Kalau sedang di Kota Solo pada hari Minggu pagi dan ingin jalan-jalan santai, salah satu tempat yang bisa dan menarik dikunjungi adalah CFD-nya.Â
Sejak tahun 2009, Kota Solo rutin menggelar Car Free Day di sepanjang Jalan Slamet Riyadi, dari kawasan Purwosari sampai Gladag. Panjang jalannya sekitar tiga kilometer dan ditutup untuk kendaraan bermotor mulai dari jam enam pagi sampai sekitar jam sembilan.
Pada hari Minggu ini saya ajak lewat ulasan ini, menyusuri keramaian CFD Solo, bukan sekadar jalan-jalan, tapi mengalami langsung denyut kehidupan warga Solo.
Sebelum masuk ke yang seru-seru, sedikit kilas balik. Bahwa CFD ini pertama kali diadakan di Indonesia pada 22 September 2001 di Jakarta. Meniru konsep yang sudah berjalan di Eropa, yang pertama kali diperkenalkan di Belanda dan Belgia pada tahun 1956.
Tujuannya kegiatan ini untuk mengurangi polusi udara, mendorong masyarakat beraktivitas fisik, dan memperkenalkan gaya hidup sehat. Ide itu kemudian menyebar ke kota-kota lain, termasuk di Solo.
Namun, yang membuat CFD Kota Solo berbeda adalah bagaimana warga dan komunitas lokal benar-benar memanfaatkan ruang ini. Bukan cuma untuk olahraga atau jalan-jalan, tapi juga sebagai ajang menampilkan seni, budaya, dagangan, dan bahkan kumpul-kumpul alumni.
Buat saya, CFD di Kota Solo terasa beda dibanding kota lain. Bukan cuma soal suasana atau orang-orangnya, tapi juga karena ada satu hal yang benar-benar unik yaitu: kereta api Batara Kresna yang melintas di tengah jalan saat CFD berlangsung.Â
Jadi sambil jalan santai atau lari pagi, kita bisa lihat kereta lewat di tengah keramaian. Orang-orang biasanya langsung berhenti sejenak, ada yang langsung memfoto atau merekam video, ada yang hanya melihat sambil tersenyum bisa melihat kereta melintas pelan dari jarak dekat di jalan raya.
CFD ini bukan cuma tempat buat aktivitas olahraga. Di salah satu sudut dekat halte, perhatian saya teralihkan ke sekelompok orang yang memakai kostum warna-warni. Ada Naruto, ada karakter dari game Genshin Impact, bahkan ada yang berdandan seperti bajak laut. Rupanya mereka dari komunitas cosplay Solo. CFD menjadi panggung mereka untuk tampil dan berinteraksi langsung dengan warga. Anak-anak antusias minta foto, orang dewasa pun tak kalah seru. Suasananya jadi meriah dan warna-warni.
Tak jauh dari situ, setelah melihat kereta yang besar, saya melihat meja dengan display unik. Di atasnya, berjejer miniatur kereta api tambang, dan kendaraan-kendaraan skala kecil lainnya. Ternyata, ini adalah komunitas pecinta miniatur. Siapa sangka, hobi seperti ini punya tempat di tengah CFD? Mereka bukan hanya memamerkan, tapi juga mengedukasi tentang seni miniatur.
Mungkin hal paling tak terduga hari itu adalah ketika saya mendengar dentuman drum dan raungan gitar listrik dari kejauhan. Saya kira ada konser, tapi ternyata suara itu datang dari... halte bus. Ya, benar. Komunitas band rock yang menamakan diri mereka "ROCK IN HALTE" sedang manggung di sana.
Dengan panggung sederhana, mereka menggebrak suasana dengan lagu-lagu cadas. Saya merasa di CFD Solo ini, setiap sudut bisa jadi panggung.Â
Selama menyusuri jalan, saya dihampiri oleh seorang bapak-bapak yang menawarkan pijat refleksi. Di sebelahnya, ada aksi sulap sederhana. Beberapa meter kemudian, saya melihat ada yang memainkan alat musik sape' alat musik khas suku Dayak, lengkap dengan pakaian adat Dayaknya.Â
Ada anak-anak sekolah sedang pentas seni. Mereka memainkan alat musik, bernyanyi, menari, dan bahkan menampilkan potongan adegan "Film Jumbo", diperankan oleh para murid dari sekolah di Solo. Ada juga anak-anak TPA yang tadarus Quran.
Tak cukup sampai di situ, ada pula komunitas pecinta ular yang mengizinkan pengunjung untuk foto bareng ular besar (dengan pengawasan tentunya), dan komunitas pecinta anjing yang mengajak para pengunjung, terutama yang mengajak anjing peliharaannya untuk parade kecil-kecilan.
Lalu ada komunitas winchun, karate, dan bahkan pertunjukan silat di atas matras yang digelar di pinggir jalan. Beberapa komunitas olahraga bela diri sering menggelar latihan terbuka di sepanjang jalan, dan siapa pun boleh ikut nonton.
Di sisi lain jalan, ada banyak aktivitas yang lebih santai seperti senam aerobik, yoga, atau lari pagi. Ada juga yang bersepeda, main sepatu roda, dan naik skateboard.
Hal menarik lainnya di CFD Solo adalah kulinernya. Trotoar sepanjang jalan Slamet Riyadi jadi seperti pasar dadakan. Banyak pedagang yang berjualan dan beraneka macam seperti ada yang jualan ikan cupang, mainan tradisional, baju modern maupun tradisional maupun  makanan dan minuman, mulai dari jajanan khas Solo sampai kopi kekinian.Â
Kadang saya hanya datang untuk beli sarapan: bisa soto, nasi liwet, atau sekadar jajan serabi dan es dawet. Suasana pasar ini makin ramai karena banyak juga pedagang yang datang dari luar kota, seperti dari Salatiga atau Boyolali.
Salah satu pedagang yang saya kenal, dulu dia biasa berjualan di sekitar Stadion Manahan. Tapi sejak kawasan stadion tidak boleh lagi dipakai untuk berdagang, banyak dari mereka pindah ke CFD. Jadi selain tempat rekreasi, CFD juga jadi tempat cari rezeki buat banyak orang.Â
Ada juga pelayanan publik seperti cek kesehatan gratis, sosialisasi dari BPJS, kampanye lingkungan, kampanye anti narkoba sampai informasi kampus. Beberapa toko besar di sepanjang jalan bahkan ikut buka stan kecil di trotoar, memperkenalkan produk atau kasih diskon khusus CFD.
Yang saya suka dari CFD adalah suasananya yang santai dan terbuka. Orang bisa datang sendiri, bareng teman, keluarga, atau pasangan.Â
Bisa olahraga, bisa belanja, bisa nonton, atau cuma duduk-duduk sambil menikmati hiruk-pikuk pagi. Setiap minggu suasananya selalu berubah, tergantung komunitas atau event yang ikut terlibat.
Kalau kebetulan long weekend, seperti minggu ini pengunjungnya jadi lebih banyak dari biasanya. Jalanan bisa sampai padat dengan berbagai aktivitas, tapi tetap terasa aman dan nyaman. Capek juga sih jalan dari ujung ke ujung, tapi capeknya nggak kerasa karena banyak hal yang bisa dilihat.
Semuanya mengalir begitu saja. Ada kehidupan di sana, kehidupan yang nyata, sederhana, tapi penuh semangat.
Bagi saya CFD seperti ini adalah bentuk nyata dari kota yang inklusif dan menjadi ruang publik terbuka. Di mana masyarakat, bisnis, dan pemerintah saling mendukung menciptakan ruang bersama yang sehat dan menyenangkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI