Setidaknya ada beberapa aspek yang bisa kita sisipkan nilai-nilai Aceh ke dalamnya.
Pertama, Menghidupkan Kearifan Lokal di Atas Laut
Sebagai daerah pesisir, Aceh punya hukum yang mengurusi laut, yaitu adat laot. Hal ini bisa kita jadikan rujukan untuk mengatur pengelolaan Kapal Aceh Hebat.
Seperti filosofi nelayan Aceh yang selalu berbagi hasil tangkapan, dalam hal ini kita bisa terapkan dengan saling membantu antar sesama. Hal ini juga bisa diterapkan dalam hal kedisiplinan, bukan hanya soal teknis saja, tapi juga kepedulian keselamatan antar penumpang.
Meski terlihat sederhana, nilai-nilai ini bisa kita terapkan dan menjadi rujukan dalam menjalankan transportasi laut berbasis nilai-nilai adat laot. Hal ini senada dengan hasil penelitian Yulindawati (2017).
Hukum Adat Laot bagi masyarakat nelayan Aceh bukan sekadar tradisi, melainkan sistem kearifan lokal yang ‘ethical, responsible, and sustainable’ dalam pengelolaan sumber dayanya. Prinsip-prinsip ini bisa menjadi fondasi bagi Kapal Aceh Hebat agar tidak hanya mengutamakan efektivitas teknis, tetapi juga integritas budaya dan keselamatan bersama.
Kedua, Identitas Budaya dalam Desain dan Pelayanan
Aceh punya kekayaan seni dan motif yang khas. Dari pinto Aceh yang megah, rencong sebagai simbol keberanian, hingga songket yang penuh makna.
Semua itu bisa diwujudkan dalam desain Kapal Aceh Hebat. Bayangkan jika badan kapal atau eksterior dalamnya dihiasi ukiran khas Aceh, atau interiornya menampilkan kaligrafi indah.
Penumpang tentu akan merasa lebih senang karena dekat dengan budayanya sendiri. Bahkan wisatawan pun akan membawa pulang kesan yang kuat.
Pelayanan juga bisa mencerminkan budaya Aceh. Filosofi peumulia jamee atau yang sering disebut memuliakan tamu sudah lama menjadi identitas masyarakat Aceh.