Namun... dedaunan di pohon bambu bergerak meski tidak ada angin.
Makam Tua
Damar menoleh cepat. Di belakangnya, tak ada siapa-siapa. Tapi bau anyir darah mulai menyengat dari arah makam yang tak jauh. Nisan-nisan terlihat remang dalam cahaya bulan yang tertutup awan.
Tiba-tiba... kerincingan berbunyi. Seperti lonceng kecil di kaki penari jaman dulu. Di ujung jalan, muncul sosok penari ronggeng dengan baju merah menyala, wajahnya putih pias tanpa mata, dan mulutnya menyeringai panjang sampai telinga.
Damar ingin berlari, tapi lututnya lumpuh.
"Koen nyambut aku, to?" suara perempuan itu berat, seperti dua suara bertumpuk.
Ia menari ke arahnya. Langkah demi langkah. Lonceng makin keras. Setiap gerakan menimbulkan angin dingin menusuk tulang.
Putus Hubungan Dunia
Damar berusaha membaca doa. Tapi lidahnya kelu. Ayat yang biasa ia hafal, tiba-tiba hilang dari kepala.. Yang keluar hanya desahan napas dan keringat dingin.
Penari itu makin dekat.
Suaranya kembali terdengar. Kali ini dari arah belakang.
"Golekno aku neng njero..."
Damar nekat membanting tubuhnya ke tanah. Ia rebah, menutup mata, memaksakan doa meski terbata.