Sejak diimplementasikan pada tahun 2015, kebijakan Dana Desa telah menjadi instrumen penting dalam pemerataan pembangunan di pedesaan Indonesia. Dengan alokasi yang terus meningkat setiap tahunnya, Dana Desa telah berkontribusi signifikan terhadap pembangunan infrastruktur dasar, peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta penguatan ekonomi desa.
Namun, seiring dengan tantangan ketahanan pangan global yang semakin kompleks, pemerintah melalui Peraturan Menteri Desa Nomor 2 Tahun 2024 mengamanatkan bahwa 20 persen Dana Desa dialokasikan untuk mendukung ketahanan pangan. Hal ini juga sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2025 yang menitikberatkan pada percepatan pembangunan jaringan irigasi guna mewujudkan swasembada pangan.
Kebijakan ini merupakan langkah strategis dalam memperkuat ketahanan pangan nasional dari tingkat desa. Selama satu dekade terakhir, Dana Desa telah mendorong pembangunan infrastruktur irigasi, jalan usaha tani, serta pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang berorientasi pada pertanian. Dengan adanya pengalokasian khusus untuk ketahanan pangan, desa-desa di seluruh Indonesia kini memiliki peluang lebih besar untuk meningkatkan produktivitas pertanian, memperbaiki akses terhadap sarana produksi, dan memperkuat sistem distribusi hasil pertanian.
Dengan alokasi 20 persen Dana Desa untuk ketahanan pangan, desa bukan hanya menjadi pusat produksi, tetapi juga garda terdepan dalam menjaga kedaulatan pangan nasional.
Salah satu tantangan utama dalam mencapai swasembada pangan adalah ketersediaan air untuk pertanian. Banyak daerah masih mengalami keterbatasan akses terhadap irigasi yang memadai, sehingga produktivitas pertanian belum optimal. Dengan adanya mandat 20 persen Dana Desa untuk ketahanan pangan, desa-desa kini dapat lebih fokus dalam membangun atau merehabilitasi jaringan irigasi, sumur bor, dan embung desa. Investasi ini akan berdampak jangka panjang dalam meningkatkan hasil pertanian dan mengurangi ketergantungan pada pasokan pangan dari luar daerah.
Selain infrastruktur irigasi, penguatan kapasitas petani menjadi aspek krusial dalam kebijakan ini. Dana Desa dapat dimanfaatkan untuk pelatihan pertanian berkelanjutan, penggunaan teknologi tepat guna, serta diversifikasi komoditas yang lebih adaptif terhadap perubahan iklim. Dengan demikian, ketahanan pangan desa tidak hanya bergantung pada satu jenis komoditas, tetapi juga lebih fleksibel menghadapi tantangan cuaca ekstrem dan dinamika pasar.
Dalam aspek ekonomi, pengalokasian Dana Desa untuk ketahanan pangan juga dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan tenaga kerja di sektor pertanian. Dengan dukungan modal dari Dana Desa, petani kecil memiliki akses lebih baik terhadap pupuk, benih unggul, serta alat dan mesin pertanian. Peningkatan produktivitas ini akan berkontribusi pada kenaikan pendapatan masyarakat desa serta mengurangi tingkat kemiskinan di pedesaan.
Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2025 juga menegaskan pentingnya rehabilitasi dan operasi jaringan irigasi secara berkelanjutan. Dalam konteks ini, Dana Desa berperan sebagai instrumen pembiayaan yang memungkinkan desa untuk tidak hanya membangun, tetapi juga merawat dan mengoperasikan jaringan irigasi secara efisien. Hal ini mengurangi ketergantungan desa terhadap anggaran pusat dan memperkuat kemandirian desa dalam mengelola sumber daya air untuk pertanian.
Selain dampak ekonomi, kebijakan ini juga memiliki implikasi sosial yang positif. Dengan tersedianya infrastruktur pertanian yang memadai, generasi muda desa memiliki peluang lebih besar untuk tetap tinggal dan bekerja di sektor pertanian, mengurangi urbanisasi yang tidak terkendali. Pemberdayaan petani muda dengan dukungan teknologi pertanian modern dapat menciptakan ekosistem pertanian yang lebih dinamis dan berdaya saing tinggi.
Ketahanan pangan desa adalah kunci bagi stabilitas ekonomi nasional, sedangkan Dana Desa adalah instrumen yang memastikan kemandirian petani di akar rumput.Â