Mohon tunggu...
Muh Arbain Mahmud
Muh Arbain Mahmud Mohon Tunggu... Penulis - Perimba Autis - Altruis, Pejalan Ekoteologi Nusantara : mendaras Ayat-Ayat Semesta

Perimba Autis - Altruis Pejalan Ekoteologi Nusantara : mendaras Ayat-Ayat Semesta

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Hutan Sosial di Hutan Larangan

11 September 2017   09:46 Diperbarui: 11 September 2017   09:54 1303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Community forest (kehutanan masyarakat) diartikan sebagai sistem pengelolaan hutan yang dilakukan oleh individu, komunitas, atau kelompok, pada lahan negara, lahan komunal, lahan adat atau lahan milik (individu / keluarga) untuk memenuhi kebutuhan individu / rumah tangga dan masyarakat, serta dapat diusahakan secara komersial ataupun sekedar untuk subsistensi (Suhardjito ed.,1998).

Meski secara ontologis sama-sama bertolak dari paradigma CBFM atau Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat / PHBM, secara epistemologi konsep social forestry (SF) berbeda dengan konsep community forest(CF). Perbedaan kedua konsep tersebut adalah sumber inisiatif pengelolaan hutan. Program SF merupakan inisiatif pemerintah dalam rangka merespon tekanan sosial ekonomi masyarakat dan awalnya selalu dilakukan dalam kawasan negara. Sebaliknya, konsep dan pelaksana CF sebagian besar merupakan inisiatif dari masyarakat sendiri dengan lokasi dalam kawasan hutan milik sendiri, milik adat, dan milik negara, atau di atas kawasan hutan "sengketa" antara masyarakat dan negara (Awang, 2003).

Menakar Hutan Sosial Malut

Kegiatan Kehutanan Sosial di Maluku Utara (Malut) adalah Kebun Bibit Rakyat (KBR), fasilitasi pemerintah dalam penyediaan bibit tanaman hutan dan jenis tanaman serbaguna (multi purpose trees species/ MPTS) yang prosesnya dibuat secara swakelola oleh kelompok tani. Bibit hasil KBR digunakan untuk merehabilitasi dan menanam di lahan kritis, lahan kosong dan lahan tidak produktif di wilayahnya. Sejak awal program (2010) hingga 2016, tercatat KBR di Malut menghasilkan bibit sebanyak 21.331.467 anakan. Tanaman yang diusahakan kurang lebih 65 jenis endemik seperti binuang, cengkih, pala, linggua, sengon, kenari, ketapang, mangrove dan sebagainya. Kegiatan KBR tersebut diikuti + 606 kelompok masyarakat yangmana dalam pengerjaannya melibatkan perempuan dan generasi muda (anak -- remaja). Maka KBR dapat dikatakan salah satu program pemerintah yang responsif gender.

Selain KBR, Malut telah mendapatkan alokasi kegiatan Bantuan Sosial (Bansos) dari pemerintah melalui Program Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan Berbasis Konservasi (PPMPBK). Berbeda dengan KBR, PPMPBK relatif lebih instan berupa bantuan bibit tanaman kayu-kayuan (sengon, mangrove, samama, mahoni), MPTS (pala, cengkih) dan pertanian (jagung, kacang tanah) secara langsung dan kadang ditambah ternak (sapi, kambing, babi) sesuai kebutuhan masyarakat. Sejak digulirkan pada 2013, hingga tahun lalu (2016) bantuan tersebut telah diserahkan kepada kurang lebih 81 kelompok tani. Selain itu, tahun 2015 telah dilaksanakan kegiatan pembuatan bangunan konservasi tanah dan air (KTA) berupa lima unit dam penahan di Halmahera Barat.

Selanjutnya, Kehutanan Masyarakat di Malut antara lain Hutan Adat (HA), Hutan Kemasyarakatan (HKm), dan Hutan Desa (HD). Menurut penulis, potensi Hutan Adat di Malut relatif belum teridentifikasi dan terinventarisir secara menyeluruh (Malut Post,21-9-2016). Selama ini belum ada kebijakan pemerintah pusat maupun daerah yang serius mengembangkan pengelolaan HA. Hal ini merupakan ironi tersendiri di tengah banyaknya masyarakat hukum adat (MHA) di Malut + 57 komunitas terdaftar, dan + 100 komunitas yang belum terdaftar (Data AMAN Malut).

Hutan Sosial : Alternatif Kelola HL Ternate

Kehutanan Masyarakat banyak dilaksanakan di Hutan Lindung (HL) sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam mengelola lahan negara. Kehutanan Masyarakat di Malut yang sudah berkembang adalah HKm dan HD di Kota Ternate. HKm dilaksanakan di kawasan HL Gunung Gamalama dan sekitarnya. HKm Ternate menjadi satu-satunya prestasi dari seluruh target fasilitasi penetapan areal kerja(PAK) HKm Malut. Dari target fasilitasi HKm Malut seluas 700 ha telah berhasil ditetapkan PAK HKm seluas 290 ha berdasar Keputusan Menteri Kehutanan (Kepmenhut) Nomor : SK.426/Menhut-II/2013 tanggal 12 Juni 2013. PAK HKm tersebut terbit berdasar usulan Walikota Ternate melalui Surat Nomor : 522/93/2011 tanggal 15 April 2011 yang ditindaklanjuti oleh Kemenhut dengan membentuk Tim Verifikasi dari pemerintah pusat dan daerah.

Areal kerja HKm di Ternate berada di tiga lokasi, yakni Kelurahan Maliaro dan Marikurubu (Kec. Ternate Tengah) serta Tubo (Kec. Ternate Utara). Pemkot Ternate telah menerbitkan Ijin Usaha Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) kepada KTH Rubahongi (Maliaro), KTH Ake Guraci (Marikurubu) dan KTH Tunas Muda (Tubo) melalui Keputusan Walikota Ternate Nomor : 138 -- 140 / II.11/KT/2014 tanggal 11 September 2014 tentang pemberian IUPHKm di Kawasan Hutan Lindung Gamalama seluas 290 hektar.

HD di Ternate dalam bentuk fasilitasi usulan calon areal kerja. Tahun 2015, BPDAS Ake Malamo memfasilitasi usulan calon Areal Kerja HD seluas 710 Ha dari Walikota Ternate kepada Menteri LHK dan telah diverifikasi oleh Tim Pusat dan Daerah pada tanggal 15 Desember 2015. Berkas usulan ditandatangani oleh Pj. Walikota Ternate, Drs. Idrus Assagaf. Calon areal HD yang sudah diukur dan diusulkan sebanyak lima kelurahan di tiga kecamatan, yaitu Pulau Ternate (Kel. Afe Taduma / 200 Ha, Tobololo / 150 Ha, Foramadiahi / 125 Ha), Ternate Tengah (Kel. Moya / 150 Ha) dan Pulau Hiri (Kel. Dorariisa / 85 Ha).

Sejatinya, fasilitasi usulan calon areal HD pun telah dilakukan beberapa desa di Halmahera Tengah, Halmahera Barat, Halmahera Utara dan Tidore Kepulaun. Oleh karena adanya permasalahan tenurial (batas desa), birokrasi daerah (berkas usulan terhenti di Sekretariat Daerah), perubahan / alih fungsi lahan dan sebagainya, maka HD di kabupaten / kota tersebut belum berhasil difasilitasi usulannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun