Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemukan perjumpaan antara Islam dengan budaya lokal. Ada tradisi selametan, tahlilan, upacara adat, hingga berbagai perayaan yang tidak jarang dibalut dengan doa-doa dan nilai keislaman. Pertanyaannya, apakah praktik semacam ini boleh dilakukan? Apakah Islam benar-benar bisa bersatu dengan budaya lokal, atau keduanya justru saling bertentangan?
Pertanyaan ini menarik untuk direnungkan, apalagi di tengah masyarakat Indonesia yang dikenal sangat kaya budaya. Dari Sabang sampai Merauke, hampir setiap daerah punya tradisi unik yang diwariskan turun-temurun. Namun, bagaimana Islam hadir dan menyikapinya, itu yang sering menjadi perbincangan.
Islam Hadir dengan Misi Tauhid dan Akhlak
Sejatinya, Islam datang bukan untuk menolak budaya manusia, melainkan untuk memberi arah. Dua misi utama Islam jelas: menegakkan tauhid (mengesakan Allah) dan menyempurnakan akhlak (memperbaiki perilaku). Dari dua prinsip ini, kita bisa memahami bahwa segala bentuk budaya atau tradisi akan dipandang berdasarkan sejauh mana ia mendukung tauhid dan akhlak.
Jika sebuah budaya justru merusak tauhid misalnya dengan praktik syirik atau mempersekutukan Allah, maka Islam tentu menolak. Namun, bila budaya itu berisi kebaikan, menguatkan persaudaraan, menjaga nilai kemanusiaan, atau melatih kepedulian, maka Islam bisa menerimanya, bahkan merangkulnya.
Proses Islam dalam Menyikapi Budaya Lokal
Islam tidak serta-merta menutup mata terhadap budaya masyarakat. Ada tiga proses penting yang menunjukkan bagaimana Islam bersikap bijak terhadap budaya lokal:
1. Interaksi
Islam berinteraksi dengan budaya yang ada di tengah masyarakat. Dalam interaksi ini, Islam hadir dengan kepedulian, sekalipun budaya tersebut mungkin bertentangan dengan nilai tauhid atau akhlak. Kehadiran ini menjadi bukti bahwa Islam tidak asing dengan realitas sosial.
2. Seleksi
Setelah berinteraksi, Islam melakukan seleksi. Artinya, tradisi dan budaya lokal ditimbang: apakah sesuai dengan nilai tauhid? Apakah mendukung perbaikan akhlak? Pada tahap ini, Islam memberi penilaian yang adil.
3. Filterisasi