sambil membuka pintu gerbang. "Buset Wat, bukannya tadi pas aku samper, kamu lagi makan roti ya?" kaget Tari yang memiliki tubuh kurus. "Itu bukan sarapan namanya, itu pemancing sarapan," cengir Wati lalu masuk ke dalam rumah Erina diikuti Tari yang geleng-geleng.

Mereka berdua mencium tangan mamanya Erina lalu ikut duduk di meja makan bersama adik Erina, Listyana. "Gimana rasanya sudah jadi anak SMP? Seneng dong ya," senyum mama pada Wati dan Tari sembari meletakkan dua piring nasi goreng dengan telur mata sapi di atasnya untuk mereka berdua. Mata Wati terbuka lebar melihat menu lezat tersebut.

"Tentu senang Tante, banyak pengalaman baru," kata Tari. "Kalau kamu gimana Wat?" tanya mama pada Wati yang telah menyuap nasi gorengnya. Wati menunjukkan jempolnya. "Jempol itu karena kamu suka sama sekolah atau teman-temannya Wat?" tanya mama. Wati menggeleng. "Bukan dua-duanya Tante, jempol ini untuk nasi goreng buatan Tante yang lezat!" Mama tertawa. "Ah semua makanan buat Kak Wati pasti enak, apalagi kalau gratis," celetuk Listyana.

"Heh, ga boleh gitu," tukas Erina yang muncul di meja makan sambil mendorong kepala adiknya itu. "Ma! Kak Erin ngeplak kepalaku!" teriak Listyana. Erina mencibir lalu duduk bergabung untuk sarapan pagi bersama. "Sudah, sudah ... jangan berantem terus tiap pagi," geleng Mama. "Ma, lihat, ada jerawat lagi muncul di wajahku nih, bikin malu," tunjuk Erina pada pipinya. Mama memerhatikan lalu berkata, "Ga apa-apa Rin, itu namanya jerawat remaja, biasa, nanti juga hilang, asal jangan dipencet sama tanganmu itu." Erina berdecak sebal pada jerawatnya. "Mending jerawat dari pada bisul," sahut Wati dengan mulut penuh telur dan nasi goreng. Tari mengangguk setuju. "Bener juga kamu Wat," cengir Erina.

"Jadi, kalian sudah dapat sahabat baru di sekolah atau jangan bilang kalian kemana-mana bertiga terus nih?" tanya mama.

"Pastinya sudah banyak teman dong Te ... meski yang paling akrab ya kita bertiga aja," tawa Wati. Mama tersenyum. "Kalian itu sudah berteman sejak TK, SD sampai sekarang, mbok ya cari teman baru gitu." Erina manggut-manggut. "Sedang proses Ma, nanti juga teman kita banyak Ma," ucapnya.

"Memangnya ada yang mau temenan sama tiga mahkluk aneh seperti kalian?" ledek Listyana. "Hush, ga boleh gitu Na," tegur mama. "Na, awas hati-hati, kalau orang tukang ngeledek itu nanti kalau jalan kelingkingnya kepentok kaki meja terus loh," celetuk Tari menakuti. "Aduh sakit!" seru Erina pura-pura memegangi kakinya untuk meledek adiknya lalu tertawa bersama Wati.

"Sebaiknya kalian pergi sekolah sekarang, nanti kesiangan, Mama juga mau mengantar Listyana ke sekolah sekarang," ujar mama. Erina, Wati dan Tari mengangguk. Mereka menyuap sendok terakhir nasi gorengnya lalu bergegas pergi sekolah setelah mencium tangan mama dan melambaikan tangan pada Listyana. "Dadah Listyana, hati-hati kelingkingmu kepentok yaa," seru Tari dari luar pintu gerbang disusul tawa Erina dan Wati. Listyana mengangkat kedua alisnya menunjukkan wajah tak percaya. "Kalian pikir aku bocah yang bisa dikibuli?" gumamnya. "Ayo cepat Na pake sepatumu, nanti telat ke sekolah!" tegur mama. Listyana bergegas dan tak sengaja kelingking kakinya membentur meja teras. "Adoooh!" jerit Listyana. Mama yang sedang mengunci pintu rumah tertawa.

 

***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun