Mohon tunggu...
Muh Khamdan
Muh Khamdan Mohon Tunggu... Researcher / Analis Kebijakan Publik

Berbagi wawasan di ruang akademik dan publik demi dunia yang lebih damai dan santai. #PeaceStudies #ConflictResolution

Selanjutnya

Tutup

Joglosemar Artikel Utama

Gilo-Gilo Khas Semarang, Model Jualan Kuliner Berbasis Kearifan Lokal

15 Januari 2025   16:17 Diperbarui: 16 Januari 2025   21:02 921
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Walikota Semarang Menikmati Jajanan Gilo-Gilo dalam Semarang Horti Expo (Sumber: kampusnesia.com)

Dalam geliat kehidupan perkotaan Semarang yang terus berkembang, fenomena "gilo-gilo" tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari warna budaya kuliner lokal. 

Gilo-gilo, istilah yang merujuk pada pedagang keliling yang menjajakan kuliner dengan gerobak sederhana, bukan hanya sekadar cara berdagang. Ia adalah cerminan kearifan lokal, narasi sejarah, dan peluang ekonomi kreatif yang terus hidup.

Gilo-gilo adalah simbol keramahan masyarakat Semarang. Pedagang gilo-gilo dengan ciri khas gerobak dorongnya membawa nuansa tradisional yang melekat pada keseharian warga. 

Mereka menyajikan hidangan khas seperti tahu gimbal, kudapan, pisang goreng, bakwan, nasi kucing, dengan diselingi menjual buah potong seperti semangka, pepaya, bengkoang, nanas, pisang, dan melon. 

Kesemuanya lengkap dengan senyuman dan sapaan hangat dari penjual sehingga tradisi ini tidak hanya sekadar menjual makanan, tetapi juga membangun relasi sosial dengan pelanggannya.

Budaya gilo-gilo mencerminkan filosofi "gotong royong" dalam arti yang lebih luas, di mana interaksi antara pedagang dan pembeli melampaui transaksi ekonomi menjadi wujud solidaritas masyarakat. 

Walikota Semarang Menikmati Jajanan Gilo-Gilo dalam Semarang Horti Expo (Sumber: kampusnesia.com)
Walikota Semarang Menikmati Jajanan Gilo-Gilo dalam Semarang Horti Expo (Sumber: kampusnesia.com)

Kehadiran mereka di sudut-sudut jalan atau kompleks perumahan menjadi pengingat bahwa Semarang masih memeluk tradisi di tengah modernitas.

Dulunya pedagang gilo-gilo membawa jajanan dengan cara dipikul, sehingga sikap berjalannya serasa sambil menggeleng-gelengkan kepala. 

Dalam bahasa Jawa, geleng-geleng itu dinamai gela-gelo sehingga tercetus nama gilo-gilo. Versi lain, gilo-gilo sebagai julukan khas asal Klaten dengan sebutan "Segilo" atau diartikan 1 rupiah. Sebuah simbol bahwa jajanan yang dijual sangat murah dan terjangkau oleh orang-orang asal Klaten, Sukoharjo, dan Boyolali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Joglosemar Selengkapnya
Lihat Joglosemar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun