Mohon tunggu...
Muhammad Muhajir
Muhammad Muhajir Mohon Tunggu... Dosen

Dosen Agama Islam Universitas Brawijaya Malang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Indonesia Kiblat Toleransi Dunia

6 September 2024   15:00 Diperbarui: 6 September 2024   15:49 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paus Fransiskus dan Grand Syekh Al-Azhar (Reuters)

Simbol Perdamaian yang Menyentuh

Tidak hanya kesederhanaan yang menjadi sorotan, tetapi juga pesan perdamaian yang dibawa oleh Paus Fransiskus dan Grand Syekh al-Azhar. Kedua tokoh ini telah menunjukkan bahwa dialog dan perdamaian antaragama bukan sekadar kata-kata di atas kertas, tetapi bisa diwujudkan dalam tindakan nyata. Salah satu momen yang sangat menyentuh dari Paus Fransiskus adalah ketika ia mencuci kaki para narapidana, termasuk narapidana Muslim, sebagai simbol pengampunan dan ketiadaan dendam.

Tindakan ini mengingatkan kita bahwa perdamaian sejati hanya bisa dicapai melalui pengampunan, bukan dengan dendam atau kekerasan. Di tengah dunia yang kerap kali diguncang oleh konflik berbasis agama, pesan ini sangat relevan. Dalam Islam, kita juga diajarkan untuk menahan amarah dan memaafkan, sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Surat Ali Imran: 134: “Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain.”

Kehadiran Grand Syekh al-Azhar dan Paus Fransiskus menjadi pengingat bagi kita bahwa perdamaian tidak datang begitu saja, tetapi harus diperjuangkan melalui dialog, pengertian, dan kerjasama. Keduanya telah memberi contoh bahwa meskipun terdapat perbedaan keyakinan, kesatuan dalam kemanusiaan bisa menjadi jembatan menuju perdamaian.

Tantangan dan Harapan

Meskipun Indonesia telah diakui sebagai model toleransi, kita tidak boleh lengah. Intoleransi yang mengemuka di beberapa tempat harus menjadi alarm bagi kita semua. Kunjungan kedua tokoh dunia ini harus menjadi momentum bagi kita untuk mengevaluasi kembali langkah-langkah yang sudah kita ambil dalam menjaga kebhinekaan dan keberagaman.

Dalam hal ini, peran pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat sipil menjadi sangat penting. Pendidikan multikultural dan dialog antaragama harus terus diperkuat. Media juga memegang peran sentral dalam menjaga narasi yang positif dan konstruktif tentang keberagaman.

Kunjungan Grand Syekh al-Azhar dan Paus Fransiskus adalah momen bersejarah yang menegaskan bahwa Indonesia berada di garis depan dalam perjuangan global untuk perdamaian dan toleransi. Dunia sedang melihat kita. Mari kita jadikan momen ini sebagai pijakan untuk memperkuat komitmen kita terhadap pluralisme, menghargai perbedaan, dan terus membangun bangsa yang damai dan inklusif. Indonesia adalah rumah bagi semua, dan mari kita jaga rumah ini dengan sepenuh hati.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun