Program pengembangan atlet seharusnya menyeimbangkan latihan teknik dasar seperti stance, footwork, dan strokes dengan modul pelatihan psikologis. Mental toughness training, simulasi pertandingan bertekanan tinggi, hingga bimbingan sport psychology menjadi kebutuhan mendesak.
Hong Kong Open 2025 memberi pelajaran penting. Kejutan teknis bisa mengantar ke semifinal, tetapi mental baja yang konsistenlah yang mengantar ke podium juara. Indonesia harus berani berinvestasi pada pembinaan psikologis agar generasi baru benar-benar siap menjadi juara dunia.Â
Indonesia tidak boleh lagi puas hanya dengan kejutan di babak awal. Target utama tetaplah konsistensi di babak puncak. Untuk itu, pembinaan harus mencetak atlet yang tidak hanya piawai secara teknis, tetapi juga kuat dalam menghadapi tekanan publik dan atmosfer final turnamen besar.
Kegagalan di Hong Kong Open 2025 memang menyakitkan, tetapi juga memberi pelajaran penting. Saatnya pelatih, federasi, dan atlet bersama-sama mengevaluasi kelemahan non-teknis yang selama ini menghambat lahirnya juara sejati.
Jika Indonesia mampu mengintegrasikan penguasaan teknik yang sudah solid dengan kekuatan psikologis yang matang, maka bukan mustahil Adnan/Indah dan generasi berikutnya akan kembali membawa pulang trofi dari ajang-ajang super series, bahkan kejuaraan dunia dan olimpiade.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI